Selasa, 09 Februari 2010

EFEKTIVITAS KINERJA KEBIJAKAN PUBLIK

Aparatur penyelenggara negara mempunyai tugas utama melakukan pengambilan keputusan yang lebih mengedepankan kepentingan publik. Setiap pengambilan keputusan bisa berdampak positif atau negatif bagi masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kontrol terhadap setiap kewenangan pejabat publik dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan publik, sehingga dampak yang akan terasakan lebih banyak manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat.
Menghadapi era globalisasi ini pejabat publik menghadapi tantangan yang sangat besar, tidak hanya berasal dari publik atau masyarakatnya tetapi juga dunia internasional, maupun relevansinya kebijakan dalam menghadapi globalisasi. Aktivitas atau kegiatan dalam rangka melaksanakan pemenuhan kepentingan publik serta tugas-tugas publik lainnya yang dilaksanakan oleh pemerintah disebut pemerintahan. Dalam perkembangannya fungsi dan tugas pokok pemerintah menghadapi tantangan dan hambatan yang semakin meningkat dan penuh dengan permasalahan yang sangat kompleks. Sehingga dalam pelaksanaan tugas pemerintahan banyak terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang tidak mengedepankan kepentingan publik. Banyak terjadi ketidakefektivitasan dalam pengambilan kebijakan seorang pejabat publik dalam menghadapi era globalisasi ini.
Globalisasi dan perdagangan bebas yang ditandai dengan berbagai kesepakatan dalam wilayah yang lebih sempit, menjadikan semakin meningkatnya tantangan untuk memantapkan eksistensi posisi strategis suatu negara, kawasan atau daerah dalam pengembangan perekonomian. Hal tersebut sebagai suatu fenomena dengan implikasinya yang mempengaruhi perekonomian daerah, terutama kegiatan produksi dan perdagangan yang telah menciptakan kompetisi yang sangat kuat dalam meraih keunggulan bersaing. Sejumlah kewenangan yang telah dilaksanakan selama ini telah memberi kesempatan bagi daerah untuk melakukan pembaruan manajemen pemerintahan dan pembangunan daerah. Meskipun dalam implementasi selanjutnya daerah tidak sedikit menghadapi tantangan dan kendala, namun keinginan dan motivasi yang kuat dari seluruh stakeholders telah memberi harapan baru.
Menurut Sugiono (2004), berkembangnya sistem global governance kontemporer yang berkarakter postnationale jelas menunjukkan semakin bervariasinya identitas global dari aktor-aktor yang terlibat. Mereka yang terlibat memiliki perspektif ataupun logika mereka sendiri. Oleh karenanya, konflik-konflik dalam kontek kekuasaan politik yang berlangsung di dunia ketiga menjadi lebih sulit untuk diadaptasi. Proses-proses untuk membangun, runtuhnya serta rekonstruksi kekuasaan politik di dunia ketiga cenderung sarat dengan kekerasan. Lemahnya institusi-institusi politik menjadikan kekerasan atau ancaman penggunaan kekerasan sebagai praktik yang sangat umum. Governance di negara-negara dunia ketiga dalam konteks global governance kontemporer, oleh karenanya, bukan semata-mata masalah politik yang bersifat teknis dalam arti kecakapan untuk membangun tatanan institusional, melainkan juga ‘seni’ untuk mencapai tujuan-tujuan politik dalam konteks yang cenderung sangat bertentangan.
Dalam konteks negara Dunia Ketiga, sebaliknya, globalisasi memiliki makna yang lain. Deregulasi, liberalisasi, privatisasi, sebagai sinonim globalisasi (Altvater, 1986), jelas bukan perluasan bentuk politik negara, melainkan penyerahan fungsi-fungsi regulasi negara kepada institusi ataupun aktor-aktor lain (Sugiono, 2004).
Globalisasi membawa dampak perubahan bagi seluruh organisasi, institusi, maupun perusahaan swasta. Oleh karena itu perlu disikapi dengan cara bijaksana dan berwawasan luas, sehingga paradigma global dapat membawa arus perubahan positif khususnya bagi birokrasi. Kinerja kebijakan yang efektif dalam menghadapi era globalisasi memerlukan pedoman atau standarisasi yang berpihak kepada kepentingan publik.
Menurut Fayol (dalam Robbins, 1994), prinsip-prinsip organisasi yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk diaplikasikan pada semua tingkatan organisasi, yaitu :
1. Pembagian kerja. Spesialisasi menambah hasil kerja dengan cara membuat para pekerja lebih efisien.
2. Wewenang. Jika wewenang digunakan seseorang harus sama dengan tanggungjawabnya.
3. Disiplin. Disiplin yang baik merupakan hasil dari kepemimpinan yang efektif, saling penegrtian yang jelas antara manajer dan karyawan tentang peraturan serta penerapan hukuman yang adil bagi yang menyimpang.
4. Kesatuan komando. Setiap pegawai seharusnya menerima perintah hanya dari seorang atasan.
5. Kesatuan arah. Setiap kelompok aktivitas organisasi yang mempunyai tujuan sama harus dipimpin seorang manajer dengan menggunakan sebuah rencana.
6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan individu.
7. Remunerasi. Para pekerja harus digaji sesuai dengan jasa yang mereka berikan.
8. Sentralisasi. Apakah pengambilan keputusan itu disentralisasi atau didisentralisasi
9. Rantai Skalar. Garis wewenang dari manajemen puncak sampai ke tingkat yang paling rendah merupakan rantai skalar.
10. Tata tertib. Orang dan bahan harus ditempatkan pada tempat dan waktu yang tepat.
11. Keadilan. Para manajer harus selalu baik dan jujur terhadap bawahan.
12. Stabilitas masa kerja pegawai. Perputaran (turn over) pegawai yang tinggi adalah tidak efisien.
13. Inisiatif. Para pegawai yang diizinkan menciptakan dan melaksanakan rencana-rencana akan berusaha keras.
14. Esprit de Corps. Mendorong team spirit akan membangun keselarasan dan persatuan di dalam organisasi.
Pedoman tersebut dapat dijadikan acuan seorang pemimpin dalam mengambil kebijakan agar menghasilkan kinerja yang efektif. Walaupun seorang pejabat pemerintah mempunyai wewenang yang terkait tiga azas hukum, yaitu asas yuridiksi (Rechmatigeheid), asas legalitas (wetmatigeheid), dan asas diskresi (freies ermessen), namun penggunaannya harus saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Ketidakefektivitasan kebijakan banyak terjadi dalam hal penyalahgunaan asas diskresi yaitu kebebasan dari seorang pejabat pemerintah untuk mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri. Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam pengontrolan setiap kebijakan yang telah diputuskan, mengingat banyaknya pejabat pemerintah di negeri ini dan lembaga pengawasan yang berfungsi sebagai kontrol belum sepenuhnya dapat menjangkau dan menindaklanjuti kebijakan tersebut karena keterbatasan wewenang dan ruang lingkupnya.
Pada akhirnya untuk mencapai efektivitas kinerja kebijakan publik yang efisien dalam era globalisasi ini, diperlukan konsep, standar kinerja, pedoman, serta pengawasan yang maksimal. Kontrol dan komitmen untuk membangun kepemerintahan yang baik perlu diupayakan oleh setiap pejabat pemerintah, masyarakat, dan swasta. Sehingga tercapai keharmonisan dalam setiap pelaksanaan kebijakan publik, sebagai kinerja yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar