Sabtu, 18 Desember 2010

IMPLEMENTASI KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM MENGHADAPI TANTANGAN KUALITAS LINGKUNGAN GLOBAL

LATAR BELAKANG
Pembangunan yang berkelanjutan perlu memperhatikan dampak serta aspiratif dengan adat istiadat masyarakat di sekitar lokasi pembangunan. Seluruh stake holders yang berhubungan langsung dengan pembangunan terlibat dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat setempat, pengusaha (investor), serta Pemerintah harus saling terpadu untuk berupaya secara maksimal mengembangkan potensi sumberdaya pembangunan yang memperhitungkan keuntungan dan manfaat rakyat banyak.
Pembangunan perlu direncanakan secara matang dan terpadu dengan memperhatikan segala sudut pandang serta persepsi yang saling mempengaruhi. Para pengambil kebijakan perlu berhati-hati dalam menerapkan hasil kebijakannya, oleh karena itu sebelum kebijakan dilaksanakan dilakukan terlebih dahulu penelitian dan pengkajian yang mendalam terhadap semua aspek yang berkaitan dengan berbagai aspek. Mulai dari potensi yang dimiliki daerah setempat, adat istiadat kebiasaan hidup masyarakat sekitar kegiatan pembangunan, kepercayaan yang dianutnya.
Pembangunan perlu memperhatikan kondisi lingkungan yang ada, dari sisi fisik (tanah, air, udara), biotic (flora, fauna), dan culture (budaya, interaksi antarmanusia). Kondisi kualitas lingkungan akan berkecendurungan terus menurun jika tidak diimbangi dengan konsep perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dalam upaya melestarikan fungsi lingkungan yang ada. Bencana banjir yang sering melanda di kota-kota besar saat ini merupakan salah satu contoh dampak pembangunan yang kurang terkontrol dan tidak memperhatikan konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Lingkungan global menjadi semakin parah, global warming atau pemanasan global bukan menjadi isu lagi, tetapi sudah sangat dirasakan dampaknya bagi masyarakat dunia. Iklim ekstrim sering terjadi di berbagai kawasan di belahan dunia ini. Emisi gas karbon sulit dikendalikan, lapisan ozon menipis bahkan sudah ada yang bocor (hasil penyelidikan NASA, 6 nov. 2008 diperoleh informasi bahwa lubang ozon di atas kutub selatan seluas 26,88 km2).

KONSEP DAN PENGERTIAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pada tahun 1980 istilah pembangunan berkelanjutan atau sustainable development. Menjadi isu aktual pembangunan yang penting di seluruh Negara di dunia ini setelah diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF).
Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewa memperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya. Menghasilkan terbentuknya Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development - WCED).
Pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat adalah tujuan utama pembangunan. Kebutuhan dasar sebagian besar penduduk di bumi ini seperti pangan, sandang, papan, pekerjaan perlu terpenuhi, disamping mempunyai cita-cita akan kehidupan yang lebih baik.
Konsep pembangunan berkelanjutan mengimplikasikan batas bukan absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh teknologi dan organisasi masyarakat serta oleh kemampuan kehidupan bumi menyerap dampak kegiatan manusia.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut:
1.Menjamin pemerataan dan keadilan sosial
2.Menghargai keanekaragaman (diversity)
3.Menggunakan pendekatan integratif
4.Meminta perspektif jangka panjang
Di dalam pembangunan berkelanjutan terkandung dua gagasan penting, yaitu gagasan kebutuhan yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia serta gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Sehingga untuk memenuhi dua gagasan tersebut diperlukan syarat-syarat untuk pembangunan berkelanjutan, sebagai berikut
1.Keberlanjutan Ekologis
2.Keberlanjutan Ekonomi
3.Keberlanjutan Sosial dan Budaya
4.Keberlanjutan Politik
5.Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Pembangunan berkelanjutan perlu mendapatkan perhatian agar supaya suatu daerah dapat dikembangkan dengan tidak mengganggu ekosistem lingkungan yang ada. Masyarakat setempat tidak terpinggirkan kepentingannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik.

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENUJU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Menghadapi tantangan kualitas lingkungan global saat ini memerlukan budaya kearifan lingkungan. Masyarakat diharapkan sadar dan cinta kondisi lingkungan yang bersih dan sehat. Dunia usaha berperan aktif dalam menciptakan lapangan kerja dengan sebagian keuntungan dipergunakan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup. Pemerintah menciptakan program pembangunan yang berkelanjutan dengan skala prioritas pada green development. Sehingga indicator pembangunan makro yang diperoleh merupakan The Green Gross Domestic Product Indicator (Green GDP).
Pembangunan yang berkelanjutan sangat berkaitan erat dengan program, kebijakan pengelolaan lingkungan hidup. Terpenuhinya konsepsi pembangunan yang berkelanjutan memerlukan nilai-nilai dasar dalam pelestarian lingkungan yang terdiri dari butir-butir sebagai berikut.
1.Pelestarian lingkungan dilaksanakan berdasarkan konsep Pembangunan Berkelanjutan yaitu pembangunan yang memenuhi aspirasi dan kebutukan manusia saat ini, tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan manusia pada generasi-generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan didasarkan atas kesejahteraan masyarakat serta keadilan dalam jangka waktu pendek, menengah dan panjang dengan keseimbangan pertumbuhan ekonomi, dinamika sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
2.Fungsi lingkungan perlu dilestarikan demi kepentingan manusia baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Pengambilan keputusan dalam pembangunan perlu memperhatikan pertimbangan daya dukung lingkungan sesuai fungsinya. Daya dukung lingkungan menjadi kendala (constraint) dalam pengambilan keputusan dan prinsip ini perlu dilakukan secara kontinyu dan konsekuen.
3.Pemanfaatan sumber daya alam tak terpulihkan perlu memperhatikan kebutuhan antar generasi. Pemanfaatan sumber daya alam terpulihkan perlu mempertahankan daya pemulihannya.
4.Setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat dan berkewajiban untuk melestarikan lingkungan. Oleh karenanya, setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan informasi lingkungan yang benar, lengkap dan mutakhir.
5.Dalam pelestarian lingkungan, usaha pencegahan lebih diutamakan daripada usaha penanggulangan dan pemulihan.
6.Kualitas lingkungan ditetapkan berdasarkan fungsinya. Pencemaran dan kerusakan lingkungan perlu dihindari bila sampai terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan, maka diadakan penanggulangan dan pemulihan dengan tanggung jawab pada pihak yang menyebabkannya
Bencana lingkungan yang melanda dunia global yang diakibatkan adanya global warming yang berkaitan dengan iklim ekstrim, dampak El nino dan La nina (El Nino dan La Nina adalah perubahan temperatur permukaan air secara fluktuatif di timur Samudra Pasifik. Efek El Nino ini dideskripsikan tahun 1923 oleh Sir Gilbert Thomas Walker. El Nino merupakan fenomena atmosfer yang disebut Southern Oscillation (SO) karenanya disebut El Nino SO atau ENSO), merupakan pertanda alam sudah dieksploitasi oleh manusia melalui program-program pembangunan yang berlebihan. Sehingga kapasitas daya dukung lingkungan alam tersebut menjadi berkurang bahkan menghilang secara perlahan tetapi pasti terjadi.
Pelestarian lingkungan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pelestarian melalui pendekatan manajemen yang layak dengan sistem pertanggungjawaban. Sistem manajemen pengelolaan lingkungan diperlukan untuk mendorong pengelolaan program pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan. Salah satu kegiatan yang bias dilakukan adalah melalui instrument insentif reputasi/citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik dan instrumen disinsentif reputasi/citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang buruk atau pengurangan pajak bagi kegiatan pembangunan yang berprinsip mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Selain itu masyarakat luas diberikan kesempatan luas untuk berperan secara aktif dalam pengendalian dampak lingkungan. Sebagaimana layaknya proses demokratisasi, peranan masyarakat dan individu secara aktif dituntut baik sebagai individu maupun secara berkelompok untuk mengontro setiap proses pembangunan menuju terciptanya prinsip-prinsip Good Environmental Governance (GEG), antara lain transparansi, fairness, partisipasi multi stakeholders, dan akuntabel.

KESIMPULAN
Pembangunan berkelanjutan mempunyai arti upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat masa kini dengan tanpa mengurangi kemampuan atau kebutuhan generasi mendatang. Perencanaan menjadi titik awal dalam proses pembangunan, sehingga keterlibatan seluruh stake holders sangat diperlukan dalam langkah awal yang sangat menentukan tersebut. Pengembangan suatu wilayah, tentunya memerlukan kajian yang sangat mendalam agar supaya prinsip berkelanjutan dapat terpenuhi.
Mekanisme dalam penyelenggaraan pembangunan akan baik apabila sesuai dengan alur proses manajemen, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi. Di dalam tahapan perencanaan harus sudah mulai dipikirkan kemungkinan tercapainyanya dalam tahapan pelaksanaan, artinya rencana kegiatan akan diupayakan secara maksimal dalam pelaksanaannya. Aspek-aspek apa yang perlu direncanakan untuk dilaksanakan sebagai contoh adalah bagaimana aspek pengembangan masyarakat; pengembangan produk yang mencakup aspek tata ruang, sarana dan prasarana, atraksi dan kegiatan, pendidikan dan sistem penghargaan; pengembangan usaha; pengembangan pemasaran. Akhirnya untuk menilai keberhasilan proses perencanaan dan pelaksanaan tersebut diperlukan mekanisme tahapan pemantauan dan evaluasi yang dapat diukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Walaupun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa masih dijumpainya kendala-kendala penyelenggaraan pembangunan yang berkelanjutan. Misalnya dalam hal strategi pembinaan, kerangka penataan termasuk di dalamnya pembentukan perangkat organisasi yang sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah yang masih memerlukan beberapa peraturan daerah serta koordinasi dengan sektor terkait secara terpadu dan mempunyai komitmen bersama untuk kepentingan pemenuhan hajat hidup masyarakat saat ini dan berkelanjutan sampai pada generasi masa depan.

REFERENSI
Djajadiningrat, Surna T. 2001. Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Studio Tekno Ekonomi, Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung.
Soemarwoto, Otto. 2001. Atur-Diri-Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Ligkungan Hidup. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soerjani, M., R. Ahmad, dan R. Munir. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Senin, 22 November 2010

EVALUASI PASCADIKLAT MANAJEMEN KEBENCANAAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Indonesia sebagai negara kepulauan yang secara geologis terletak di antara 3 (tiga) buah lempeng tektonik dunia yaitu Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Hindia Australia, dan Lempeng Samudera Samudera Pasifik. Sepanjang garis pertemuan antara lempeng benua dan lempeng samudera tersebut pada bagian penunjaman terbentuk bidang gesekan yang mengakibatkan pembentukan sumber magma panas dari gunung-gunungapi di atasnya.
Indonesia termasuk dalam rangkaian jalur gunungapi dunia tersebut atau the ring of fire. Sehingga dari kondisi geologis tersebut perlu mendapatkan perhatian serius bahwa Indonesia terletak di dalam daerah yang sangat rawan terjadi bencana alam, terutama gempa bumi, tsunami, dan gunungapi.
Akibat kondisi geologis tersebut kekayaan alam Indonesia menjadi berlimpah ruah, seperti minyak bumi, gas alam, batubara, emas, perak, tembaga, nikel, besi, mangan, mineral radio aktif, serta mineral logam, mineral non logam, mineral ikutan dan lain-lainnya. Akan tetapi dengan terjadinya banyak permasalahan penyimpangan pemanfaatan kekayaan alam tersebut ditambah dengan faktor-faktor jumlah penduduk yang besar dengan penyebaran yang tidak merata, pengaturan tata ruang yang belum tertib, keanekaragaman suku, agama, adat, budaya, golongan, pengaruh globalisasi serta permasalahan sosial lainnya yang sangat kompleks mengakibatkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi wilayah yang rawan konflik atau rawan terhadap bencana akibat ulah manusia atau bencana sosial, maupun bencana non alam.
Bencana alam, bencana non alam, maupun bencana sosial, dapat menimbulkan dampak yang mengancam kehidupan manusia, baik berupa ancaman kematian, kehilangan harta benda, rusaknya kondisi lingkungan hidup, maupun dampak trauma psikologis. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya mitigasi bencana yang akan terjadi. Dalam skala yang lebih komprehensif akhirnya diperlukan manajemen kebencanaan yang secara berkelanjutan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi hal-hal yang perlu dilakukan dan diantisipasi dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana merupakan langkah prioritas yang perlu dilakukan setiap komponen dalam kepemerintahan, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Pengembangan dan penyediaan sistem peringatan dini yang akurat (early warning system), diseminasi dalam bentuk sosialisasi dan pelatihan, penanaman kesadaran masyarakat terhadap daerah rawan bencana, pembuatan peta-peta rawan bencana, penyediaan barak atau tempat penampungan, selimut, pakaian pantas pakai, dapur umur, tempat MCK (mandi, cuci, dan kakus) untuk mengantisipasi arus pengungsian mulai dari skala kecil sampai dengan skala besar, serta dalam jangka waktu pendek maupun panjang.
Hal tersebut harus menjadikan bahan pemikiran utama Pemerintah Pusat dan Daerah untuk segera melakukan tindakan nyata dalam upaya penanggulangan bencana yang akan terjadi. Salah satu bentuk kegiatan yang penting adalah penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur di Pemerintah Daerah. Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dapat diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal yang berupa pelatihan dasar, lanjutan, teknis, simulasi, dan gladi.
Diklat teknis ini dirancang sebagai bentuk kepedulian terhadap ancaman bencana, yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian, kemampuan, dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana. Desain dan kurikulum ini secara umum memuat dan mengarahkan berbagai teori dan praktik maupun pengalaman tentang penerapan pengelolaan kebencanaan di daerah, sehingga dapat diterapkan dalam tugas sehari-hari oleh para aparatur. Dengan demikian setelah peserta mengikuti diklat ini, rencana tindak yang menjadi program kerja para pejabat di daerah.
Berangkat dari pemikiran di atas, maka diperlukan upaya untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman aparatur-aparatur pemerintah daerah setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan manajemen kebencanaan. Hal tersebut dapat diperoleh secara terukur berdasarkan tingkat keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu tolok ukurnya adalah dengan melakukan evaluasi diklat Manajemen Kebencanaan yang telah diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah
Pendidikan dan pelatihan manajemen kebencanaan akan berdampak terhadap kinerja alumni. Seberapa jauh pengaruh diklat terhadap kinerja alumni perlu diteliti lebih lanjut. Beberapa permasalahan dalam upaya melihat pengaruh tersebut diantaranya adalah.
1.Belum adanya tolok ukur yang jelas terhadap kinerja alumni pascadiklat.
2.Tingkat pemahaman peserta diklat yang bervariasi.
3.Permasalahan penerapan materi diklat di lapangan terlalu kompleks.

C. Batasan Masalah
Mengingat terlalu komprehensifnya masalah dalam menentukan indikator penilaian dampak kinerja alumni, maka diperlukan pembatasan masalah dalam indikator dalam menilai kontribusi diklat manajemen kebencanaan terhadap kinerja alumni. Permasalahan kontribusi diklat manajemen kebencanaan dibatasi dalam pengaruh diklat terhadap hal perbaikan kinerja, pendayagunaan alumni, dan tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah penelitian evaluasi pascadiklat manajemen kebencanaan adalah ”bagaimana kontribusi pendidikan dan pelatihan manajemen kebencanaan terhadap kinerja alumni?”.

E. Tujuan
Tujuan pelaksanaan penelitian evaluasi pascadiklat manajemen kebencanaan untuk mengetahui seberapa jauh kontribusi pendidikan dan pelatihan manajemen kebencanaan terhadap kinerja alumni, adapun tujuan penelitian evaluasi pascadiklat ini adalah sebagai berikut.
1.Untuk mengetahui tingkat perbaikan kinerja alumni, yaitu perbaikan tindak kerja alumni yang berkaitan dengan tujuan program diklat manajemen kebencanaan.
2.Untuk mengetahui tingkat pendayagunaan alumni, yaitu seberapa jauh pelibatan alumni dalam kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya dalam pelatihan.
3.Untuk mengetahui tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan, yaitu seberapa jauh kesesuaian materi pelajaran untuk dapat diterapkan dan menunjang kinerja instansi.

F. Manfaat
Manfaat evaluasi pascadiklat Manajemen kebencanaan adalah sebagai berikut.
1.Mengetahui persepsi umum alumni terhadap proses manajemen kebencanaan.
2.Umpan balik dalam rangka perbaikan program kediklatan.
3.Mendapatkan Informasi sebagai bahan penentuan kebijakan tindak lanjut pengembangan sumberdaya manusia aparatur, khususnya dalam manajemen kebencanaan di Pemerintah Provinsi D.I.Y.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tingkat keberhasilan suatu pelatihan memerlukan feed back atau umpan balik dari berbagai pihak. Hal inilah yang melandasi pentingnya kegiatan evaluasi pascadiklat dilakukan. Efektifitas dan efisiensi suatu pelatihan perlu dilakukan evaluasi yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Selain itu, evaluasi pelatihan juga dipergunakan sebagai dasar untuk memperbaiki segala kekurangan yang ada baik dalam aspek materi pelatihan, aspek penyelenggaraan, proses belajar maupun aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan pelatihan tersebut. Untuk itu, ada berbagai cara evaluasi yang dapat dipergunakan, baik untuk mengetahui "suasana pelatihan", efektifitas metoda dan media, kemampuan fasilitator, maupun efektifitas penyelenggaraan pelatihan itu sendiri. Dalam Pendidikan Orang Dewasa, evaluasi pelatihan lebih banyak ditekankan pada aspek "perubahan tingkah laku" daripada yang bersifat peningkatan pemahaman. Oleh karena itu, evaluasi pelatihan lebih banyak dilakukan secara partisipatif yang melibatkan seluruh komponen pelatihan.

A. Pengertian Evaluasi
Beberapa peristilahan yang sepadan tetapi berbeda maknanya sehubungan dengan pengertian evaluasi dapat ditinjau dari pemahaman pengertian evaluasi, yaitu ditinjau dari pengertian “evaluasi” (evaluation), “pengukuran” (measurement), dan “penilaian” (assessment). Ketiga peristilahan tersebut dalam penelitian ini mengandung makna dan maksud yang sama, dan tahapannya dilakukan semuanya.
Evaluasi merupakan salah satu tahapan dalam manajemen: "Controlling". Menurut Blaire R. Worthen (1986) "… Evaluation is one of the most widely discussed but little used…". Untuk dapat mengevaluasi suatu program perlu Penguasaan Teknik Evaluasi dan menghilangkan "Culture Barrier". Diantaranya adalah mampu melakukan kegiatan evaluasi terhadap kegiatan sesuai tupoksi serta mengubah mental set yang resisten terhadap kegiatan evaluasi menjadi pendorong perbaikan program.
Evaluasi didefinisikan sebagai upaya yang seksama untuk mengumpulkan, menyusun dan mengolah fakta, data dan informasi untuk menyimpulkan harga, nilai, kegunaan, kinerja dan lain-lain mengenai sesuatu (barang, program, kegiatan, organisasi, pekerjaan dan lain-lain) serta menggunakan kesimpulan itu dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan (Sarbini, 1995).
Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternative yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan (Arikunto dan Safrudin, 2009).

B. Tahapan Evaluasi
Tahapan evaluasi menurut Blain R. Sanders & James R. Sanders, 1984 adalah sebagai berikut:
1. Pemfokusan Evaluasi (Delineating)
•Subyek Evaluasi
•Jenis Data yang akan diambil
•Cara pengambilan data
2. Pengumpulan dan Analisa Data (Obtaining)
•Sumber data
•Jenis data
•Populasi dan metode sampling
•Cara/metode serta instrumen pengumpulan data
3.Penyimpulan, Perumusan dan Penyajian Informasi Hasil Evaluasi (Providing)
•Kinerja program/kegiatan beserta komponennya
•Rumusan alternatif

C. Metoda Evaluasi
Metode evaluasi dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu.
1.Metode Kuantitatif, yaitu metode yang berbasis data kuantitatif dengan teknik analisis data berdasarkan kalkulasi statistik.
2.Metode Kualitatif, yaitu metode yang berbasis data kualitatif.
Fokus pada obyek evaluasi melalui variabel-variabel kegiatan dan informasi kegiatan. Penentuan rencana kerja meliputi penetapan rencana pelaporan, penetapan prioritas kegiatan, penetapan anggota tim dan ketugasannya, dan Penetapan jadwal.
Pengumpulan data dilakukan secara langsung dari sumber data, Pengumpulan data melalui data sekunder, pengumpulan dari sumber data yang lain, dan data dari pengalaman evaluator. Yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data adalah durasi waktu, sebaran lokasi sumber data, biaya yang tersedia, dan hambatan dari responden.
Analisa data dilakukan dengan mengggunakan pendekatan yang tepat dan mudah pengoperasiannya, alokasikan waktu yang panjang, konsultasi dengan ahli, konsultasi dengan user.
Dalam penyimpulan dan perumusan rekomendasi harus link and match dengan tujuan semula, rumusan alternatif rekomendasi harus jelas, skala prioritas terhadap hasil rekomendasi, rekomendasi bersifat operasional baik dari aspek teknis maupun anggaran.
Evaluasi input meliputi kesiapan bahan, kesiapan peralatan, kesiapan tenaga kerja. Evaluasi proses yaitu cara/metoda, sekuensi/pentahapan, alokasi waktu. Evaluasi output untuk mengetahui sesuatu apa yang langsung dapat diperoleh dari pelaksanaan kegiatan. Evaluasi outcome menekankan terhadap kinerja/produk sesuai standarisasi yang ada.

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian melingkupi deskripsi obyek evaluasi, kriteria evaluasi penilaian metode kuantitatif, serta kriteria evaluasi penilaian metode kualitatif. Metode tersebut merupakan bentuk pendekatan analisis terhadap permasalahan yang ada, dengan mempergunakan parameter-parameter yang berkaitan dengan proses selama pendidikan dan pelatihan dan penerapannya di instansi.

A. Deskripsi Obyek Evaluasi
Deskripsi obyek evaluasi pascadiklat adalah sebagai berikut.
1.Obyek evaluasi adalah Alumni Diklat Manajemen kebencanaan.
2. Peserta
Peserta pelatihan adalah pengelola keuangan daerah di lingkungan Pemerintah Propinsi DIY, Kabupaten, dan Kota di Wilayah Provinsi DIY, dengan Jumlah peserta diklat Manajemen kebencanaan. Persyaratan peserta sebagai berikut:
a.Moral yang baik.
b.Dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan organisasi.
c.Kemampuan menjaga reputasi diri dan instansinya.
d.Jasmani dan rohani yang sehat.
e.Motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kompetensi.
f.Prestasi yang baik dalam melaksanakan tugas.
g.Diusulkan oleh Kepala Instansi yang bersangkutan.
h.Dinyatakan lulus seleksi administratif oleh Penyelenggara.
3. Pengajar
Materi pelajaran disampaikan oleh para pengajar atau penceramah yang didampingi moderator, serta pembimbing kertas kerja yang berasal dari.
a.Pejabat Struktural di lingkungan Pemerintah Provinsi D.I.Y.
b.Pakar di bidangnya.
c.Widyaiswara Provinsi D.I.Y.

B. Kriteria Evaluasi Penilaian Metode Kuantitatif
Data yang diambil dari responden adalah data penilaian responden terhadap alumni, sehingga pengukuran yang dihasilkan merupakan pengukuran kinerja yang sesungguhnya tetapi lebih merupakan persepsi responden terhadap kinerja alumni. Skor jawaban dengan menggunakan skala Likert (5 pilihan) dengan skor minimal = 1 dan skor maksimal = 5.
Jawaban responden terhadap kuesioner yang telah diberikan kepada alumni diklat Manajemen kebencanaan, kemudian disusun dan diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) indikator atau variabel, yaitu indikator tingkat perbaikan kinerja alumni, indikator pendayagunaan alumni, dan indikator tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan.
Masing-masing variabel diberikan penilaian atau skor pada tiap-tiap bagian pertanyaan. Total skor yang dicapai masing-masing responden kemudian diklasifikasikan ke dalam 5 kategori yaitu sangat kurang, kurang, sedang, baik, dan memuaskan.
Jumlah pertanyaan menentukan dalam penentuan kategori yang dipergunakan untuk mengukur variabel. Jumlah pertanyaan yang ada dalam tiap variabel yang terdapat dalam kuesioner yang ditujukan kepada responden alumni diklat, adalah sebagai berikut.
1.Pertanyaan Pilihan Berganda (Multiple Choice).
a.Untuk variabel tingkat perbaikan kinerja alumni : 10 soal.
b.Untuk variabel pendayagunaan alumni : 10 soal.
c.Variabel tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan: 20 soal.
2.Pertanyaan Terbuka sebanyak 6 buah pertanyaan.
Dari jumlah pertanyaan tersebut kriteria penilaian yang dapat dijadikan sebagai kategori penilaian adalah sebagai berikut.
1.Jumlah pertanyaan yang diajukan kepada responden sebanyak 10 buah.
Jawaban pertanyaan keseluruhan untuk satu responden mempunyai skor maksimum = 50 dan skor minimum = 10. Interval skor dapat dihitung dengan mempergunakan perhitungan sebagai berikut.
Interval = skor maksimum – skor minimum
Jumlah kategori

= 50 – 10
5

= 8

Interval yang diperoleh dipergunakan untuk menggolongkan kategori adalah sebagai berikut.
a. Kategori Sangat Kurang : ≤ 18
b. Kategori Kurang : 19 - 26
c. Kategori Sedang : 27 - 34
d. Kategori Baik : 35 - 42
e. Kategori Memuaskan : > 42

2. Jumlah pertanyaan yang diajukan kepada responden sebanyak 22 buah.
Jawaban pertanyaan keseluruhan untuk satu responden mempunyai skor maksimum = 110 dan skor minimum = 22. Interval skor dapat dihitung dengan mempergunakan perhitungan sebagai berikut.
Interval = skor maksimum – skor minimum
Jumlah kategori

= 110 – 22
5

= 17,6

Interval yang diperoleh dipergunakan untuk menggolongkan kategori adalah sebagai berikut.
a. Kategori Sangat Kurang : ≤ 40
b. Kategori Kurang : 41 - 58
c. Kategori Sedang : 59 - 76
d. Kategori Baik : 77 - 94
e. Kategori Memuaskan : > 94

3. Kriteria Penilaian Hasil Rerata Keseluruhan
Kriteria penilaian kuantitatif yang lain didasarkan pada hasil rerata dari seluruh skor penilaian setiap variabel. Nilai atau skor hasil dari jawaban responden dirata-rata setiap variabel, kemudian hasil rata-rata tersebut kesimpulan hasil evaluasi dapat dilihat dari kriteria penggolongan kategori sebagai berikut.
a. Kategori Sangat Kurang : 0 - 1
b. Kategori Kurang : ≥ 1 - 2
c. Kategori Sedang : ≥ 2 - 3
d. Kategori Baik : ≥ 3 - 4
e. Kategori Memuaskan : ≥ 4
C. Kriteria Evaluasi Penilaian Metode Kualitatif
Evaluasi penilaian dengan metode kualitatif didasarkan dari hasil jawaban responden atas pertanyaan terbuka di dalam kuesioner. Beberapa jawaban yang sama dirangkum menjadi kesimpulan. Jawaban yang berbeda-beda tetap menjadi bahan kesimpulan evaluasi pascadiklat. Meskipun jawaban orang-perorang dari responden diakui mempunyai kelemahan yang berkecenderungan subyektif, tetapi jawaban tersebut tetap diinventarisasi dengan tujuan ke arah penyempurnaan proses penyelenggaraan diklat Manajemen kebencanaan. Untuk menghindari isian yang subyektif, jawaban yang sifatnya kualitatif dilakukan pendekatan kuantitatif dengan menghitung jumlah setiap pendapat yang diberikan oleh responden.
Evaluasi penilaian dengan metode kualitatif tersebut dideskripsikan untuk membuat gambaran secara obyektif, sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antarvariabel yang diselidiki yan berkaitan dengan dengan peristiwa atau situasi dan kondisi selama pelatihan. Fenomena atau peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan proses pelaksanaan diklat tersebut berkaitan dengan tindaklanjut diklat Manajemen kebencanaan, kualitas bahan ajar, sarana dan prasarana belajar, materi pelajaran, widyaiswara, nara sumber, instruktur, panitia, pendamping, dan konsumsi.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Jumlah Data yang Terkumpul
Dari keseluruhan target responden yang diundang dalam pertemuan pengisian kuesioner yaitu sejumlah kurang lebih 34 orang alumni diklat Manajemen kebencanaan, data yang terkumpul berjumlah 28 eksemplar (31,11%) dari alumni diklat Manajemen kebencanaan (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah Kuesioner Terkumpul

No. Responden Jumlah Target Populasi Data Masuk Persentase
1. Alumni 34 28 82,35
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2010

B. Variabel Perbaikan Kinerja Alumni
1. Jumlah Pertanyaan
Untuk mengetahui tingkat perbaikan kinerja alumni diberikan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan untuk diisi alumni diklat Manajemen kebencanaan. Pertanyaan tersebut menggambarkan pengaruh diklat terhadap tingkat kompetensi alumni yang berkaitan dengan Manajemen kebencanaan.
2. Kecenderungan Penilaian
Perlu dikelaskan bahwa responden tidak diberikan prediktor masing-masing item kuesioner untuk menentukan besaran penilaian, oleh karena itu kualitas jawaban sangat tergantung dari kemampuan atau sikap responden terhadap alumni pelatihan. Namun dari peta jawaban dapat dilihat bahwa kecenderungan jawaban responden dari alumni dapat dikatakan sama. Secara rinci kecenderungan jawaban responden dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 2).
Tabel 2. Kecenderungan Responden Alumni Diklat terhadap Tingkat Perbaikan Kinerja Alumni Diklat Manajemen kebencanaan

No. Tingkat Perbaikan Kinerja Alumni Jumlah Persentase
1.
2.
3.
4.
5. Kurang Sekali (< 18)
Kurang (19 – 26)
Sedang (27 - 34)
Baik (35 – 42)
Memuaskan (> 42) 0
1
7
14
6 0,00
3,57
25,00
50,00
21,42
Jumlah keseluruhan 28 100,0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2010
Dari hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,68, hal ini menunjukkan tingkat perbaikan kinerja alumni diklat Manajemen kebencanaan dalam kategori baik.

C. Variabel Pendayagunaan Alumni
1. Jumlah Pertanyaan
Untuk mengetahui tingkat perbaikan kinerja alumni diberikan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan untuk diisi alumni diklat Manajemen kebencanaan. Pertanyaan tersebut menggambarkan pengaruh diklat terhadap tingkat pendayagunaan alumni yang berkaitan dengan Manajemen kebencanaan.
2. Kecenderungan Penilaian
Secara rinci kecenderungan jawaban responden dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 3).
Tabel 3. Kecenderungan Responden Alumni Diklat terhadap Tingkat Pendayagunaan Alumni Diklat Manajemen kebencanaan

No. Tingkat Pendayagunaan Alumni Jumlah Persentase
1.
2.
3.
4.
5. Kurang Sekali (< 18)
Kurang (19 - 26)
Sedang (27 - 34)
Baik (35 - 42)
Memuaskan (> 42) 4
9
7
7
1 14,29
32,14
25,00
25,00
3,57
Jumlah keseluruhan 28 100,0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2010

Dari hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 2,81. Hal ini menunjukkan tingkat pendayagunaan alumni diklat Manajemen kebencanaan dalam kategori sedang.

D. Variabel Tingkat Kesesuaian Pengetahuan dan Ketrampilan selama Diklat dengan Kebutuhan Kompetensi di Lapangan.
1. Jumlah Pertanyaan
Untuk mengetahui tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan, responden diberikan kuesioner yang berisi 20 pertanyaan untuk diisi alumni diklat Manajemen kebencanaan. Pertanyaan tersebut menggambarkan penilaian pada materi pada setiap mata pelajaran dalam diklat Manajemen kebencanaan.
2. Kecenderungan Penilaian
Secara rinci kecenderungan jawaban responden dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 4).
Tabel 4. Kecenderungan Responden Alumni Diklat terhadap Tingkat Kesesuaian Pengetahuan dan Ketrampilan selama Diklat dengan Kebutuhan Kompetensi di Lapangan

No. Tingkat Kesesuaian Pengetahuan dan Ketrampilan selama Diklat dengan Kebutuhan Kompetensi di Lapangan menurut Alumni Diklat Manajemen kebencanaan Jumlah Persentase
1.
2.
3.
4.
5. Kurang Sekali (< 40)
Kurang (41 - 58)
Sedang (59 - 76)
Baik (77 - 94)
Memuaskan (> 94) 0
4
14
9
1 0,00
14,29
50,00
32,14
3,57
Jumlah keseluruhan 28 100,0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2010
Dari hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,59. Hal ini menunjukkan tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan termasuk dalam kategori Baik.

E. Hasil Evaluasi Penilaian Metode Kualitatif
Evaluasi penilaian metode kualitatif dianalisis berdasarkan hasil dari para responden yang mengisi atau memberikan jawaban Jawaban atas pertanyaan terbuka. Dari jawaban responden yang masuk diperoleh masukan sebagai berikut (Tabel 5, 6, 7, 8, 9,10).

1. Tindaklanjut Diklat Manajemen kebencanaan
Tabel 5. Masukan Responden terhadap Tindak Lanjut Diklat Manajemen kebencanaan

No. Masukan Jumlah
Pendapat
Peserta
Perlu ditindaklanjuti agar lebih ditingkatkan, karena Provinsi DIY sangat rawan bencana:
Diklat ini akan membantu dalam rangka pengurangan resiko bencana.
Untuk meningkatkan kemampuan bagi PNS dan menjadi kewajiban apabila ada bencana mempelopori terdepan di masyarakat.
Peningkatan strata berdasar pada bencana yang terjadi
Koordinasi antaralumni diklat sesuai dengan tupoksi instansi guna meningkatkan kesiapsiagaan bencana alam.
Perlu ada tambahan ilmu pengetahuan tentang SAR.
Masyarakat sangat perlu diberi pengetahuan tentang manajemen kebencanaan.
Generasi penerus siap menghadapi bencana
Sangat perlu bagi individu baik PNS maupun Non PNS.
Sangat perlu untuk menyamakan persepsi dalam penanggulangan bencana, kadang-kadang di meja dan di lapangan ada sedikit perbedaan dan kurang pas dalam pelaksanaan.
Sangat perlu
Masing-masing instansi diperbanyak pesertanya.
Pengetahuan dapat diterapkan sesuai tupoksi masing-masing.
Menambah wawasan dalam menanggulangi bencana yang ada di Yogyakarta.
Mengarah kepada latihan-latihan dari perencanaan sampai evaluasi.
Sangat diperlukan dan ditindaklanjuti dalam rangka tanggap darurat akibat bencana alam erupsi Gunung Merapi terhadap sekolah.
Perlu karena peserta diklat benar-benar memahami akan pentingnya penanggulangan bencana.
Perlu ditindaklanjuti dengan peserta yang masih berusia muda.
Perlu ditindaklanjuti bagi yang mengikuti diklat diberikan tugas masalah kebencanaan.Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2010
2. Saran Terhadap Bahan Ajar
Tabel 6. Masukan Responden terhadap Bahan Ajar
No. Masukan Jumlah
Pendapat
Peserta
Perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi, mengikuti perkembangan yang ada pada saat ini. Kurang praktek penanganan dan evakuasi korban bencana alam.
Sudah cukup memadai/baik.
Sudah bagus.
Perlu adanya modul bagi peserta.
Sangat kurang.
Perlu ditambah.
Ditambah materi membangun responsivitas kebencanaan.
Yang terpenting bagaimana alumni mengaplikasikannya di lapangan.
Diperlukan teori dan aplikasinya.
Perlu lebih diperkaya dan ditingkatkan lagi.1111111.
Perlu adanya semacam orientasi lapangan, praktek,simulasi.
Praktek dalam bentuk makalah.
Sosialisasi pemahaman UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Ditambah, seperti kendaraan untuk keluar masuk daerah panas/Lumpur.
Sudah sesuai materinya hanya terlalu singkat.
Dilengkapi dengan pengisian form-form yang digunakan dalam pekerjaan sehari-hari.Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2010


3. Saran Terhadap Sarana Dan Prasarana Belajar
Tabel 7. Masukan Responden terhadap Sarana dan Prasarana Belajar
No. Masukan Jumlah
Pendapat
Peserta
Perlu ditingkatkan dan lebih banyak lagi.
Perlu alat-alat praktek, seperti masker standar militer, tabung oksigen, penggunaan radio komunikasi (HT), dll.
Cukup memadai/baik/memuaskan.
Perlu diperbaiki fasilitasnya.
Dilengkapi sarana dan prasarana yang sesuai.
Tanda waktu pelajaran, makan, dan jam ibadah diperjelas jangan sampai berlebihan.
Perlu pengenalan terhadap alat dan peraga penanggulangan bencana.
Pembuatan bahan ajar kegunungapian dan gempabumi.
Sudah bagus.
Sangat baik.
Kurang, karena peralatan dan tempat sangat terbatas.
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2010

4. Saran Terhadap Materi Pembelajaran
Tabel 8. Masukan Responden terhadap Materi Pembelajaran
No. Masukan Jumlah
Pendapat
Peserta
Perlu adanya praktek lapangan, secara teknis lapangan: apa yang perlu dilakukan pada tahapan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi, untuk lebih professional di lapangan.
Perlu kegiatan praktek penanganan korban bencana.
Lebih berurutan antara materi yang satu dengan yang lain.
Sangat sesuai
Dapat dan Mudah dipahami/diterima.
Cukup.
Jam pelajaran terbatas
Perlu disesuaikan dengan kebutuhan.
Perlu ditambah lagi biar lebih banyak ilmu yang didapatkan.
Bagus, dipertahankan apabila perlu ditingkatkan mutunya.
Perlu lebih detil terhadap bencana yang sering terjadi di wilayah DIY.
Ditambah kegiatan outbound.
Jangan terlalu banyak buku/cetakan, lebih ke praktek saja.
Perlu simulasi kebencanaan, khususnya saat instansi melakukan pelayanan umum, karena pada saat bencana terjadi antara teori dengan kenyataan yang ada tidak sesuai, tergantung kondisinya.
Materi tentang SAR kurang.
Perlu ditambah materi baru/diperluas, misalnya studi kasus bencana yang baru-baru terjadi, peta daerah rawan bencana.
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2010

5. Saran Terhadap Pengajar
Tabel 9. Masukan Responden terhadap Pengajar
No. Masukan Jumlah
Pendapat
Peserta
Cukup baik/memahami.
Sangat cukup perlu dicontoh.
Sudah sesuai
Sangat baik dan komunikatif.
Narasumber adalah benar-benar pelaku manajemen kebencanaan, bukan ahli yang menguasai teori.
Perlu disesuaikan dengan kebutuhan
Sopan dan bisa dimengerti
Dibutuhkan yang mumpuni
Perlu melibatkan orang-orang yang pernah menjadi pelaku/relawan penanggulangan bencana, sehingga bisa menggambarkan apa yang dilakukan.
Perlu disinkronkan dengan praktisi.
Perlu ditambah dari ahli-ahli Vulkanologi (BPPTK) dan Kegempaan.
Usahakan yang menguasai masalah dan pernah mengalaminya.
Perlu ditambah lagi yang berpengalaman dalam penanganan bencana.
Bagus/baik.
Pengajar dari militer/SAR/BNPB/PMI yang berkompeten.
Kurang, karena ada beberapa narasumber yang memberikan 2 materi, perlu adanya penambahan narasumber. 10
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2010
6. Saran Terhadap Panitia, Pendamping, Dan Konsumsi
Tabel 10. Masukan Responden terhadap Panitia, Pendamping, dan Konsumsi

No. Masukan Jumlah
Pendapat
Peserta
cukup baik/lumayan/bagus/memadai.
Konsumsi sudah lumayan
Konsumsi perlu ada peningkatan
Pendamping kurang aktif sehingga perlu ditingkatkan
Panitia harus lebih aktif.
Lebih dari cukup
Tidak pernah mengecewakan
Sopan dan disiplin, ramah, supel, dan menyenangkan.
Sangat bagus/baik.
Lebih/perlu ditingkatkan.
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2010


BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hasil evaluasi pascadiklat Manajemen kebencanaan didasarkan dari hasil kuesioner terhadap alumni diklat diklat Manajemen kebencanaan. Dari data dan uraian dalam analisis dan pembahasan, maka dalam upaya mengetahui kontribusi pendidikan dan pelatihan manajemen kebencanaan terhadap kinerja alumni dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.Menurut persepsi alumni terdapat kecenderungan terbesar terjadi perbaikan tingkat kinerja alumni yang baik (50,00%). Hasil rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,68 termasuk dalam kategori baik.
2.Tingkat pendayagunaan alumni menurut persepsi alumni mempunyai kecenderungan terbesar dalam pendayagunaan alumni yang sedang (25,00%) dan baik (25.00%). Hasil rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 2,81 termasuk dalam kategori sedang.
3.Tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan menurut persepsi alumni mempunyai kecenderungan terbesar mempunyai tingkat kesesuaian yang baik (50,00%). Hasil rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,59 termasuk dalam kategori baik.
4.Hasil analisa kualitatif menunjukkan perlunya tindaklanjut diklat Manajemen kebencanaan dalam bentuk penyelenggaraan diklat lanjutan. Beberapa jawaban responden atas pertanyaan terbuka tentang bahan ajar, sarana prasarana, materi pembelajaran, pengajar, pendamping, dan konsumsi menunjukkan adanya variasi jawaban yang perlu dianalis lebih lanjut untuk mengurangi kecenderungan kesimpulan jawaban yang subyektif.

B. SARAN
1.Melihat hasil evaluasi yang mempunyai kecenderungan adanya peningkatan kompetensi alumni diklat yang baik, diharapkan diklat Manajemen kebencanaan dapat dipertahankan penyelenggaraannya setiap tahun anggaran dengan materi yang selalu mengikuti perkembangan peraturan-peraturan manajemen kebencanaan.
2.Simulasi, praktek, orientasi ke lapangan perlu dilakukan untuk menambah ketrampilan aplikatif pengelolaan kebencanaan yang sedang atau telah terjadi di daerah rawan bencana.
3.Dukungan dari para top manajer di Pemerintah Provinsi D.I.Y. perlu ditingkatkan, guna menambah eksistensi diklat Manajemen kebencanaan di jajaran aparatur Pemda Provinsi D.I.Y.
4.Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Manajemen kebencanaan diharapkan dapat berlangsung secara terpadu dan berkesinambungan, antara pilar-pilar diklat yaitu kelembagaan diklat, program diklat, sumberdaya penyelenggara diklat, dan widyaiswara dengan dukungan penuh seluruh instansi dan policy maker dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia aparatur Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Pratista, A. 2005. Aplikasi SPSS10.05 dalam Statistik dan Rancangan Percobaan. CV. Alfabeta. Bandung.
Deliveri Organization. 2006. Modul 15 Evaluasi Program Pelatihan. www.deliveri.org/guidelines/training/tm15/tm15_modul15i.htm. 27-6-2006.
Djarwanto, P.S., Subagyo, P.1985. Statistik Induktif. BPFE. Yogyakarta.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal. 151.
Arikunto, A., Safrudin A.J., C. 2010. Evaluasi Program Pendidikan, Pedoman Teoretis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Bumi Aksara. Edisi 2. Jakarta.

Minggu, 31 Oktober 2010

PENGEMBANGAN KARIER DAN KEBIJAKAN WIDYAISWARA

Pengembangan Karier dan jabatan Widyaiswara pada saat ini ada beberapa permasalahan yang perlu penyamaan persepsi dari berbagai pihak terkait, setelah dilakukan identifikasi masalah, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1.Pengembangan karir dan kebijakan jabatan fungsional tertentu Widyaiswara mengacu pada aturan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No: 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya dan Peraturan Bersama Kepala LAN dan Kepala BKN No. 1 Tahun 2010, No, 2 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya.
2.Peraturan tersebut di atas dalam pelaksanaannya masih banyak menimbulkan perbedaan persepsi yang sangat menghambat dalam peningkatan profesionalisme dan pengembangan karir Widyaiswara, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.Masih dijumpai adanya pembatasan ketugasan widyaiswara dalam tiap jenjang jabatan Widyaiswara Pertama, Muda, Madya, dan Utama.
Diperoleh informasi bahwa saat ini dapat dikatakan sebagai masa transisi yang berlangsung sampai proses sertifikasi widyaiswara di tahun 2014 sesuai dengan kapasitas dan kompetensi rumpun pendidikan atau spesialisasi mata pelajaran.
Masih dilakukan pengkajian spesialisasi widyaiswara yang terbaik, apakah didasarkan kepada setiap materi diklat atau setiap rumpun materi pelajaran. Rumpun materi pelajaran dapat terdiri dari beberapa materi pelajaran, tetapi diharapkan maksimal ada 3 (tiga) pilihan rumpun materi pelajaran tersebut.
Dari pilihan tersebut dalam proses selanjutnya akan dilakukan sertifikasi, sehingga seorang Widyaiswara dengan jenjang jabatan apapun berhak mengajar dan diakui angka kreditnya sepanjang widyaiswara tersebut sudah memiliki sertifikat dari lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi.
Diharapkan dalam upaya pengembangan karir saat ini widyaiswara sudah mulai mempersiapkan mengajar rumpun materi pelajaran sesuai dengan spesialisasinya.
b.Adanya klausul pembebasan sementara dan pemberhentian dari jabatan widyaiswara.
Ketentuan tersebut saat ini masih diberlakukan, walaupun dinilai ketentuan ini sangat menimbulkan ketidakadilan dibandingkan dengan jabatan fungsional pendidik lainnya yaitu guru dan dosen. Widyaiswara dalam pengembangan kariernya menjadi tidak ada kepastian batas usia pensiun karena peraturan tersebut, walaupun di dalam Keputusan Presiden No. 63 Tahun 1986 tentang Batas Usia Pensiun Pegawai Negeri Sipil yang Menjabat Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Penyuluh Pertanian Pasal 1 ayat (1) menyebutkan dengan jelas bahwa batas usia pensiun Widyaiswara Madya 60 tahun dan Widyaiswara Utama 65 tahun.
Oleh karena itu organisasi Ikatan Widyaiswara Indonesia (IWI) Pusat telah mengajukan tuntutan perubahan ke Mahkamah Agung, belum diperoleh informasi kapan pelaksanaan sidangnya.
c.Dasar penilaian dan waktu penyampaian Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) Widyaiswara.
DUPAK pada periode masa penilaian sebelum tahun 2010 dasar penentuan angka kreditnya masih berdasarkan peraturan Permenpan No. Per/66/M.Pan/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara Dan Angka Kreditnya; Per. Bersama Kepala Lan Dan Kepala BKN No. 7 Dan 17 Tahun 2005 Tentang Juklak Permenpan 66/2005.
Sehingga dapat disimpulkan DUPAK sebelum 2010 sepanjang belum pernah diajukan untuk dilakukan penilaian, walaupun pengajuannya pada tahun 2010 tetap akan dinilai dengan dasar Permenpan No. Per/66/M.Pan/6/2005. Sedangkan DUPAK yang berisi kegiatan-kegiatan Widyaiswara yang dilaksanakan pada tahun 2010 dan seterusnya baru akan dinilai berdasarkan PerMen. PAN No: 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya dan Peraturan Bersama Kepala LAN dan Kepala BKN No. 1Tahun 2010, No, 2 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya.
3.Materi diklat prajabatan dan kepemimpinan akan dilakukan revisi atau perbaikan dari sisi kurukulum maupun mata pelajarannya, sehingga dalam pengembangan bahan ajar yang akan disampaikan kepada peserta diklat, Widyaiswara perlu memperluas wawasan, pengetahuan dari sisi formal maupun non formal.
4.Training of Trainer Substansi Materi Diklat Kepemimpinan dan Prajabatan pada tahun 2010 dan 2011 belum akan dilaksanakan. Hal ini dikarenakan menunggu hasil revisi kurikulum dan persiapan tenaga pengajar/widyaiswara yang akan membuat modul dan mensosialisasikan hasil revisi tersebut.
5.Formasi jenjang jabatan Widyaiswara Utama saat ini adalah 13 (tiga belas) orang, dan sudah terisi beberapa hasil seleksi dalam waktu dekat ini, belum diketahui secara pasti kondisi formasi saat ini, karena ada beberapa pertimbangan widyaiswara yang telah diterima berkeberatan karena diharuskan secara langsung menjadi Widyaiswara LAN dan berkantor secara di Jakarta.
6.Perumusan hasil kajian widyaiswara Badan Diklat Provinsi DIY sudah bagus, hanya dalam pelaksanaannya perlu didukung dengan kesiapan widyaiswara dalam pemahaman ilmu pada spesialisasinya tersebut secara komprehensif, karena saat ini sepertinya belum adanya sudut pandang yang sama terhadap pengelompokan spesialisasi kelompok widyaiswara tersebut. Selain itu LAN masih terus mengkaji spesialisasi seorang widyaiswara sampai proses pelaksanaan sertifikasi pada tahun 2014.
7.Dasar spesialisasi Widyaiswara di Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi DIY saat ini adalah berdasarkan Surat Kepala LAN No. 151/Kep/X/2000 tanggal 24 Oktober 2000 perihal Pengangkatan dalam Jabatan Widyaiswara, dan Keputusan Gubernur DIY Nomor 140/Pem.D/UP/D.4 tanggal 15 Mei 2001 tentang Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Surat Keputusan Kepala Badan Pendidikan Dan Pelatihan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: /KPTS/Diklat/2009 Tentang Penetapan Pengurus Kelompok dan Pembentukan Sub Kelompok Widyaiswara Badan Pendidikan Dan Pelatihan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sub Kelompok Kajian Administrasi dan Manajemen Publik, dengan lingkup pengembangan:
a)Analisis Kebijakan Publik
b)Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI)
c)Dasar-dasar Administrasi Publik
d)Dasar-dasar Kepemerintahan yang Baik
e)Membangun Kepemerintahan yang Baik
f)Pemberdayaan SDM
g)Manajemen SDM, Keuangan, dan Materiil
h)Hukum Administrasi Negara
i)Kepemimpinan dalam Keragaman Budaya
j)Koordinasi dan Hubungan Kerja
k)Operasionalisasi Pelayanan Prima
l)Pelayanan Prima
m)Negosiasi, Kolaborasi dan Jejaring Kerja
n)Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima
o)Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
p)Pola Kerja Terpadu
q)Teknik-teknik Analisis Manajemen
r)AKIP dan Pengukuran Kinerja
s)Teknologi Informasi dalam Pemerintahan
t)Telaahan Staf Paripurna
u)Manajemen Perkantoran Modern
v)Komunikasi yang Efektif
w)Teknik Komunikasi dan Presentasi yang Efektif
x)Pengelolaan Informasi dan Teknik Pelaporan
y)Manajemen Kepegawaian Negara
z)Percepatan Pemberantasan Korupsi
Sub Kelompok Kajian Pembangunan dan Pemerintahan, dengan lingkup pengembangan:
a)Konsep, Teori, dan Indikator Pembangunan
b)Konsep dan indikator Pembangunan
c)Teori dan Indikator Pembangunan
d)Otonomi dan Pembangunan Daerah
e)Kebijakan dan Program Pembangunan Nasional
f)Muatan Teknis Subtantif Lembaga
g)Pembangunan Daerah, Sektor dan Nasional
h)Sistem Pengelolaan Pembangunan
i)Perencanaan Pembangunan
j)Analisis Kebijakan Publik
k)Kepemerintahan yang baik
l)Pemberdayaan kapasitas SDM
m)Lingkungan Hidup
n)Manajemen Kebencanaan
o)Kepemerintahan Daerah
p)Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka NKRI
8.Mengingat pengembangan karir dan kebijakan Widyaiswara saat ini banyak terjadi pemahaman-pemahaman yang salah dan perubahan-perubahan yang cepat, sehingga dalam upaya pengembangan karier Widyaiswara, diperlukan kegiatan menyelenggarakan diklat atau sosialisasi penyusunan angka kredit Widyaiswara, seminar, loka karya, atau semiloka.

Identifikasi masalah ini perlu diinventarisasi terus, agar senantiasa diupayakan solusi masalah dengan landasan keterbukaan, kepekaan, toleransi, dan kebersamaan.

TEMA DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT IV ANGKATAN X, BADAN DIKLAT PROVINSI DIY.

KURIKULUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR MANAJEMEN KEBENCANAAN

Latar Belakang
Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Indonesia sebagai negara kepulauan yang secara geologis terletak di antara 3 (tiga) buah lempeng tektonik dunia yaitu Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Hindia Australia, dan Lempeng Samudera Samudera Pasifik. Sepanjang garis pertemuan antara lempeng benua dan lempeng samudera tersebut pada bagian penunjaman terbentuk bidang gesekan yang mengakibatkan pembentukan sumber magma panas dari gunung-gunungapi di atasnya. Indonesia termasuk dalam rangkaian jalur gunungapi dunia tersebut atau the ring of fire. Sehingga dari kondisi geologis tersebut perlu mendapatkan perhatian serius bahwa Indonesia terletak di dalam daerah yang sangat rawan terjadi bencana alam, terutama gempa bumi, tsunami, dan gunungapi.
Akibat kondisi geologis tersebut kekayaan alam Indonesia menjadi berlimpah ruah, seperti minyak bumi, gas alam, batubara, emas, perak, tembaga, nikel, besi, mangan, mineral radio aktif, serta mineral logam, mineral non logam, mineral ikutan dan lain-lainnya. Akan tetapi dengan terjadinya banyak permasalahan penyimpangan pemanfaatan kekayaan alam tersebut ditambah dengan faktor-faktor jumlah penduduk yang besar dengan penyebaran yang tidak merata, pengaturan tata ruang yang belum tertib, keanekaragaman suku, agama, adat, budaya, golongan, pengaruh globalisasi serta permasalahan sosial lainnya yang sangat kompleks mengakibatkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi wilayah yang rawan konflik atau rawan terhadap bencana akibat ulah manusia atau bencana sosial, maupun bencana non alam.
Bencana alam, bencana non alam, maupun bencana sosial, dapat menimbulkan dampak yang mengancam kehidupan manusia, baik berupa ancaman kematian, kehilangan harta benda, rusaknya kondisi lingkungan hidup, maupun dampak trauma psikologis. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya mitigasi bencana yang akan terjadi. Dalam skala yang lebih komprehensif akhirnya diperlukan manajemen kebencanaan yang secara berkelanjutan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi hal-hal yang perlu dilakukan dan diantisipasi dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana merupakan langkah prioritas yang perlu dilakukan setiap komponen dalam kepemerintahan, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Pengembangan dan penyediaan sistem peringatan dini yang akurat (early warning system), diseminasi dalam bentuk sosialisasi dan pelatihan, penanaman kesadaran masyarakat terhadap daerah rawan bencana, pembuatan peta-peta rawan bencana, penyediaan barak atau tempat penampungan, selimut, pakaian pantas pakai, dapur umur, tempat MCK (mandi, cuci, dan kakus) untuk mengantisipasi arus pengungsian mulai dari skala kecil sampai dengan skala besar, serta dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Hal tersebut harus menjadikan bahan pemikiran utama Pemerintah Pusat dan Daerah untuk segera melakukan tindakan nyata dalam upaya penanggulangan bencana yang akan terjadi. Salah satu bentuk kegiatan yang penting adalah penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur di Pemerintah Daerah. Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dapat diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal yang berupa pelatihan dasar, lanjutan, teknis, simulasi, dan gladi.
Diklat teknis ini dirancang sebagai bentuk kepedulian terhadap ancaman bencana, yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian, kemampuan, dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana. Desain dan kurikulum ini secara umum memuat dan mengarahkan berbagai teori dan praktik maupun pengalaman tentang penerapan pengelolaan kebencanaan di daerah, sehingga dapat diterapkan dalam tugas sehari-hari oleh para aparatur. Dengan demikian setelah peserta mengikuti diklat ini, rencana tindak yang menjadi program kerja para pejabat di daerah.

Tujuan
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan mampu merencanakan dan membuat program serta rencana tindaknya yang dapat dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berdasarkan hasil identifikasi berbagai faktor, aspek, tantangan, serta strategi tentang kebencanaan yang perlu ditempuh kearah terlaksananya kondisi kinerja yang lebih baik dalam melaksanakan kewajiban dan tugas-tugasnya dalam rangka mengantisipasi terjadinya bencana.
Kompetensi diatas meliputi:
1.Kemampuan dalam menguasai pelaksanaan kegiatan kerja di lingkungan instansinya dengan mempertimbangkan adanya kerawanan bencana yang ada di daerah.
2.Kemampuan dalam menguasai pelaksanaan kerja di lingkungan instansinya dalam mengantisipasi bencana yang mungkin terjadi.
3.Kemampuan dalam menguasai pelaksanaan kerja untuk lingkungan instansinya berdasarkan rencana yang sudah disepakati dengan mempertimbangkan aspek kebencanaan dalam melaksanakan semua kebijakan pemerintah daerah.
4.Kemampuan dalam menguasai pelaksanaan semua program pemerintah dalam aspek pengelolaan kebencanaan di daerahnya masing-masing sesuai kondisi dan potensi kebencanaan di daerahnya.
5.Kemampuan dalam menguasai pelaksanaan tahapan manajemen kebencanaan dengan pendekatan kegiatan yang terpadu antara pemerintah, swasta, dan masyarakat di daerahnya sehingga dapat tercapai kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
6.Kemampuan dalam menguasai pelaksanaan proses penyadaran dan antisipasinya sehingga dapat tersosialisasi di lingkungan pemerintah, swasta dan masyarakat akan kerawanan bencana di daerah.

Outcomes
Setelah mengikuti materi pendidikan dan pelatihan manajemen kebencanaan diharapkan akan menghasilkan manfaat sebagai berikut.
1.Terjadi peningkatan kesadaran (awareness) aparatur akan penanggulangan bencana.
2.Terjadi peningkatan pengetahuan (knowledge) aparatur tentang penanggulangan bencana.
3.Terjadi perubahan sikap (attitude) aparatur terhadap ancaman dan kejadian bencana.
4.Terjadi peningkatan keterampilan (skill) aparatur dalam penanggulangan bencana.
5.Terjadi peningkatan kemampuan mengevaluasi (evaluative ability) terhadap program dan rencana tindak dalam penanggulangan bencana.
6.Terjadi peningkatan peranserta (participation) aparatur dalam penanggulangan bencana.



Gambar Alur Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Manajemen Kebencanaan (Sunarto, PSBA UGM, 2009)

Struktur Kurikulum
Secara umum struktur kurikulum diklat teknis manajemen kebencanaan ini memuat jenis materi pelatihan, sesi, serta jumlah jam pelajaran yang dibutuhkan bagi pelatihan untuk para aparatur Pemerintah Daerah.
Pada diklat ini disajikan sebanyak 11 materi pelatihan untuk digunakan dalam pelatihan peningkatan kapasitas para aparatur Pemerintah Daerah dalam manajemen kebencanaan di daerah. Secara substansial materi-materi ini dirancang untuk dapat digunakan oleh aparatur di berbagai tingkatan dengan waktu pembelajaran kurang lebih selama 6 hari kerja atau sekitar 48 jam pelajaran.
Dengan asumsi seperti tersebut di atas maka struktur kurikulum yang disarankan untuk diklat ini akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

Secara umum materi pelatihan terdiri dari 11 materi yang merupakan bagian dalam pengembangan manajemen kebencanaan, materi pelatihan tersebut adalah sebagai berikut.
1.Potensi dan Peta Kerawanan Bencana di Daerah.
a.Tujuan instruksional umum
Peserta memahami potensi dan peta suatu daerah yang rawan akan bencana.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami:
1) Potensi bencana yang akan terjadi di daerah.
2) Mengetahui jenis bencana dari peta kerawanan bencana di suatu wilayah.

2.Peraturan-peraturan Kebencanaan
a.Tujuan instruksional umum
Peserta memahami peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pengelolaan hal-hal yang berkaitan dengan bencana.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami:
1)Sistematika peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya tentang kebencanaan di Indonesia.
2)Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009.
3)Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015 hasil Konferensi Sedunia Peredaman Bencana 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Japan.

3.Sistem Pendataan Kebencanaan Berbasis Sistem Informasi Geografis
a.Tujuan instruksional umum
Peserta memahami sistem pendataan kebencanaan yang berbasis sistem informasi geografis.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami proses pendataan yang akurat dengan teknologi informasi Sistem Informasi Geografis di dalam:
1)Proses pendataan yang berupa data kependudukan, sosial, budaya, ekonomi, prasarana, dan sarana sebelum terjadi bencana.
2)Proses pendataan kerusakan yang meliputi cakupan lokasi, data jumlah korban bencana, jumlah dan tingkat kerusakan prasarana dan sarana akibat bencana, dan perkiraan kerugian
3)Proses Pendataan jumlah gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan; dan kemampuan sumber daya alam maupun buatan

4.Pemberdayaan Masyarakat, Lembaga/Organisasi Kemasyarakatan, dan Dunia Usaha dalam Pengelolaan Bencana
a.Tujuan instruksional umum
Peserta memahami konsep dan aplikasi pemberdayaan masyarakat, lembaga/organisasi kemasyarakatan, dan dunia usaha dalam pengelolaan bencana.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami:
1)Budaya dan bentuk kearifan lokal masyarakat dalam penanggulangan bencana.
2)Proses pendekatan masyarakat dalam setiap kegiatan manajemen kebencanaan yang memperhatikan kondisi sosial, adat istiadat, dan budaya lokal.
3)Cara meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat, lembaga/organisasi kemasyarakatan, dan dunia usaha dalam pengelolaan bencana.

5.Tanggap Darurat Bereaksi Cepat.
a.Tujuan instruksional umum
Peserta memahami tindakan-tindakan kegawatdaruratan dalam pengelolaan bencana.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami:
1)Lingkup kegiatan dalam tanggap darurat yaitu: Sistem peringatan dini, pengungsian, SAR (Search and Rescue), pertolongan darurat, logistik dan penyediaannya, komunikasi dan pengelolaan informasi, pendampingan dan pelingkupan, keamanan, dan pengelolaan operasi kedaruratan.
2)Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya.
3)Penentuan status keadaan darurat bencana.
4)Proses penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
5)Pemenuhan kebutuhan dasar;

6.Rehabilitasi Fisik, Sosial, dan Psikis akibat Bencana
a.Tujuan instruksional umum
Peserta memahami proses rehabilitasi fisik, sosial, dan psikis pengelolaan bencana.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami:
1)Proses rehabilitasi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
2)Perencanaan kegiatan untuk mendukung proses rehabilitasi pascabencana.

7.Rekonstruksi Pascabencana Menuju Pembangunan Berkelanjutan
a.Tujuan instruksional umum
Peserta memahami proses rekonstruksi pascabencana yang berkelanjutan dalam pengelolaan bencana.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami:
1)Perencanaan dan proses rekonstruksi pada wilayah pascabencana dilakukan.
2)Kegiatan-kegiatan rekonstruksi melalui kegiatan pembangunan kembali prasarana dan sarana; pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat; penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana; partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat; peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; peningkatan fungsi pelayanan publik; dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat

8.Mitigasi Menuju Sadar Kebencanaan
a.Tujuan instruksional umum
Peserta memahami proses mitigasi menuju sadar kebencanaan.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami:
1)Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
2)Konsekuensi pelaksanaan penataan ruang.
3)Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.

9.Kesiapsiagaan di Daerah Rawan Bencana
a.Tujuan instruksional umum
Peserta memahami pentingnya kesiapsiagaan di daerah rawan bencana.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami:
1)Kesiapsiagaan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
2)Perencanaan dan kegiatan-kegiatan dalam kesiapsiagaan yaitu: penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana; pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini; penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; penyiapan lokasi evakuasi; penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.

10.Penyusunan Rencana Tindak Manajemen Kebencanaan.
a. Tujuan instruksional umum
Peserta dapat membuat rencana tindak manajemen kebencanaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansinya.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami:
1)Proses penyusunan rencana tindak lanjut yang mendukung manajemen kebencanaan.
2)Menerapkan hasil rencana tindak lanjut ke dalam perencanaan kegiatan pembangunan di instansinya.

11.Survei dan Simulasi Kebencanaan.
a. Tujuan instruksional umum
Peserta dapat menerapan konsep dan teori manajemen kebencanaan dalam praktek survei dan simulasi kebencanaan sesuai dengan kondisi lapangan yang ada.
b.Tujuan instruksional khusus
Peserta memahami:
1)Proses penerapan search and rescue di lapangan.
2)Proses reaksi cepat dalam kegawatdaruratan.
3)Simulasi tahapan-tahapan dalam manajemen kebencanaan.

Penutup

Pendidikan dan pelatihan aparatur manajemen kebencanaan merupakan langkah awal terencana dan aplikatif, dalam upaya meningkatkan daya responsivitas aparatur pemerintah. Perencanaan tindakan dalam bentuk program dan kegiatan dalam pembangunan sangat perlu memperhatikan aspek-aspek kebencanaan. Dengan perencanaan pembangunan yang reponsif kebencanaan akan memberikan dukungan dan penjagaan keselamatan masyarakat. Pada akhirnya yang paling penting diharapkan dari pelatihan ini adalah action atau penerapan dari tiap esensi muatan kurikulum di lapangan, sehingga dapat menciptakan suasana aman tetapi waspada, dan tidak panik bagi seluruh kalangan lapisan masyarakat ketika bencana menimpa.

Desain kurikulum ini merupakan salah satu panduan dalam penyelenggarakan diklat, sehingga apabila dipandang perlu harus diadakan penyempurnaan secara berkala sesuai dengan perkembangan, kebutuhan, dan upaya-upaya strategis, kreatif, inovatif, dan antisipatif. Dalam rangka mengatasi dan mengantisipasi bencana-bencana yang pasti akan terjadi di Indonesia yang sangat rawan akan bencana. Menuju ke arah manajemen bencana yang mendekati negara-negara maju dan modern seperti Jepang dan Amerika yang posisinya sama kerawanan bencananya dengan Indonesia.

Membangun jejaring atau networking dengan dunia internasional dalam manajemen kebencanaan akan membuat Pemerintah baik Pusat maupun Daerah mempunyai standarisasi pengelolaan bencana yang bertaraf global. Penerapan standar tinggi pengelolaan bencana merupakan suatu keharusan baik ditinjau dari sisi kompetensi sumberdaya manusia dan organisasi pengelola kebencanaan, maupun pada setiap kegiatan-kegiatan dan prosedural dalam tahapan kegawatdaruratan, rehabilitasi, rekonstruksi, migasi, dan kesiapsiagaan.


Referensi

Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699.
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723.
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739.
ADPC Primer Team. 2005. Disaster Risk Management in Asia. ADPC. Bangkok.
Carter, W.N. 1991. Disaster Management: A Disaster Manager’s Handbook. ADB. Manila.
Kuroiwa, J. 2004. Disaster Reduction: Living in Harmony with Nature. Quebecor World Peru. Lima.
Nott, J. 2006. Extreme Events: A Physical Reconstruction and Risk Assessment. Cambridge Univ. Press. Cambridge.
Oya, M., 2001, Applied Geomorphology for Mitigation of Natural Hazards, Kluwer Academic Publ., Dordrecht.
Smith, K., 1996, Environment Hazards: Assessing Risk and Reducing Disaster, Routledge, London.
Sustainable Capacity Building for Decentralization Project (SCB-DP), ADB Loan No. 1964-INO. Desember 2007. Pedoman Umum Diklat Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Daerah (Environtmental Assesment and Management). Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.

Kamis, 30 September 2010

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

LATAR BELAKANG
Pembangunan yang berkelanjutan perlu memperhatikan dampak serta aspiratif dengan adat istiadat masyarakat di sekitar lokasi pembangunan. Seluruh stake holders yang berhubungan langsung dengan pembangunan terlibat dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat setempat, pengusaha (investor), serta Pemerintah harus saling terpadu untuk berupaya secara maksimal mengembangkan potensi sumberdaya pembangunan yang memperhitungkan keuntungan dan manfaat rakyat banyak.
Pembangunan perlu direncanakan secara matang dan terpadu dengan memperhatikan segala sudut pandang serta persepsi yang saling mempengaruhi. Para pengambil kebijakan perlu berhati-hati dalam menerapkan hasil kebijakannya, oleh karena itu sebelum kebijakan dilaksanakan dilakukan terlebih dahulu penelitian dan pengkajian yang mendalam terhadap semua aspek yang berkaitan dengan berbagai aspek. Mulai dari potensi yang dimiliki daerah setempat, adat istiadat kebiasaan hidup masyarakat sekitar kegiatan pembangunan, dan kepercayaan yang dianutnya.

KONSEP DAN PENGERTIAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat adalah tujuan utama pembangunan. Kebutuhan dasar sebagian besar penduduk di bumi ini seperti pangan, sandang, papan, pekerjaan perlu terpenuhi, disamping mempunyai cita-cita akan kehidupan yang lebih baik.
Konsep pembangunan berkelanjutan mengimplikasikan batas bukan absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh teknologi dan organisasi masyarakat serta oleh kemampuan kehidupan bumi menyerap dampak kegiatan manusia.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut:
1.Menjamin pemerataan dan keadilan sosial
2.Menghargai keanekaragaman (diversity)
3.Menggunakan pendekatan integratif
4.Meminta perspektif jangka panjang
Di dalam pembangunan berkelanjutan terkandung dua gagasan penting, yaitu gagasan kebutuhan yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia serta gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Sehingga untuk memenuhi dua gagasan tersebut diperlukan syarat-syarat untuk pembangunan berkelanjutan, sebagai berikut
1.Keberlanjutan Ekologis
2.Keberlanjutan Ekonomi
3.Keberlanjutan Sosial dan Budaya
4.Keberlanjutan Politik
5.Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan
Pembangunan berkelanjutan perlu mendapatkan perhatian agar supaya suatu daerah dapat dikembangkan dengan tidak mengganggu ekosistem lingkungan yang ada. Masyarakat setempat tidak terpinggirkan kepentingannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik.

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENUJU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pembangunan yang berkelanjutan sangat berkaitan erat dengan program, kebijakan pengelolaan lingkungan hidup. Terpenuhinya konsepsi pembangunan yang berkelanjutan memerlukan nilai-nilai dasar dalam pelestarian lingkungan yang terdiri dari butir-butir sebagai berikut.
1.Pelestarian lingkungan dilaksanakan berdasarkan konsep Pembangunan Berkelanjutan yaitu pembangunan yang memenuhi aspirasi dan kebutukan manusia saat ini, tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan manusia pada generasi-generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan didasarkan atas kesejahteraan masyarakat serta keadilan dalam jangka waktu pendek, menengah dan panjang dengan keseimbangan pertumbuhan ekonomi, dinamika sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
2.Fungsi lingkungan perlu dilestarikan demi kepentingan manusia baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Pengambilan keputusan dalam pembangunan perlu memperhatikan pertimbangan daya dukung lingkungan sesuai fungsinya. Daya dukung lingkungan menjadi kendala (constraint) dalam pengambilan keputusan dan prinsip ini perlu dilakukan secara kontinyu dan konsekuen.
3.Pemanfaatan sumber daya alam tak terpulihkan perlu memperhatikan kebutuhan antar generasi. Pemanfaatan sumber daya alam terpulihkan perlu mempertahankan daya pemulihannya.
4.Setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat dan berkewajiban untuk melestarikan lingkungan. Oleh karenanya, setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan informasi lingkungan yang benar, lengkap dan mutakhir.
5.Dalam pelestarian lingkungan, usaha pencegahan lebih diutamakan daripada usaha penanggulangan dan pemulihan.
6.Kualitas lingkungan ditetapkan berdasarkan fungsinya. Pencemaran dan kerusakan lingkungan perlu dihindari bila sampai terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan, maka diadakan penanggulangan dan pemulihan dengan tanggung jawab pada pihak yang menyebabkannya
Pelestarian lingkungan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pelestarian melalui pendekatan manajemen yang layak dengan sistem pertanggungjawaban. Sistem manajemen pengelolaan lingkungan diperlukan untuk mendorong pengelolaan program pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan. Salah satu kegiatan yang bias dilakukan adalah melalui instrument insentif reputasi/citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik dan instrumen disinsentif reputasi/citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang buruk atau pengurangan pajak bagi kegiatan pembangunan yang berprinsip mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Selain itu masyarakat luas diberikan kesempatan luas untuk berperan secara aktif dalam pengendalian dampak lingkungan. Sebagaimana layaknya proses demokratisasi, peranan masyarakat dan individu secara aktif dituntut baik sebagai individu maupun secara berkelompok untuk mengontro setiap proses pembangunan menuju terciptanya prinsip-prinsip Good Environmental Governance (GEG), antara lain transparansi, fairness, partisipasi multi stakeholders, dan akuntabel.

KESIMPULAN
Pembangunan berkelanjutan mempunyai arti upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat masa kini dengan tanpa mengurangi kemampuan atau kebutuhan generasi mendatang. Perencanaan menjadi titik awal dalam proses pembangunan, sehingga keterlibatan seluruh stakeholders sangat diperlukan dalam langkah awal yang sangat menentukan tersebut. Pengembangan suatu wilayah, tentunya memerlukan kajian yang sangat mendalam agar supaya prinsip berkelanjutan dapat terpenuhi.
Mekanisme dalam penyelenggaraan pembangunan akan baik apabila sesuai dengan alur proses manajemen, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi. Di dalam tahapan perencanaan harus sudah mulai dipikirkan kemungkinan tercapainyanya dalam tahapan pelaksanaan, artinya rencana kegiatan akan diupayakan secara maksimal dalam pelaksanaannya. Aspek-aspek apa yang perlu direncanakan untuk dilaksanakan sebagai contoh adalah bagaimana aspek pengembangan masyarakat; pengembangan produk yang mencakup aspek tata ruang, sarana dan prasarana, atraksi dan kegiatan, pendidikan dan sistem penghargaan; pengembangan usaha; pengembangan pemasaran. Akhirnya untuk menilai keberhasilan proses perencanaan dan pelaksanaan tersebut diperlukan mekanisme tahapan pemantauan dan evaluasi yang dapat diukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Walaupun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa masih dijumpainya kendala-kendala penyelenggaraan pembangunan yang berkelanjutan. Misalnya dalam hal strategi pembinaan, kerangka penataan termasuk di dalamnya pembentukan perangkat organisasi yang sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah yang masih memerlukan beberapa peraturan daerah serta koordinasi dengan sektor terkait secara terpadu dan mempunyai komitmen bersama untuk kepentingan pemenuhan hajat hidup masyarakat saat ini dan berkelanjutan sampai pada generasi masa depan.

REFERENSI
Baiquni, M. 2004. Membangun Pusat-pusat di Pinggiran, Otonomi di Negara Kepulauan. IdeAs dan PKPEK. Yogyakarta.
Djajadiningrat, Surna T. 2001. Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Studio Tekno Ekonomi, Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung.
Soemarwoto, Otto. 2001. Atur-Diri-Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Ligkungan Hidup. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soerjani, M., R. Ahmad, dan R. Munir. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Senin, 30 Agustus 2010

EVALUASI PASCADIKLAT TRANSFORMASI BIROKRASI, BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era globalisasi membawa dampak terjadinya perubahan yang sangat dinamis. Masyarakat semakin berkembang dan menuntut proses pelayanan yang efektif dan efisien, hal ini mengharuskan adanya peningkatan kinerja birokrasi menjadi lebih kompeten. Profesionalisme sumberdaya aparatur daerah mutlak perlu pengembangan secara optimal melalui pendidikan dan pelatihan, sehingga dapat melakukan pelayanan publik secara baik sebagai dinamisator dan fasilitator masyarakat. Dengan demikian aparatu dapat mengelola dan mengembangkan potensi wilayah yang dimiliki daerah untuk dapat dipasarkan serta dimanfaatkan menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat.
Globalisasi menuntut aparatur penyelenggara negara untuk siap melaksanakan fungsi dan tugasnya secara profesional. Untuk menuju birokrasi yang handal diperlukan tingkat kompetensi yang memenuhi standar. Konsep dalam hal strategi, kebijakan dalam setiap pengambilan keputusan dilandasi visi ke depan yang terukur. Menjalin jejaring antar stakeholders yang berkaitan lingkup pengelolaan tugas diperlukan untuk menambah relasi. Dan yang paling penting dilakukan setiap birokrasi dalam komitmen bersama untuk menuju visi dan misi yang telah menjadi tujuan yang disepakati.
Untuk itu diperlukan birokrat yang mempunyai pemikiran yang berwawasan global dan mempunyai jiwa kewirausahaan, sehingga diharapkan mampu mengelola dan memanfaatkan sumberdaya lokal baik sumber daya manusia maupun sumberdaya alam untuk pembangunan daerah secara efektif dan efisien yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat.
Berangkat dari pemikiran di atas, maka diperlukan upaya untuk mengetahui seberapa jauh telah terjadi perubahan birokrasi. Hal tersebut dapat diperoleh secara terukur berdasarkan tingkat keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu tolok ukurnya adalah dengan melakukan evaluasi diklat Transformasi Birokrasi yang telah diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007.

B. Tujuan
Tujuan pelaksanaan evaluasi pascadiklat adalah sebagai berikut.
1.Untuk mengetahui tingkat perbaikan kinerja alumni, yaitu perbaikan tindak kerja alumni yang berkaitan dengan tujuan program diklat Transformasi Birokrasi.
2.Untuk mengetahui tingkat pendayagunaan alumni, yaitu seberapa jauh pelibatan alumni dalam kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya dalam pelatihan.
3.Untuk mengetahui tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan, yaitu seberapa jauh kesesuaian materi pelajaran untuk dapat diterapkan dan menunjang kinerja instansi.
4.Untuk mengetahui tingkat implementasi konsep dan teori transformasi birokrasi di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu melihat kebijakan-kebijakan yang sedang dilaksanakan berikut implikasinya terhadap transformasi birokrasi.

C. Manfaat
Manfaat evaluasi pascadiklat Transformasi Birokrasi adalah sebagai berikut.
1.Mengetahui persepsi umum alumni terhadap proses transformasi birokrasi.
2.Umpan balik dalam rangka perbaikan program kediklatan.
3.Mendapatkan Informasi sebagai bahan penentuan kebijakan tindak lanjut pengembangan sumberdaya manusia aparatur di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Deskripsi Obyek Evaluasi
Deskripsi obyek evaluasi pascadiklat adalah sebagai berikut.
1.Obyek evaluasi adalah Alumni Diklat Transformasi Birokrasi Angkatan VIII Tahun 2007, dengan jumlah alumni 39 orang.
2.Tujuan
Tujuan instruksional umum dari Diklat Transformasi Birokrasi adalah menyiapkan aparat Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menghadapi perubahan yang terjadi dengan meningkatkan profesionalisme dan penanaman jiwa kewirausahaan, sehingga dapat mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dimiliki daerah demi kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan tujuan secara khususnya adalah sebagai berikut:
a.memberikan pembekalan peserta agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, efektif, dan efisien;
b.memperluas wawasan enterpreunership, pengetahuan, dan peningkatan kemampuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah;
c.mampu melaksanakan tugas-tugas pokok pemerintahan daerah secara terampil, senantiasa membina hubungan baik dengan instansi terkait;
d.mampu melihat sudut pandang pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia untuk mensejahterakan masyarakat dari sisi kewirausahaan.
Sasaran yang dituju dari Diklat Transformasi Birokrasi adalah terwujudnya kompetensi yang dimiliki pejabat eselon III dan IV untuk setiap instansi yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang diharapkan mempunyai visi ke depan yang positif, mampu mengaplikasikan konsep-konsep corporate culture dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari.
3. Peserta
Peserta pelatihan adalah pejabat eselon III, IV, dan pejabat fungsional di lingkungan Pemerintah Propinsi DIY, Kabupaten, dan Kota di Wilayah Provinsi DIY, dengan Jumlah peserta diklat transformasi birokrasi angkatan VIII tahun 2007 sebanyak 39 orang. Persyaratan peserta sebagai berikut:
a.Moral yang baik.
b.Dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan organisasi.
c.Kemampuan menjaga reputasi diri dan instansinya.
d.Jasmani dan rohani yang sehat.
e.Motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kompetensi.
f.Prestasi yang baik dalam melaksanakan tugas.
g.Diusulkan oleh Kepala Instansi yang bersangkutan.
h.Dinyatakan lulus seleksi administratif oleh Penyelenggara.
4. Pengajar
Materi pelajaran disampaikan oleh para pengajar atau penceramah yang didampingi moderator, serta pembimbing kertas kerja yang berasal dari.
a.IMA (Indonesia Marketing Association) Chapter D.I.Y.
b.Widyaiswara Provinsi D.I.Y.
c.Pejabat Struktural di lingkungan Pemerintah Provinsi D.I.Y.
d.Pakar di bidangnya.
e.Bupati/Walikota se Provinsi D.I.Y.
f.Alumni Diklat Transformasi Birokrasi.
5. Pembiayaan
Semua biaya penyelenggaraan Diklat Transformasi Birokrasi dibebankan pada APBD Pemerintah Provinsi D.I.Y. Tahun Anggaran 2007 pada Badan Diklat Provinsi D.I.Y.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tingkat keberhasilan suatu pelatihan memerlukan feed back atau umpan balik dari berbagai pihak. Hal inilah yang melandasi pentingnya kegiatan evaluasi pascadiklat dilakukan. Efektifitas dan efisiensi suatu pelatihan perlu dilakukan evaluasi yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Selain itu, evaluasi pelatihan juga dipergunakan sebagai dasar untuk memperbaiki segala kekurangan yang ada baik dalam aspek materi pelatihan, aspek penyelenggaraan, proses belajar maupun aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan pelatihan tersebut. Untuk itu, ada berbagai cara evaluasi yang dapat dipergunakan, baik untuk mengetahui "suasana pelatihan", efektifitas metoda dan media, kemampuan fasilitator, maupun efektifitas penyelenggaraan pelatihan itu sendiri. Dalam Pendidikan Orang Dewasa, evaluasi pelatihan lebih banyak ditekankan pada aspek "perubahan tingkah laku" daripada yang bersifat peningkatan pemahaman. Oleh karena itu, evaluasi pelatihan lebih banyak dilakukan secara partisipatif yang melibatkan seluruh komponen pelatihan.

A. Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu tahapan dalam manajemen: "Controlling". Menurut Blaire R. Worthen (1986) "… Evaluation is one of the most widely discussed but little used…". Untuk dapat mengevaluasi suatu program perlu Penguasaan Teknik Evaluasi dan menghilangkan "Culture Barrier". Diantaranya adalah mampu melakukan kegiatan evaluasi terhadap kegiatan sesuai tupoksi serta mengubah mental set yang resisten terhadap kegiatan evaluasi menjadi pendorong perbaikan program.
Evaluasi didefinisikan sebagai upaya yang seksama untuk mengumpulkan, menyusun dan mengolah fakta, data dan informasi untuk menyimpulkan harga, nilai, kegunaan, kinerja dan lain-lain mengenai sesuatu (barang, program, kegiatan, organisasi, pekerjaan dll.) serta menggunakan kesimpulan itu dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan (Sarbini, 1995).

B. Tahapan Evaluasi
Tahapan evaluasi menurut Blain R. Sanders & James R. Sanders, 1984 adalah sebagai berikut:
1. Pemfokusan Evaluasi (Delineating)
•Subyek Evaluasi
•Jenis Data yang akan diambil
•Cara pengambilan data
2. Pengumpulan dan Analisa Data (Obtaining)
•Sumber data
•Jenis data
•Populasi dan metode sampling
•Cara/metode serta instrumen pengumpulan data
3. Penyimpulan, Perumusan dan Penyajian Informasi Hasil Evaluasi (Providing)
•Kinerja program/kegiatan beserta komponennya
•Rumusan alternatif

C. Metoda Evaluasi
Metode evaluasi dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu.
1.Metode Kuantitatif, yaitu metode yang berbasis data kuantitatif dengan teknik analisis data berdasarkan kalkulasi statistik.
2.Metode Kualitatif, yaitu metode yang berbasis data kualitatif.
Fokus pada obyek evaluasi melalui variabel-variabel kegiatan dan informasi kegiatan. Penentuan rencana kerja meliputi penetapan rencana pelaporan, penetapan prioritas kegiatan, penetapan anggota tim dan ketugasannya, dan Penetapan jadwal.
Pengumpulan data dilakukan secara langsung dari sumber data, Pengumpulan data melalui data sekunder, pengumpulan dari sumber data yang lain, dan data dari pengalaman evaluator. Yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data adalah durasi waktu, sebaran lokasi sumber data, biaya yang tersedia, dan hambatan dari responden.
Analisa data dilakukan dengan mengggunakan pendekatan yang tepat dan mudah pengoperasiannya, alokasikan waktu yang panjang, konsultasi dengan ahli, konsultasi dengan user.
Dalam penyimpulan dan perumusan rekomendasi harus link and match dengan tujuan semula, rumusan alternatif rekomendasi harus jelas, skala prioritas terhadap hasil rekomendasi, rekomendasi bersifat operasional baik dari aspek teknis maupun anggaran.
Evaluasi input meliputi kesiapan bahan, kesiapan peralatan, kesiapan tenaga kerja. Evaluasi proses yaitu cara/metoda, sekuensi/pentahapan, alokasi waktu. Evaluasi output untuk mengetahui sesuatu apa yang langsung dapat diperoleh dari pelaksanaan kegiatan. Evaluasi outcome menekankan terhadap kinerja/produk sesuai standarisasi yang ada.

BAB III
ANALISA DATA

A. Kriteria Evaluasi Penilaian Metode Kuantitatif
Data yang diambil dari responden adalah data penilaian responden terhadap alumni, sehingga pengukuran yang dihasilkan merupakan pengukuran kinerja yang sesungguhnya tetapi lebih merupakan persepsi responden terhadap kinerja alumni. Skor jawaban dengan menggunakan skala Likert (5 pilihan) dengan skor minimal = 1 dan skor maksimal = 5.
Jawaban responden terhadap kuesioner yang telah diberikan kepada alumni diklat Transformasi Birokrasi, kemudian disusun dan diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) indikator atau variabel, yaitu indikator tingkat perbaikan kinerja alumni, indikator pendayagunaan alumni, dan indikator tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan.
Masing-masing variabel diberikan penilaian atau skor pada tiap-tiap bagian pertanyaan. Total skor yang dicapai masing-masing responden kemudian diklasifikasikan ke dalam 5 kategori yaitu sangat kurang, kurang, sedang, baik, dan memuaskan.
Jumlah pertanyaan menentukan dalam penentuan kategori yang dipergunakan untuk mengukur variabel. Jumlah pertanyaan yang ada dalam tiap variabel yang terdapat dalam kuesioner yang ditujukan kepada responden alumni diklat, adalah sebagai berikut.
1.Pertanyaan Pilihan Berganda (Multiple Choice).
a.Untuk variabel tingkat perbaikan kinerja alumni : 10 soal.
b.Untuk variabel pendayagunaan alumni : 10 soal.
c.Variabel tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan: 29 soal.
d.Variabel implementasi konsep dan teori transformasi birokrasi: 14 soal.
2.Pertanyaan Terbuka sebanyak 6 buah pertanyaan.

Dari jumlah pertanyaan tersebut kriteria penilaian yang dapat dijadikan sebagai kategori penilaian adalah sebagai berikut.
1.Jumlah pertanyaan yang diajukan kepada responden sebanyak 10 buah.
Jawaban pertanyaan keseluruhan untuk satu responden mempunyai skor maksimum = 50 dan skor minimum = 10. Interval skor dapat dihitung dengan mempergunakan perhitungan sebagai berikut.
Interval = skor maksimum – skor minimum
Jumlah kategori


= 50 – 10
5

= 8

Interval yang diperoleh dipergunakan untuk menggolongkan kategori adalah sebagai berikut.
a. Kategori Sangat Kurang : < 18
b. Kategori Kurang : 19 - 26
c. Kategori Sedang : 27 - 34
d. Kategori Baik : 35 - 42
e. Kategori Memuaskan : > 42

2. Jumlah pertanyaan yang diajukan kepada responden sebanyak 29 buah.
Jawaban pertanyaan keseluruhan untuk satu responden mempunyai skor maksimum = 155 dan skor minimum = 31. Interval skor dapat dihitung dengan mempergunakan perhitungan sebagai berikut.
Interval = skor maksimum – skor minimum
Jumlah kategori

= 145 – 29
5

= 23,2

Interval yang diperoleh dipergunakan untuk menggolongkan kategori adalah sebagai berikut.
a. Kategori Sangat Kurang : < 76
b. Kategori Kurang : 77 - 99
c. Kategori Sedang : 100 - 122
d. Kategori Baik : 123 - 145
e. Kategori Memuaskan : > 145

3. Jumlah pertanyaan yang diajukan kepada responden sebanyak 14 buah.
Jawaban pertanyaan keseluruhan untuk satu responden mempunyai skor maksimum = 70 dan skor minimum = 14. Interval skor dapat dihitung dengan mempergunakan perhitungan sebagai berikut.
Interval = skor maksimum – skor minimum
Jumlah kategori

= 70 – 14
5

= 11,2

Interval yang diperoleh dipergunakan untuk menggolongkan kategori adalah sebagai berikut.
a. Kategori Sangat Kurang : < 37
b. Kategori Kurang : 37 - 48
c. Kategori Sedang : 49 - 59
d. Kategori Baik : 60 - 70
e. Kategori Memuaskan : > 70
Kriteria Penilaian Hasil Rerata Keseluruhan
Kriteria penilaian kuantitatif yang lain didasarkan pada hasil rerata dari seluruh skor penilaian setiap variabel. Nilai atau skor hasil dari jawaban responden dirata-rata setiap variabel, kemudian hasil rata-rata tersebut kesimpulan hasil evaluasi dapat dilihat dari kriteria penggolongan kategori sebagai berikut.
a. Kategori Sangat Kurang : 0 - 1
b. Kategori Kurang : ≥ 1 - 2
c. Kategori Sedang : ≥ 2 - 3
d. Kategori Baik : ≥ 3 - 4
e. Kategori Memuaskan : ≥ 4

B. Kriteria Evaluasi Penilaian Metode Kualitatif
Evaluasi penilaian dengan metode kualitatif didasarkan dari hasil jawaban responden atas pertanyaan terbuka di dalam kuesioner. Beberapa jawaban yang sama dirangkum menjadi kesimpulan. Jawaban yang berbeda-beda tetap menjadi bahan kesimpulan evaluasi pascadiklat. Meskipun jawaban orang-perorang dari responden diakui mempunyai kelemahan yang berkecenderungan subyektif, tetapi jawaban tersebut tetap diinventarisasi dengan tujuan ke arah penyempurnaan proses penyelenggaraan diklat transformasi birokrasi.
Evaluasi penilaian dengan metode kualitatif tersebut dideskripsikan untuk membuat gambaran secara obyektif, sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Fenomena atau peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan proses pelaksanaan diklat tersebut berkaitan dengan tindaklanjut diklat transformasi birokrasi, perlu tidaknya temu alumni Diklat Transformasi Birokrasi, kualitas bahan ajar, sarana dan prasarana belajar, materi pelajaran, widyaiswara, nara sumber, instruktur, panitia, pendamping, dan konsumsi.
Tidak semua responden mengisi atau memberikan jawaban Jawaban atas pertanyaan terbuka. Dari jawaban responden yang masuk dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.Diklat transformasi birokrasi menurut semua jawaban responden ternyata perlu ditindaklanjuti dengan diklat transformasi birokrasi lanjutan. Demikian juga temu alumni diklat transformasi birokrasi juga perlu dilaksanakan.

2.Saran terhadap bahan ajar:
a.materi agar selalu diperbarui,
b.materi dalam bahasa Indonesia,
c.sesuaikan dengan perkembangan zaman,
d.sesuaikan dengan peraturan perundang-undangan,
e.kurangi yang bersifat teori,
f.lebih aplikatif / terlalu berpola pikir Amerika,
g.kurang implementatif,
h.materi berupa buku kurang praktis dan terlalu teoritis,
i.materi agar berorientasi pada kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta,
j.materi agar lebih berorientasi pada pemerintahan yang efektif bukan pada marketing.

3.Saran terhadap sarana dan prasarana:
a.agar berorientasi pada sarana dan prasarana berbasis teknologi informasi,
b.perlu dikembangkan,
c.sudah memadai/cukup,
d.perlu laboratorium/simulasi,
e.tingkatkan untuk ruang simulasi,
f.tempat duduk kurang ergonomic/tidak perlu bagus tetapi nyaman untuk duduk
g.kapasitas terlalu penuh untuk 40 peserta,
h.perlu disain ruangan yang mendorong dinamika peserta.

4.Saran terhadap materi pembelajaran:
a.agar selalu di up date,
b.sudah baik,
c.sesuaikan dengan situasi,
d.sesuaikan dengan perkembangan,
e.perlu ditingkatkan,
f.kurang berorientasi pada praktek lapangan,
g.tingkatkan penguasaan materi,
h.sederhanakan dan sesuaikan dengan kebutuhan peserta,
i.perlu outward bound,
j.perlu materi bahasa inggris/sesekali pengajar menggunakan bahasa inggris,
k.tugas akhir agar lebih variatif, tidak hanya masalah pemasaran.

5.Saran terhadap pengajar:
a.sesuaikan dengan kompetensinya,
b.sudah baik/cukup,
c.perlu lebih ditingkatkan,
d.perlu diseleksi lebih ketat,
e.kurang profesional,
f.metode penyampaian materi dari pengajar terlalu monoton,
g.perlu pengajar dari ilmu pemerintahan/administrasi negara agar materi lebih seimbang (tidak terlalu marketing minded).

6.Saran terhadap panitia, pendamping, dan konsumsi:
a.perlu memperhatikan tempat pembelajaran,
b.cukup baik,
c.peran panitia menentukan, oleh karena itu perlu ditingkatkan pelayanannya,
d.setting tempat duduk sebaiknya dengan berbentuk huruf U,
e.sudah sangat baik,
f.perlu peningkatkan,
g.jangan terlalu mudah mengganti jadwal pengajar,
h.waktu tidak perlu diselang-seling dengan libur diklat (peserta jadi tidak fokus ke diklat),
i.tugas resume buku tidak efektif, prakteknya hanya tugas dilakukan dengan copy – paste.

C. Jumlah Data yang Terkumpul
Dari keseluruhan target responden yang diinginkan yaitu sejumlah 39 orang alumni diklat Transformasi Birokrasi, data yang terkumpul berjumlah 34 eksemplar (87,18%) dari alumni diklat Transformasi Birokrasi (Tabel 1).
Tabel 1. Jumlah Kuesioner Terkumpul

No. Responden Jumlah Target Populasi Data Masuk Persentase
1. Alumni 39 34 87,18
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2008

D. Variabel Perbaikan Kinerja Alumni
1. Jumlah Pertanyaan
Untuk mengetahui tingkat perbaikan kinerja alumni diberikan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan untuk diisi alumni diklat Transformasi Birokrasi. Pertanyaan tersebut menggambarkan pengaruh diklat terhadap tingkat kompetensi alumni yang berkaitan dengan Transformasi Birokrasi.
2. Kecenderungan Penilaian
Perlu dikelaskan bahwa responden tidak diberikan prediktor masing-masing item kuesioner untuk menentukan besaran penilaian, oleh karena itu kualitas jawaban sangat tergantung dari kemampuan atau sikap responden terhadap alumni pelatihan. Namun dari peta jawaban dapat dilihat bahwa kecenderungan jawaban responden dari alumni dapat dikatakan sama. Secara rinci kecenderungan jawaban responden dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 2).
Tabel 2. Kecenderungan Responden Alumni Diklat terhadap Tingkat Perbaikan Kinerja Alumni Diklat Transformasi Birokrasi

No. Tingkat Perbaikan Kinerja Alumni Jumlah Persentase
1.
2.
3.
4.
5. Kurang Sekali (< 18)
Kurang (19 – 26)
Sedang (27 - 34)
Baik (35 – 42)
Memuaskan (> 42) 0
0
13
20
1 0,00
0,00
38,23
58,82
2,94
Jumlah keseluruhan 34 100,0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2008
Dari hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,37, hal ini menunjukkan tingkat perbaikan kinerja alumni diklat transformasi birokrasi dalam kategori baik.
Walaupun secara umum terjadi perbaikan kinerja yang baik, dari hasil jawaban kuesioner per item kalimat dalam kuesioner ada yang berkecenderungan termasuk kategori kurang, yaitu adanya hambatan-hambatan secara struktural, sistem, dan peraturan dalam melaksanakan tupoksi instansi menuju transformasi birokrasi.

E. Variabel Pendayagunaan Alumni
1. Jumlah Pertanyaan
Untuk mengetahui tingkat perbaikan kinerja alumni diberikan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan untuk diisi alumni diklat Transformasi Birokrasi. Pertanyaan tersebut menggambarkan pengaruh diklat terhadap tingkat pendayagunaan alumni yang berkaitan dengan Transformasi Birokrasi.
2. Kecenderungan Penilaian
Secara rinci kecenderungan jawaban responden dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 3).
Tabel 3. Kecenderungan Responden Alumni Diklat terhadap Tingkat Pendayagunaan Alumni Diklat Transformasi Birokrasi

No. Tingkat Pendayagunaan Alumni Jumlah Persentase
1.
2.
3.
4.
5. Kurang Sekali (< 18)
Kurang (19 - 26)
Sedang (27 - 34)
Baik (35 - 42)
Memuaskan (> 42) 0
1
18
13
2 0,00
2,94
52,94
38,24
5,88
Jumlah keseluruhan 34 100,0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2008

Dari hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,32, hal ini menunjukkan tingkat pendayagunaan alumni diklat transformasi birokrasi dalam kategori baik.

E.Variabel Tingkat Kesesuaian Pengetahuan dan Ketrampilan selama Diklat dengan Kebutuhan Kompetensi di Lapangan.
1. Jumlah Pertanyaan
Untuk mengetahui tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan, responden diberikan kuesioner yang berisi 29 pertanyaan untuk diisi alumni diklat Transformasi Birokrasi. Pertanyaan tersebut menggambarkan penilaian pada materi pada setiap mata pelajaran dalam diklat Transformasi Birokrasi.
2. Kecenderungan Penilaian
Secara rinci kecenderungan jawaban responden dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 4).
Tabel 4. Kecenderungan Responden Alumni Diklat terhadap Tingkat Kesesuaian Pengetahuan dan Ketrampilan selama Diklat dengan Kebutuhan Kompetensi di Lapangan

No. Tingkat Kesesuaian Pengetahuan dan Ketrampilan selama Diklat dengan Kebutuhan Kompetensi di Lapangan menurut Alumni Diklat Transformasi Birokrasi Jumlah Persentase
1.
2.
3.
4.
5. Kurang Sekali (< 76)
Kurang (77 - 99)
Sedang (100 - 122)
Baik (123 - 145)
Memuaskan (> 145) 0
5
22
7
0 0,00
14,70
64,71
20,59
0,00
Jumlah keseluruhan 34 100,0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2008
Dari hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,88. Hal ini menunjukkan tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan termasuk dalam kategori baik.

F.Variabel Implementasi Konsep dan Teori Transformasi Birokrasi
1. Jumlah Pertanyaan
Untuk mengetahui tingkat implementasi konsep dan teori transformasi birokrasi, responden diberikan kuesioner yang berisi 14 pertanyaan untuk diisi alumni diklat Transformasi Birokrasi. Pertanyaan tersebut menggambarkan penilaian implementasi konsep dan teori yang diberikan dalam diklat Transformasi Birokrasi atau realitas kebijakan yang telah dan sedang diterapkan di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini.
2. Kecenderungan Penilaian
Secara rinci kecenderungan jawaban responden dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 5).
Tabel 5. Kecenderungan Responden Alumni Diklat terhadap Tingkat Implementasi Konsep dan Teori Transformasi Birokrasi

No. Tingkat Implementasi Konsep dan Teori Transformasi Birokrasi Jumlah Persentase
1.
2.
3.
4.
5. Kurang Sekali (< 37)
Kurang (37 - 48)
Sedang (49 - 59)
Baik (60 - 70)
Memuaskan (> 70) 0
15
18
1
0 0,00
44,12
52,94
2,94
0,00
Jumlah keseluruhan 34 100,0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2008
Dari hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,65. Hal ini menunjukkan tingkat implementasi konsep dan teori transformasi birokrasi di Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk dalam kategori baik.
Walaupun dari rerata keseluruhan baik, tetapi ada yang perlu mendapat catatan dalam implementasi kebijakan di Provinsi D.I.Y. Dari hasil rerata pada pointer kalimat tentang pemerintah sebaiknya tidak melakukan semua kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan publik, serta insentif yang dilakukan selama ini di pemda provinsi D.I.Y. sudah baik., kecenderungan responden menjawab netral (sedang). Artinya Pemda Provinsi D.I.Y. dalam melaksanakan pelayanan publik perlu menekankan peran Pemda sebagai dinamisator dan fasilitator, selain itu dalam hal insentif bagi aparatur perlu peningkatan menjadi lebih baik.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hasil evaluasi pascadiklat Transformasi Birokrasi didasarkan dari hasil kuesioner terhadap alumni diklat diklat Transformasi Birokrasi Angkatan VIII tahun 2007. Dari data dan uraian dalam analisis dan pembahasan hasil evaluasi pascadiklat Transformasi Birokrasi dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.Menurut persepsi alumni terdapat kecenderungan terbesar terjadi perbaikan tingkat kinerja alumni yang baik (58,82%). Hasil rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,37 termasuk dalam kategori baik.
2.Tingkat pendayagunaan alumni menurut persepsi alumni mempunyai kecenderungan terbesar dalam pendayagunaan alumni yang sedang (52,94%). Hasil rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,32 termasuk dalam kategori baik.
3.Tingkat kesesuaian pengetahuan dan ketrampilan selama diklat dengan kebutuhan kompetensi di lapangan menurut persepsi alumni mempunyai kecenderungan terbesar mempunyai tingkat kesesuaian yang sedang (64,71%). Hasil rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,88 termasuk dalam kategori baik.

4.Menurut persepsi alumni terdapat kecendurungan terbesar tingkat implementasi konsep dan teori transformasi birokrasi yang sedang (52,94). Hasil rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,65 termasuk dalam kategori baik.
5.Hasil analisa kualitatif menunjukkan perlunya tindaklanjut diklat transformasi birokrasi dalam bentuk penyelenggaraan diklat lanjutan serta perlunya temu alumni diklat transformasi birokrasi. Beberapa jawaban responden atas pertanyaan terbuka tentang bahan ajar, sarana prasarana, materi pembelajaran, pengajar, pendamping, dan konsumsi menunjukkan adanya variasi jawaban yang perlu dianalis lebih lanjut untuk mengurangi kecenderungan kesimpulan jawaban yang subyektif.

B. SARAN
1.Melihat hasil evaluasi yang mempunyai kecenderungan adanya peningkatan kompetensi alumni diklat yang baik, diharapkan diklat Transformasi Birokrasi dapat dipertahankan penyelenggaraannya setiap tahun anggaran dengan materi yang selalu mengukuti isu-isu aktual di bidang pemerintahan.
2.Dukungan dari para top manajer di Pemerintah Provinsi D.I.Y. tetap dipertahankan, guna menambah eksistensi diklat transformasi birokrasi di jajaran aparatur Pemda Provinsi D.I.Y.
2.Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Transformasi Birokrasi diharapkan dapat berlangsung secara terpadu dan berkesinambungan, antara pilar-pilar diklat yaitu kelembagaan diklat, program diklat, sumberdaya penyelenggara diklat, dan widyaiswara dengan dukungan penuh seluruh instansi dan policy maker dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia aparatur Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


DAFTAR PUSTAKA


Pratista, A. 2005. Aplikasi SPSS10.05 dalam Statistik dan Rancangan Percobaan. CV. Alfabeta. Bandung.

Deliveri Organization. 2006. Modul 15 Evaluasi Program Pelatihan. www.deliveri.org/guidelines/training/tm15/tm15_modul15i.htm. 27-6-2006.

Djarwanto, P.S., Subagyo, P.1985. Statistik Induktif. BPFE. Yogyakarta.

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal. 151.