Selasa, 09 Februari 2010

KONSEKUENSI OTONOMI DAERAH

Otonomi daerah membawa konsekuensi bagi Pemerintah Daerah untuk dapat melakukan pelayanan publik yang sebaik-baiknya. Tuntutan masyarakat untuk dapat memenuhi keperluan-keperluan hidupnya, harus direspon pemerintah secara aspiratif. Pelayanan publik di berbagai bidang dilakukan dengan penekanan pengelolaan yang berfokus kepada pelanggan yaitu masyarakat secara umum, swasta, serta antarinstansi pemerintah itu sendiri. Keadaan yang cukup menggembirakan telah terjadi di berbagai daerah, pemerintah daerah seakan-akan berlomba-lomba melaksanakan proses pelayanan publik dengan berbagai pendekatan. Mulai dari konsep pelayanan satu atap, pelayanan satu loket, pelayanan terpadu, pelayanan satu pintu, dan pelayanan satu meja. Bahkan ada yang mentargetkan perlunya pengakuan secara internasional dengan melakukan sertifikasi ISO.
Beberapa hal yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan dalam proses pelayanan publik adalah adanya pengakuan dari masyarakat, kepuasan masyarakat, serta lancarnya pemenuhan keperluan-keperluan hidup masyarakat di wilayah dimana pelayanan publik diberikan. Hal tersebut tidak terlepas dari kualitas penampilan atau performance pelayanan publik, mempunyai ciri khas sebagai dasar ketertarikan publik, dapat dipercaya dari sisi waktu pelayanan, pelayanan yang sesuai dengan standarisasi lokal dan global, ketahanan terhadap situasi dan kondisi yang buruk, kemampuan dalam melakukan pelayanan, serta estetika para petugas pelayanan publik.
Pada prinsipnya pelayanan publik tidak bisa terlepas dari permasalahan pemenuhan kepentingan umum. Hal inilah yang mendasari perlunya suatu metode atau proses pelayanan yang berbasis kepada kepentingan publik. Hal ini merupakan sikap responsif dari pemerintah dalam upaya pemenuhan kepentingan umum tersebut. Pada dasarnya kepentingan umum juga merupakan perkembangan dari kepentingan pribadi orang per orang, yang dalam perkembangannya ternyata kepentingan tersebut juga diperlukan oleh sekelompok orang yang memiliki tujuan yang sama. Semakin lama kepentingan sekelompok orang tersebut semakin banyak dan berubah menjadi kepentingan umum.
Permasalahan publik tersebut sangat beragam terjadi di berbagai daerah, dan perlu mendapat pencermatan dari dua sudut pandang antara pemerintah sebagai pelayan dan masyarakat sebagai pelanggan yang harus dilayani. Kontak diantara keduanya akan menimbulkan kesenjangan-kesenjangan atau gap yang menurut Parasuraman (1985) terdapat lima buah gap yang perlu diperhatikan dalam pelayanan publik, yaitu:
1. Kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan oleh manajemen dengan jasa yang diharapkan oleh konsumen.
2. Persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dengan desain pelayanan.
3. Disain pelayanan yang dimengerti oleh karyawan dengan komunikasi dan aktifitasnya dalam memberikan pelayanan kepada konsumen.
4. Tindakan dari pemberi layanan dengan jasa yang dipersepsikan oleh konsumen.
5. Harapan pelanggan berdasarkan hasil pemasaran, pengalaman masa lalu, dan komunikasi dengan pelanggan lain terhadap penerimaan pelayanan dan pelanggan.
Bagaimana kesenjangan pelayanan tersebut dapat dilihat pada model berikut ini.



Tugas yang paling pokok setiap aparatur dan instansi pemerintah adalah pelayanan. Oleh karena itu peningkatan kinerja pelayanan pemerintah daerah dalam era otonomi daerah ini merupakan konsekuensi yang tidak akan pernah berakhir sejalan dengan adanya intitusi yang bertanggung jawab terhadap proses pelayanan tersebut. Optimalisasi kinerja pelayanan aparatur pemerintah dalam menghadapi tantangan globalisasi sekarang ini semakin komplek dan perlu mendapatkan perhatian khusus bagi pengambil kebijakan pemerintah, mulai dari pimpinan tingkat atas, menengah, maupun bawah. Diharapkan dari perhatian tersebut muncul komitmen bersama untuk selalu memprioritaskan segala fungsi, tugas pokok, dan kegiatan atau proyek yang berorientasi terhadap pelanggan yaitu masyarakat.
Pada akhirnya pelayanan Publik yang baik di era otonomi daerah merupakan konsekuensi yang harus dilaksanakan, dan untuk itu diperlukan perubahan paradigma birokrasi pemerintah yang selalu berusaha keras melayani masyarakat. Hal tersebut tidak akan dapat terwujud apabila tidak disertai komitmen dari seluruh komponen sebagai pilar-pilar good governance, yaitu pemerintah baik eksekutif, legislatif, yudikatif, unsur swasta, serta masyarakat untuk mewujudkan bersama konsepsi pelayanan publik yang baik di era otonomi daerah ini. Teknologi informasi diperlukan sebagai pendukung utama selain dukungan sarana prasarana lainnya, serta profesionalisme sumberdaya manusia aparatur sebagai ujung tombak pelaksanaan pelayanan yang berkualitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar