Bagian dari upaya widyaiswara untuk dapat turut berpartisipasi aktif dalam proses manajemen sumberdaya alam, lingkungan, kebencanaan, dan sumberdaya manusia.
Selasa, 09 Februari 2010
“TRIPPLE C STRATEGY”: TANTANGAN BIROKRASI MENUJU UPAYA PERUBAHAN
Sudah menjadi tuntutan masyarakat terhadap jalannya proses birokrasi diperlukan strategi yang berpihak langsung kepada masyarakat, baik dalam pengelolaan proses pelayanan, pembiayaan serta perubahan itu sendiri. Semua berujung pangkal satu yaitu terwujudnya perubahan yang mendasar dalam segala hal. Tentu saja yang dimaksukan disini adalah perubahan positif artinya menuju ke arah peningkatan kinerja setiap aparatur atau birokrat. Pengelolaan perubahan perlu dilakukan dengan upaya maksimal agar dapat menjawab dinamika lingkungan yang sedang terjadi serta antisipatif ke depan. Banyak teori-teori manajemen strategi yang perlu dijadikan acuan referensi atau sebagai benchmark (standar atau point yang bisa dijadikan referensi). Salah satu teori yang sedang menonjol pada saat ini adalah “Tripple C Strategy”.
Ada tiga hal pokok dalam tripple c strategi ini, yang pertama adalah pengelolaan hubungan dengan pelanggan (customer relationship Management) yang disingkat dengan CRM, “C” yang kedua adalah cost management, kemudian yang ketiga adalah management of change. CRM dapat didefinisikan sebagai suatu proses atau pendekatan manajemen untuk memperoleh, mempertahankan dan menumbuhkan keuntungan pelanggan. Secara sederhana dapat pula diartikan sebagai segala hal yang meliputi manajemen yang berhubungan dengan konsumen. Dalam birokrasi sebaiknya sudah mulai difamilierkan istilah pelanggan ini dengan masyarakat. Dengan demikian akan memudahkan langkah awal dalam CRM yaitu siapa yang menjadi pelanggan dan target kita dalam hal pelayanan baik internal maupun eksternal. Segmen mana saja yang lebih menguntungkan, artinya untuk kepentingan masyarakat harus ditentukan skala prioritas dalam pembangunan. Misalnya sektor pendidikan dan pelatihan, harus diakui sektor ini menjadi basis pola pikir generasi muda, aparatur dan masyarakat umum lainnya dalam bertindak melakukan segala kegiatan, pekerjaan, perilaku dan perencanaan pembangunan yang tepat terutama bagi aparatur pemerintah. Sehingga tidak ada ruginya memberikan prioritas khusus dalam sektor ini. Pengalaman sudah membuktikan di sektor ini semakin lama ada kecenderungan kualitas pendidikan kita semakin terpuruk dibandingkan dengan negara-negara lain. Kompetensi menjadi tolok ukur untuk memulai perubahan, sebab perubahan selalu berawal dari individu-individu yang ada di dalam masyarakat atau pemerintah. Personal yang mempunyai kompetensi tinggi dalam setiap transaksi atau hubungan antara pemerintah sebagai penyedia jasa dengan pelanggan atau masyarakat akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan kompetensi personal. Disini terjadi perubahan pengelolaan pemerintahan tradisional (misalnya menggunakan mesin ketik manual, data base dibuat dengan melalui buku catatan biasa dsb.) menjadi pemerintahan yang memperhatikan hubungan atau keinginan masyarakat yang minta dilayani dengan cepat melalui pengelolaan yang modern, menggunakan teknologi dan informasi yang handal.
Skala prioritas yang secara umum menjadi kebutuhan utama masyarakat tersebut, secara terus-menerus perlu dikembangkan dan diperbaiki dalam pengelolaannya sehingga pada akhirnya akan tercapai kondisi yang optimal. Kemudian secara perlahan-lahan skala prioritas tersebut bergeser dan diarahkan ke arah kebutuhan sekunder sejalan dengan kemauan aspirasi masyarakat dan situasi maupun kondisi pemeritahan, dimana antara kedua belah pihak akan tercapai suatu keadaan yang saling menguntungkan. Artinya biaya perlu sekali diperhitungkan dalam membuat strategi untuk mencapai perubahan yang optimal.
Manajemen strategi pembiayaan dapat didefinisikan sebagai upaya pengembangan dari manajemen informasi yang dipergunakan untuk memfasilitasi manajemen strategi. Agar dapat terlaksana dengan baik, dalam pelaksanaannya manajemen strategi memerlukan antisipasi terhadap perubahan, faham akan urusan dan lingkungan kompetitifnya, kemampuan membuat perubahan secara cepat dan kemampuan untuk meidentifikasi dan memecahkan permasalahan dari pandangan lintas fungsi. Ruang lingkup urusan dari suatu proses pengelolaan biaya, pelanggan menuju kepada perubahan dapat digambarkan dalam alur diagram dalam tulisan ini.
Alur diagram tersebut di atas merupakan suatu konsep dan teori dari pakar manajemen yang umumnya diberlakukan pada suatu perusahaan, akan tetapi hal tersebut akan menambah wawasan bagi kita kemudian dapat diterapkan dalam lingkungan pemerintahan dengan beberapa penyesuaian istilah. Misalnya customer disini adalah masyarakat, business dapat disesuaikan dengan urusan pemerintah, competitive merupakan daya saing antar daerah, nasional serta global. Keadaan tersebut merupakan keadaan yang sedang terjadi pada saat ini, dimana banyak sekali permasalahan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Menjadi tantangan bagi birokrasi untuk dapat menerapkan “tripple c strategy” agar tercipta perubahan situasi dan kondisi yang diinginkan serta dicita-citakan masyarakat dan pemerintah pada masa sekarang.
Faktor kunci dari perubahan yang pertama adalah terletak pada “people factor”, dimana masyarakat harus mampu memainkan peranan sebagai agent of change menginspirasi, mengeksekusi, dan mengendalikan perubahan yang dituntut dan selalu bersikap proaktif, inovatif dan kreatif dalam menghadapi dinamika lingkunga. Kemudia faktor kunci kedua adalah pada “organization factor”, organisasi harus mampu menjadi melting pot yang memberi ruang gerak bagi proses repositioning, reactualizing dan rejuvenating. Proses perubahan yang kita inginkan pada akhirnya menjadi tanggung jawab kita bersama, seperti kata Bapak Presiden Susilo Bambang Yudoyono Indonesia untuk semua, maju bersama, makmur bersama.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar