LATAR BELAKANG
Dalam rangka untuk lebih memahami ruang lingkup ekologi dan lingkungan yang teraplikasikan secara spasial, maka diperlukan kajian aplikatif agar dapat mendeskripsikan aspek-aspek lingkungan hidup, yaitu komponen abiotik (fisik), biotik dan kultural. Pendekatan ekologi-geografis digunakan sebagai dasar dalam setiap kajian dan analisis dalam studi lingkungan, yang meliputi pemahaman, interaksi dan interdepedensi antar komponen lingkungan hidup kaitannya dengan aspek keruangan (spasial).
Provinsi DIY mempunyai karakteristik ekologi dan lingkungan sangat khas sekali dan menarik untuk dapat dijadikan lokasi bahan kajian ilmu lingkungan. Macam-macam bentuklahan yang cukup variatif dari arah utara sampai selatan, mulai dari bentuklahan asal gunungapi, dataran alluvial, perbukitan denudasional dan struktural , perbukitan karst, gumuk pasir dan marine. Dari variasi bentuklahan tersebut memberikan efek keterkaitan dengan tata cara, proses dan aktivitas hidup manusia yang hidup di dalamnya maupun lingkungan lainnya baik hewan maupun tumbuhan.
ASPEK FISIK
Wilayah Propinsi DIY. di bagian utara terdapat Gunungapi Merapi ( 2968 m) merupakan salah satu gunungapi teraktif di dunia. Kondisi ekosistem Merapi sangat unik letusannya mempunyai kekhasan dengan intensitas dan dampak yang bervariasi. Secara umum karakteristik letusan gunungapi berbeda antara satu dengan lainnya. Setiap letusan mengeluarkan bahan vulkanik yang dapat berupa benda cair, padat dan gas. Benda cair terdiri atas:
a. Lava, magma yang meleleh di permukaan bumi.
b. Lahar panas dan dingin.
Benda padat atau piroklastika (ukuran bom, lapili, kerikil, pasir dan abu vulkanik), sedang yang berbentuk gas diantaranya adalah gas CO2, H2S, N2 dan H2O.
Pada lereng Gunung Merapi terdapat Sungai Krasak, Sungai Boyong, Sungai Kuning dan Sungai Gendol, pada hulu di bagian dasar sungai tersebut terlihat struktur berlapis dari endapan lahar Merapi dengan membentuk lembah berbentuk U. Hal ini menunjukkan bahwa endapan lahar tersebut secara dinamis terjadi proses pengendapan dan erosi secara bergantian. Di bagian bawah terdapat dari gardu pandang terdapat dam penampung lahar (Sabo) dengan maksud salah satunya adalah untuk mengendalikan laju aliran lahar.
Dari gardu pandang terlihat permukaan Gunung Merapi yang gundul dan kering akibat hembusan awan panas dan guguran lava. Dari hasil transportasi material gunung api maupun endapan dari debu akan menghasilkan tanah yang subur, karena hasil erupsi Gunung Merapi kaya akan kandungan unsur Hara. Jenis dan ukuran material lahar bervariasi dari pasir sampai bongkah. Pola aliran lahar dingin adalah mengalir tertranspor melalui sungai oleh air hujan. Pola aliran awan panas adalah khas menggulung-gulung di angkasa.
Potensi sumberdaya air yang cukup besar terletak di zone tengah baik berupa air tanah maupun air permukaan. Besarnya potensi air permukaan diakibatkan keberadaan tiga sungai besar yang mengalir wilayah DIY yaitu Sungai Progo, Opak, Oyo, selain hal tersebut adanya sumber-sumber mata air yang berada di lereng Gunung Merapi yang sebagian besar dimanfaatkan untuk air bersih (air minum).
Sedangkan potensi sumberdaya air di zone timur berupa sungai bawah tanah yang banyak dijumpai di daerah Gunungkidul namun pemanfaatannya belum maksimal sementara dipompa ke atas untuk air minum dan irigasi. Sementara di zona barat terdapat sungai Serang dan Waduk Sermo yang telah dimanfaatkan untuk persediaan air minum dan pertanian.
Keberadaan sumberdaya air tersebut dipengaruhi oleh curah hujan tahunan yang berkisar antara 1.500 mm—2.400 mm. Dengan curah hujan bulanan terkering sebesar 23,20 mm dan terendah546 mm. Hari curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebanyak empat hari, sedangkan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Februari sebanyakk 34 hari.
Dataran alluvial meliputi wilayah perkotaan Yogyakartta dan sekitarnya. Di daerah ini mempunyai kelerengan yang landai dan datar. Tanahnya merupakan hasil pelapukan batuan volkanik yang telah mengalami transportasi dan terendapkan pada Zaman Kuarter.
Daerah Perbukitan Denudasional mempunyai batuan yang cukup komplek dengan dominasi batuan yang keras, litologi yang ada diantaranya breksi batuapung yang berselingan batupasir dan batulempung tufaan. Kelerangan di daerah ini cukup terjal sehingga rawan terjadi bencana alam tanah longsor.
Di perbukitan karst merupakan fenomena alam yang khas sekali dimana kandungan batuannya dominan batugamping. Ciri-ciri daerah karst ini adalah dengan terdapatnya aliran sungai bawah tanah, dolina, uvala dan polje.
Gumuk pasir sangat khas terbentuk akibat proses angin, dengan kenampakan seperti bulan sabit sehingga dinamakan barchan sand dunes. Daerah Marine pada beberapa tempat yang berlitologi batugamping terdapat clift-clift yang cukup terjal, proses abrasi sangat kuat sehingga mampu mengikis batuan yang berada di tepi pantai.
ASPEK BIOTIK
Pada bagian utara wilayah Provinsi DIY. terdapat hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (cathment area) untuk cadangan ketersediaan air bagi masyarakat di kawasan selatan wilayah ini. Kawasan hutan yang dimaksud di atas, merupakan bagian penting dalam upaya konservasi air sebagai daerah resapan air yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberadaan air tanah khususnya untuk wilayah kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Selain itu hutan tersebut juga mampu menyerap dan menetralkan zat-zat beracun seperti karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), gas Nitrogen, debu timbal asap kendaraan bermotor dan menormalkan panas bumi. Hutan secara alami mempersembahkan zat kehidupan Oksigen (O2) dan menjaga iklim mikro serta menciptakan kenyamanan dan keseimbangan lingkungan hidup, baik manusia, satwa maupun kehidupan jasad renik lainnya. Oleh karenanya jika terjadi kerusakan hutan di suatu negara akan menjadi sorotan tajam negara lain karena dianggap sebagai biang malapetaka dunia dalam perubahan iklim, peningkatan panas bumi maupun pencemaran udara.
Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai hutan seluas + 17.000 Ha atau 5,23 % dari luas wilayahnya terhampar di empat wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman, Kulonprogo, Bantul dan kabupaten Gunungkidul, dengan karakteristik masing-masing sesuai dengan tempat tumbuhnya. Hutan tersebut meliputi hutan lindung, hutan negara dan hutan rakyat, dimana masing-masing mempunyai fungsi yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Pada tahun 2002 tepatnya tanggal 16 – 21 Oktober, hutan lindung yang terletak di petak 1, 2, 3, 4 dan 5 hutan lereng Gunung Merapi mengalami kebakaran sebagai akibat musim kemarau yang panjang. Jenis kebakarannya adalah kebakaran permukaan, yang diawali dengan terbakarnya rumput dan semak kering serta sebagian pohon besar. Luas kebakaran mencapai + 300 Ha dan merupakan kawasan hutan lindung Kaliurang maupun kawasan Cagar Alam Plawangan – Turgo. Lokasi ini hampir seluruhnya merupakan bukit-bukit terjal yang dikelilingi oleh sungai-sungai kecil yang kemudian bermuara ke arah sungai Boyong. Selain itu bahwa kawasan tersebut merupakan habitan flora dan fauna yang sangat beragam, yang mendukung Taman Wisata Alam Kaliurang, serta merupakan daerah aksesbilitas sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Jenis tanaman hutan sebagai pendukung konservasi yang ikut terbakar adalah Soga, Bambu, Puspa, Pinus, Kaliandra, Sarangan, Kina dan Agatis. Disamping itu beragam fauna yang hidup di dalamnya juga turut terbakar dimana waktu kebakaran itu terjadi tidak sempat meninggalkan tempat. Upaya pemadaman dilakukan mulai tanggal 16 Oktober 2002 dan baru berhasil dipadamkam pada tanggal 19 Oktober, yang dilakukan secara massal.
Penurunan kuantitas flora juga terjadi di Kabupaten Gunungkidul dengan permasalahan yang berbeda, yaitu berkurangnya habitat kera ekor panjang. Dampak yang timbul dari penurunan habitat ini adalah terjadinya invasi daerah jelajah kera ekor panjang ke perkampungan penduduk untuk mencari makanan sehingga mengakibatkan kerusakan pada lahan pertanian dan gagalnya panen. Sebenarnya permasalahan ini telah menjadi issu penting sejak tahun 2001, namun belum juga ditemukan solusi yang tepat sehingga sampai tahun 2002 masalah ini masih belum teratasi. Serangan kera ekor panjang ini tepatnya terjadi di kecamatan Paliyan, Saptosari dan Kecamatan Panggang. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat antara lain adalah penjagaan secara swadaya oleh masyarakat setempat dan penanaman tanaman pakan kera.
Lain halnya dengan permasalahan di sepanjang pantai selatan DIY, perburuan penyu dan telurnya masih terus berlangsung di sebagian masyarakat setempat maupun pendatang. Nampaknya masyarakat pengambil maupun konsumen pengguna penyu dan telurnya sudah tidak mengindahkan lagi seruan-seruan ataupun ajakan untuk menjaga kelangsungan hidup jenis binatang ini. Upaya-upaya dari pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam berbentuk sosialisasi, penyuluhan, forum komunikasi maupun penjagaan di daerah pendaratan telur penyu telah dilakukan, namun demikian belum menampakkan hasil yang nyata.
Berkurangya flora di daerah resapan air maupun di daerah perkotaan sendiri rupanya mendatangkan musibah musiman terutama di musim penghujan pada daerah yang lebih rendah yaitu datangnya banjir. Permasalahan ini juga didukung oleh kondisi sungai yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya serta saluran air hujan yang tidak baik. Terjadinya konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian atau perumahan mengurangi daerah resapan air di hulu sehingga air begitu saja mengalir tanpa ada penahannya. Hal ini diperburuk dengan minimnya ruang terbuka hijau di daerah perkotaan dan di daerah sekitar aliran sungai, yang justru dipenuhi dengan rumah tinggal penduduk, bahkan di bantaran sungai sekalipun. Rupanya perlu dicermati kembali penataan ruang pengembangan/perluasan kota di daerah resapan air sehingga tidak akan menimbulkan musibah banjir pada musim penghujan dan sebaliknya kekeringan di musim kemarau.
ASPEK SOSIO KULTURAL
Kepadatan penduduk di sekitar Gunungapi Merapi cukup tinggi dengan letusannya yang sangat berbahaya terutama awan panas, sehingga daerah tersebut rawan bencana. Pada bulan November 1994 terjadi bencana awan panas, sehingga Pemerintah Daerah menyediakan tempat penampungan yang merupakan relokasi daerah tempat bencana sebanyak lebih kurang 60 rumah telah dibangun untuk para korban bencana alam Gunungapi Merapi tersebut. Wilayah lereng Merapi ini potensial untuk pariwisata, terutama di daerah Kaliurang. Di bagian selatan wilayah Propinsi DIY. terdapat pula Pantai Parangtritis yang memberikan PAD (pendapatan asli daerah) cukup besar di sektor pariwisata bagi Kabupaten Bantul.
Mata pencaharian penduduk di wilayah pedesaan sebagian besar adalah petani dengan pekerjaan sambilan sebagai buruh bangunan, peternak dan penambang. Di wilayah perkotaan pekerjaan masyarakat bervariasi antara sebagai PNS atau Wiraswasta. Perkembangan kota yang sangat pesat mengakibatkan perubahan fungsi lahan dari sawah pertanian menjadi permukiman dan industri. Hal ini harus segera diatasi dan memerlukan upaya konsekuensi dari Pemerintah Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah khususnya yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Berkaitan dengan penegakan hukum dalam upaya pengelolaan lingkungan sangat diperlukan adanya partisipasi masyarakat, yang merupakan bentuk kesadaran masyarakat dalam upaya perlindungan terhadap lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan agar tetap baik. Meningkatnya aktivitas masyarakat dalam berpartisipasi, ternyata tidak banyak karena kebutuhan bukan lagi karena perintah.
Banyaknya kelompok masyarakat dalam wadah yang beragam merupakan salah satu indikator kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, baik LSM maupun forum-forum yang tidak berbadan hukum dengan ruang lingkup lokal maupun nasional. Melalui dialog masukan-masukan dari masyarakat merupakan bahan bagi penyusun kebijakan, selain itu dalam pelaksanaan Program Kali Bersih, masyarakat secara langsung terlibat terutama dalam kegiatan Gerakan Kali Bersih. Gerakan ini dimaksudkan untuk menggugah masyarakat akan arti pentingnya mengelola kali baik bagi kehidupan masyarakat tidak hanya yang berada disekitar sungai tetapi juga masyarakat luas.
Banyaknya forum yang berkembang dimasyakarat ternyata cukup membantu Pemerintah Daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Forum-forum tersebut sekaligus merupakan ujung tombak maupun kepanjangan tangan yang cukup efektif. Forum Peduli Lingkungan, Forum Yogyakarta Sehat, Forum Pariwisata Sehat, Forum KPSA dan lain-lain merupakan wujud partisipasi masyarakat dengan ruang gerak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sendiri, tetapi dalam pelaksanaannya kegiatan selalu bersama-sama dengan Pemerintah Daerah.
Penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai salah satu bentuk kerjasama bersama antara Pemerintah Daerah, Tokoh-tokoh masyarakat, perguruan tinggi dan LSM dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup di daerah mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan sesuai dengan kewenangan dan kemampuan masing-masing baik jangka waktu pendek maupun panjang.
Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan konservasi sumber daya alam merupakan kegiatan yang telah lama melibatkan masyarakat melalui kelompok – kelompok penghijauan, pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan lain-lain. Selain melaksanakan kegiatan berdasarkan peraturan-peraturan dari Pemerintah, kelompok-kelompok masyarakat tersebut juga memiliki aturan-aturan lokal yang tidak tertulis tetapi merupakan kesepakatan masyarakat setempat yang tetap diataati dan cukup efektif untuk memelihara kualitas lingkungan yang ada.
KESIMPULAN
Pada akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa profil dan karakteristik lingkungan ini sangat diperlukan dan berguna untuk:
1. Mengetahui potensi sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah untuk dapat dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan kapasitas daya dukung yang ada.
2. Mengetahui situasi dan kondisi lingkungan hidup yang kemungkinan sudah terdapat adanya indikasi kerusakan lingkungan atau pencemaran baik udara, air, lahan dan tanah, kehidupan flora dan fauna serta persepsi dan apresiasi masyarakat terhadap situasi dan kondisi tersebut.
3. Memberikan informasi kepada pelaku ekonomi dan lingkungan yaitu Pemerintah, masyarakat, swasta, nasional dan internasional, yang kemudian dijadikan dasar untuk menentukan keputusan terhadap ruang lingkup kegiatan mereka masing-masing.
4. Sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam rangka mengupayakan pembangunan agar dapat terlaksana secara terpadu, ekonomis, ramah lingkungan dan berkelanjutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar