Minggu, 07 Februari 2010

DAMPAK PEMBANGUNAN SUMBERDAYA ALAM

STUDI KASUS
PROSES PENAMBANGAN PADA EKOSISTEM SUNGAI


ABSTRAK
Proses penambangan di sungai akan berakibat negatif apabila dilakukan over produksi, berlebihan dan tidak terkontrol. Dampak terhadap ekosistem sungai tersebut dianalisis dalam cakupan lingkup ekologi, baik faktor fisik, biotik maupun sosio kultural. Agar gangguan ekosistem sungai dapat diminimalisir diperlukan proses penambangan yang menjaga keseimbangan antara pasokan material hasil tambang dengan material yang diambil. Ekosistem yang terganggu karena proses penambangan mengakibatkan degradasi dasar sungai, aliran sungai tidak lancar, cadangan air bagi habitat spesies di sekitar sungai berkurang, tanah di tepi sungai akan mudah longsor akibat hilangnya pohon-pohon jenis tertentu yang tumbuh khas di sepanjang kanan dan kiri sungai.
Oleh karena itu diperlukan suatu cara pengelolaan penambangan yang ramah akan lingkungan, ekonomis dan berkelanjutan. Salah satu cara adalah dengan menjaga keanekaragaman hayati sebagai upaya yang efektif dalam proses konservasi (Syamsudar, P dan G.K. Lanier, 1994), baik terhadap flora, fauna maupun habitat di sekitar jalur penambangan yang pada umumnya berada pada ekosistem sekitar aliran sungai.
Kata kunci: over produksi; faktor fisik, biotik dan sosio kultural; gangguan ekosistem sungai; pengelolaan berkelanjutan; keanekaragaman hayati; konservasi.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses penambangan selalu dikonotasikan dengan merusak ekologi. Keaneragaman hayati menjadi terganggu baik dalam pendistribusiannya maupun kemelimpahan spesies-spesies yang ada di sekitar areal pertambangan, khususnya di sungai. Interaksi antar manusia dengan alam menjadi tidak harmonis, dalam arti manusia melakukan eksploitasi yang melebihi kapasitas atau daya dukung alam yang mengkibatkan pencemaran atau kerusakan dari sistem ekologi pada ekosistem sungai.
Faktor manusia dalam proses penambangan yang tidak memperhatikan lingkungan tentu akan membawa dampak kerusakan lingkungan baik pada faktor fisik maupun faktor biotiknya. Faktor biotik akan menyebabkan terganggunya keberadaan jenis tumbuhan maupun hewan yang ada, misalnya berpindah tempat atau berkurangnya pohon pinus, lumut hijau, alang-alang, rumput-rumputan, ikan, ular dan sebagainya.
Hal tersebut di atas akan menarik sekali untuk dikaji lebih dalam lagi dalam suatu tulisan yang dikaitkan dengan situasi, kondisi maupun keadaan di lapangan yang sebenarnya. Hasil penulisan ini diharapkan akan segera dapat ditindaklanjuti atau paling tidak dapat memberikan masukan dalam persiapan proses konservasi pasca penambangan, manajemen sungai dan prediksi model untuk lingkungan geo-ekologi dari sungai.
Tujuan Penulisan
Dalam penulisan ini akan dibahas mengenai ekologi sungai yaitu keterkaitannya dengan distribusi dan kemelimpahan spesies yang ada di sungai, profil sedimen dataran banjir (floodplain) di sungai yang banyak mengandung bahan tambang, serta kemungkinan dampak yang akan ditimbulkan apabila sedimen yang ada dalam sungai tersebut ditambang. Dari hasil kajian serta analisis dalam artikel yang ada di dalam jurnal diharapkan dapat dipakai sebagai model perbandingan serta landasan teori yang akan dikembangkan ke dalam implementasi kebijakan pembangunan sumberdaya alam di Indonesia.

PEMBAHASAN
Akibat Proses Penambangan
Sudah sejak ratusan tahun yang lalu, bahan tambang yang umum terdapat di sungai yaitu pasir, kerikil dan kerakal dan dipergunakan sebagai bahan konstruksi jalan dan gedung. Dari hari ke hari ketergantungan terhadap bahan tambang tersebut terus semakin bertambah besar. Penyelenggara proses penambangan harus bekerja dengan baik untuk memastikan pengolahan bahan tambang yang bertanggung jawab dan berwawasan lingkungan.
Produksi mineral logam dari Tui Mine (penambangan di sepanjang aliran Sungai Tui, daerah Te Aroha, New Zealand) selama ini berkisar 20.000 ton konsentrat tembaga, timah dan seng dan 2,5 ton konsentrat emas-perak (Brathwaite dkk., 1987). Rata-rata cadangan 17% seng, 7% timah, and 0.6% tembaga, dengan hasil utama 28 gram emas and 36 gram perak setiap ton konsentrat cadangan (Robinson. 1974. Dalam The current environmental impact of base-metal mining at the Tui Mine, Te Aroha, New Zealand oleh Sabti, H., dkk.). Penambangan mineral logam, pasir dan batu yang berlebihan dapat mengakibatkan degradasi sungai. Jika hal tersebut dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan erosi pada pinggir sungai. Habisnya cadangan mineral logam, pasir dan batu berakibat pendalaman sungai, dan perluasan lebar sungai. Hal tersebut terjadi karena terganggunya keseimbangan antara pasokan material di bagian hulu sungai dengan proses eksploitasi bahan tambang tersebut. Jika dibiarkan dapat mengakibatkan ancaman terhadap bangunan jembatan, pinggir sungai, serta bangunan lain yang berdekatan. Penambangan konsentrat di sungai mengakibatkan terganggunya sistem air tanah dan pemakai sungai yang mempergunakan sungai untuk kehidupan.
Akibat penambangan di sungai dapat merusak habitat aquatik pada skala luas dalam morfologi saluran. Termasuk di dalamnya penurunan kembali dasar sungai, pengkasaran dasar sungai, turunya muka air tanah yang dekat dengan aliran, dan saluran menjadi tidak stabil. Biota air menjadi terganggu karena habitatnya menjadi rusak oleh proses penggalian. Struktur dan komposisi spesies vegetasi di daerah sepanjang kanan dan kiri sungai merupakan komponen utama dari keanekaragaman ekosistem di kanan dan kiri sungai (Toner, M. dan P. Keddy. 1997).
Studi dari sekuen sedimentasi dari dataran sungai merupakan bagian dari analisis geo-ekologi dari sebagian atau keseluruhan cekungan sungai. Secara mendetail terperinci dalam investigasi fisik, kimiawi dan biologi terhadap sekuen endapan sedimen dataran banjir serta interrelasinya secara vertikal maupun lateral yang merupakan asosiasi khusus dari dataran banjir.
Sekuen struktur sedimen dari endapan kuarter di bagian atas atau hulu sungai (studi kasus di sungai Enkheim, Frankfurt, Jerman oleh Brinkmann dkk, 1999) dapat menjelaskan pola hubungan interrelasi dari sistem saluran sungai yang dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamik yang sangat tidak stabil terhadap suatu formasi batuan (gabungan dari sekumpulan kelompok endapan sedimen/batuan sedimen) yang terdapat dalam sedimen dataran banjir yang dikombinasikan dengan proses erosi dan atau lingkungan pengendapan dataran sungai.
Struktur pengendapan dari sedimen sungai utama pada dataran banjir, sedimen penutup air (endapan sungai dan banjir) atau sedimen angin (gumuk pasir dan lamparan pasir) utamanya dipengaruhi oleh faktor iklim dan tenaga tektonik pada dasar formasi sedimen.
Litofasies dari masing-masing sedimen memberikan wawasan sumber dari batuan tersebut berasal. Fasies geokimia dari batuan sumber didefinisikan sebagai geokimia alam yang melatarbelakangi komposisi unsur dasar dari lapisan sedimen sekuen endapan dataran banjir. Pola konsentrasi dari elemen lapisan sedimen memberikan arti dalam evaluasi pengayaan maupun penipisan unsur yang khas dalam sekuen sedimentasi, sehingga dapat digunakan dalam mendefinisikan intensitas dan areal penyebaran polusi di dataran banjir.
Pada waktu sungai terjadi banjir proses pengendapan sedimen berlangsung secara terus menerus. Ada kalanya terjadi proses erosi yang sangat kuat sehingga mengakibatkan vegetasi di sekeliling sungai menjadi terganggu pertumbuhannya, misalnya pohon-pohon menjadi tumbang karena tanah di tanggul kanan dan kiri sungai terjadi longsoran atau gerakan tanah. Hal ini mempengaruhi keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada di sekitar sungai. Perubahan pola daerah aliran sungai akan memberikan efek terhadap perkembangan kadal dan pemangsanya (J.L. Sabo dan M.E. Power, 2002).
Pengaruh yang kuat dari pelapukan asam di bagian depan dari urutan sedimentasi bagian atas diperlihatkan dengan analisis dissolusi, transpor dan sorption unsur pokok yang terseleksi (utamanya logam berat) disekelilingnya, hal ini penting dalam pengukuran untuk pengelolaan lingkungan.
Habitat, Flora dan Fauna
Penambangan di dalam sungai dapat memberikan efek kerugian. Beberapa luas lahan yang subur di samping sungai tiap tahun berkurang yang merupakan sumber dari pohon-pohon kayu yang berharga dan tempat tinggal margasatwa. Menurunnya habitat di sekitar aliran sungai mengakibatkan hilangnya produktivitas ikan-ikan, keanekaragaman hayati (biodiversity), dan tempat rekreasi yang potensial (P. Syamsundar dan G.K. Lanier, 1994). Beberapa penurunan saluran di sungai mungkin merupakan daratan rendah dan bernilai estetis.
Semua spesies memberikan kondisi habitat yang khusus untuk kehidupan jangka panjang. Spesies asing di dalam sungai mempunyai keunikan dalam beradaptasi terhadap kondisi habitat yang ada sebelum manusia memulai pengaruhnya dalam skala besar. Hal ini menyebabkan habitat utama dari kebanyakan spesies di atasnya menjadi terganggu dan menyebabkan kemunduran dalam keanekaragaman biologi serta produktivitasnya. Pada kebanyakan aliran dan sungai-sungai, kualitas kekuatan habitat berhubungan dengan stabilitas dari dasar aliran dan pinggir tepian sungai. Saluran sungai yang tidak stabil tidak cocok untuk kebanyakan spesies yang berhubungan dengan air.
Faktor perluasan dan pengurangan suplai sedimen seringkali mempengaruhi kestabilan dasar dan tepian sungai dan menghasilkan penyesuaian kembali saluran secara daramatis. Sebagai contoh aktivitas manusia yang berhubungan dengan erosi tepian sungai, semacam penebangan hutan atau penambangan di sungai, menjadikan tepian sungai sebagai sumber dari sedimen yang sangat mempengaruhi spesies aquatic. Aktivitas manusia membuat perbedaan tinggi dasar sungai mengakibatkan dasar sungai dan sekitarnya tidak stabil. Ketidakstabilan sedimen membuat penurunan habitat sungai untuk beberapa spesies aquatic. Sedikit spesies yang merasakan manfaat dari akibat tersebut.
Akibat penting dari penambangan di sungai terhadap habitat aquatik adalah penurunan dasar sungai dan sedimentasi, yang pada pokoknya dapat memberikan efek negatif pada kehidupan yang berhubungan dengan air. Kestabilan lapisan pasir dan kerakal di sungai tergantung pada keseimbangan aliran sungai, suplai sedimen dari daerah tangkapan air, dan bentuk saluran. Pertambangan membuat perubahan pada suplai sedimen dan bentuk saluran yang menakibatkan terganggunya saluran dan proses perkembangan habitat. Selanjutnya pergerakan dari bagian lapisan yang tidak stabil mengakibatkan sedimentasi hilir sungai dari habitat. Jarak efek pengaruhnya tergantung pada intensitas penambangan, bear partikel, aliran sungai, dan morfologi saluran.
Musnahnya vegetasi dan rusaknya profil tanah yang menghilangkan habitat bagian atas dan bawah tanah sebagiamana halnya dengan ekosistem air, mengakibatkan pengurangan populasi fauna.
Pelebaran saluran mengakibatkan pendangkalan sungai, menghasilkan aliran yang teranyam atau aliran antar kerikil bawah permukaan pada daerah riak gelombang yang menghalangi pergerakan ikan diantara genangan sungai. Jangkauan saluran menjadi lebih dangkal karena bagian genangan yang lebih dalam terisi oleh kerakal dan sedimen lain, mengurangi kekompleksitasan habitat, struktur genangan riak gelombang, dan populasi ikan.
Manajemen Penambangan
Pengelolaan manajemen proses penambangan di sungai harus dilaksanakan secara terpadu, artinya semua stake holders yang terlibat dalam kaitannya dengan penambangan harus dilibatkan dalam setiap awal kegiatan penambangan sampai pada pasca penambangan. Setiap pengambilan kebijakan regulasi penambangan di sungai apabila tidak tersosialisasikan dengan baik akan berdampak negatif, khususnya terhadap masyarakat di sekitar areal lokasi penambangan.
Pemerintah memegang kendali baik dan tidaknya pelaksanaan penambangan, tetapi hal tersebut tidaklah cukup apabila masyarakat dan penambang tidak sadar dan melakukan kontrol terhadap jalannnya kegiatan penambangan. Pemerinta mempunyai kewenangan memberikan atau menolak izin untuk beberapa kategori keluasan aktivitas pengerukan material hasil tambang sehingga tidak efek terhadap lingkungan yang mungkin dapat ditimbulkan dapat diteka seminimal mungkin. Pemerintah memberikan batasan-batasan tertentu atau memberikan kode wilayah tertentu dalam areal penambangan apabila proses penambangan berlebihan akan sangat rentan dan mempengaruhi suplai air untuk daerah perkotaan, kehidupan ikan, margasatwa, atau rekreasi.

KESIMPULAN
Akibat dari penambangan pada sungai dapai diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, sebagi berikut:
Fisik
Penambangan yang berlebihan di sungai apabila dibiarkan dapat menyebabkan runtuhan pada bagian tebing di kanan serta kiri sungai, sehingga terjadi longsoran atau gerakan tanah, hilangnya batas struktur dan atau tanah menimbulkan efek menipisnya kandungan unsur hara yang kaya akan nutrien untuk memberikan kesuburan pada tanah. Struktur lapisan ini kurang bermanfaat bagi perusahaan penambangan dan ditimbun dan dibuang begitu saja sebagai overburden. Semakin dalamnya proses pengerukan material bahan tambang di sungai berdampak semakin dalamnya dasar sungai sehingga menimbulkan elevasi dan erosi pada hulu sungai sebagai akibat semakin tingginya perbedaan kemiringan saluran di bagian hulu dengan hilir yang disertai dengan perubahan kecepatan aliran sungai.
Erosi pada hilir sungai terjadi karena perluasan kapasitas material yang terangkut sungai, perubahan pola pengendapan bagian hilir sungai, dan perubahan lapisan saluran dan tipe habitat.
Kualitas Air
Aktivitas penambangan dan pengerukan, penimbunan yang tidak terencana dan tidak terkontrol, tumpahan bahan bakar atau bahan kimiawi akan mengakibatkan kualitas air yang menurun, dampak selanjutnya akan terjadi penambahan biaya untuk pengolahan air dan racun yang terdapat di hilir sungai sehingga air yang tersedia layak untuk dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari. Studi kasus di Sungai Ottawa, Canada dalam proyek pembuatan dam dan hidroelektrik dapat dijadikan sebagai referensi dalam manajemen sungai yang berpengaruh terhadap kondisi hidrologi daerah aliran sungai (M. Toner dan P. Keddy, 1997).
Ekologi
Penambangan yang berlebihan akan memindahkan saluran aliran sungai pada lapisan bawah, aliran sedimen tersuspensi kembali, pembersihan vegetasi, penimbunan di atas aliran sungai, hal-hal tersebut akan menimbulkan permasalahan ekologi apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan manajemen terpadu dan berkelanjutan. Akibatnya akan memberikan efek hilangnya arah aliran sungai secara langsung yang berguna sebagai cadangan habitat, gangguan terhadap spesies yang terletak dalam cadangan sedimen sungai, pengurangan penembusan cahaya, pengurangan hasil utama, dan berkurangnya peluang memperoleh makanan.
Manajemen penambangan yang dilakukan dengan baik akan membuat kualitas lingkungan tetap terjaga dari segala dampak di bawah ambang batas, termasuk di dalamnya efek terhadap air tanah, habitat, polusi debu dan suara, dan estetika bentangalam. Pengambilan material tambang di sungai dengan tepat akan mengurangi bencana banjir di daerah sepanjang aliran sungai. Dengan tertatanya arah aliran disertai kedalaman sungai yang dapat menampung volume aliran air dalam jumlah banyak, maka jalannya air menjadi lancar sampai ke muara sungai dan tidak terhambat oleh penumpukan sedimen atau overburder hasil penambangan.
Dampak sosio kultural penambangan di sungai, umumnya terletak pada permasalahan yang sama yaitu jalur lintasan penambangan yang harus melewati tanah dengan kepemilikan pribadi (private property), bangunan jalan sebagai sarana transportasi menjadi rusak, hasil pemasaran bahan tambang hanya sedikit yang sampai kepada masyarakat lokal, sehingga kurang mengangkat pertumbuhan ekonomi daerah sekitar lokasi penambangan.

REFERENSI JURNAL
Brinkman, W.L.F., and R. Lehmann. 1989. Geo-Ecologic Environment of River Main Floodplain Sediment Profile: a Micro-Scale Study. GeoJournal 19(1): 15-26.
Sabo, J.L., and M.E. Power. 2002. River-Watershed Exchange: Effects of Riverine Subsidies on Riparian Lizard and Their Terrestrial Prey. Journal of Ecology, 83 (7): 1860-1869.
Sabti, H, M. Hossain, R.R. Brooks, and R.B. Stewart. 2000. The Current Environmental Impact of Base-Metal Mining at The Tui Mine, Te Aroha, New Zealand. Journal of The Royal Society of New Zealan, 30(2): 197-208.
Shyamsundar, P, and G.K. Lanier. 1994. Biodiversity Prospecting: An Effective Conservation, Journal of Tropical Biodiversity 2(3): 441.
Tooner, M, and P. Keddy. 1997. River Hydrology and Riparian Wetlands: A Predictive Model For Ecological Assembly, Journal of Ecology, 7 (1): 236-246

Tidak ada komentar:

Posting Komentar