Rabu, 18 September 2013

ORIENTASI PERENCANAAN DALAM PEMBANGUNAN GLOBAL

LATAR BELAKANG
Pada era pembangunan sekarang ini banyak tuntutan agar kegiatan pembangunan dapat dilaksanakan tepat pada sasaran. Kegiatan-kegiatan tersebut bila diidentifikasi di seluruh pemerintahan baik tingkat pusat, daerah, ditambah dengan sektor swasta dari sisi kuantitas banyak sekali yang harus dilaksanakan. Yang cukup memprihatinkan adalah banyak yang hanya melihat dari sisi kuantitasnya saja tanpa memperhatikan sisi kulitas. Hal ini memerlukan tindak lanjut untuk segera dilaksanakan para pengambil kebijakan yang terkait pembangunan global, nasional, dan daerah.
Ilmu, teknologi, dan telekomunikasi menjadi alternatif utama dalam proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan, agar pelaksanaannya dapat tercapai secara efektif dan efisien. Didukung sumbdrdaya manusia yang kompeten, yang mampu membuat konsep-konsep perencanaan yang handal, serta jejaring yang saling sinegi antarkomponen yang terlibat aktif dalam pembangunan. Berbagai jalan telah diupayakan untuk menemukan cara pencapaian tujuan yang paling tepat dan baik. Pencapaian tujuan yang tepat dan baik tidak mungkin meninggalkan informasi dan fakta yang ada, diantaranya sarana, keahlian, dan waktu yang tersedia.
Berdasarkan data informasi yang ada dapat dibuat perkiraan-perkiraan kegiatan dengan disertai analisis-analisis dari sektor-sektor yang saling mempunyai keterkaitan dalam menjalankan ketugasan pokok dan fungsinya. Hal tersebut akan merupakan landasan dalam perencanaan pembangunan. Perencanaan tidak dapat dilakukan oleh satu bidang tersendiri, tetapi diperlukan ketelibatan bidang-bidang yang lain. Perencanaan di segala bidang pada akhir-akhir ini menjadi sangat penting, hal tersebut mengingat peranan perencanaan itu sendiri yang merupakan:
1. alat dalam suatu sistem yang terintegrasi yang befungsi untuk mengarahkan dan mewujudkan tujuan tertentu,
2. tempat cakupan yang melingkupi segala kegiatan yang terintegrasi dengan upaya, cara, dan usaha untuk dapat mewujudkan tujuan.
3. alat yang berfungsi untuk mengukur, menilai, dan mengontrol tercapai tidaknya kebijakan pencapaian tujuan pembangunan.
4. bagian awal dari serangkaian proses pembangunan yang mempunyai tingkat kepentingan yang mendasar sebagai pedoman untuk panduan pencapaian tujuan.
Dengan berorientasi perencanaan yang terpenting dan perlu digaris bawahi adalah bagaimana upaya agar dalam setiap penyusunan perencanaan tersebut dapat dilaksanakan, dan di dalam perencanaannya sendiri harus sudah dimasukkan unsur usaha-usaha, untuk menjamin pelaksanaan yang lebih sesuai dengan rencananya. Dengan orientasi perencanaan diharapkan sudah mulai dikaji lebih dalam lagi implementasi pelaksanaannya sebagai upaya menuju keberhasilan perencanaan yang maksimal.
Dalam suatu organisasi sebelum ada ketetapan ke arah mana organisasi yang bersangkutaan sedang menuju dan apa saja yang harus dilaksanakan, maka keputusan-keputusan organisatoris tertentu tidak dapat diambil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sasaran merupakan landasan untuk perencanaan. Perencanaan merupakan langkah awal yang esensial guna mencapai tujuan-tujuan secara efektif.
Untuk itulah orientasi perencanaan diperlukan dalam upaya mencapai program yang akan diolah dengan sistem yang ada, sehingga kebijaksanaan dari suatu organisasi yang tercermin dari program-programnya atau lebih spesifik lagi kegiatan-kegiatan yang telah disepakati untuk dilaksanakan dapat terlaksana tujuan dan sasaran yang telah digariskan oleh organisasi.

KEMANFAATAN ORIENTASI PERENCANAAN
Dengan menitikberatkan proses manajemen pada orientasi perencanaan yang jelas dan terarah akan sangat bermanfaat bagi suatu organisasi. Kinerja seluruh sumberdaya yang ada akan menjadi efektif, karena seluruh kegiatan yang ada telah terencana secara matang. Orientasi perencanaan dapat dijadikan sebagai patokan-patokan atau arah dalam mencapai sasaran secara efektif.
Organisasi yang efektif mutlak harus berorientasi pada perencanaan. Perencanaan merupakan sebuah fungsi manajemen yang fundamental serta primer, yang menjadi landasan pelaksanaan tugas setiap anggota dalam suatu organisasi.
Memahami manfaat atau pentingnya orientasi perencanaan serta relevansinya dengan program dan sistem suatu organisasi akan sangat berarti dalam upaya keberhasilan pencapaian tujuan. Perencanaan yang terpadu memerluakan orientasi program dan sistem teori sistem, dan implikasi teori sistem tersebut terhadap perkembangan organisasi yang selalu dipengaruhi kondisi global.

PENGERTIAN ORIENTASI DAN PERENCANAAN
Orientasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat dan sebagainya) yang tepat dan benar. Sedangkan berorientasi ada beberapa pengertian yang dapat diacu untuk lebih dapat menyamakan persepsi kita, sebagai berikut:
1. melihat-lihat atau meninjau (supaya lebih kenal)
2. mempunyai kecenderungan pandangan atau menitikberatkan pandangan
Sedangkan pengertian perencanaan itu sendiri, dapat dilihat dalam uraian dibawah ini:
Perencanaan atau planning berasal dari kata rencana yang mempun¬yai arti rencana, rancangan, maksud maupun niat. Jadi dapat dikatakan bahwa perencanaan adalah proses kegiatan. Rencana adalah hasil perencanaan. Perencanaan mempunyai beberapa pengertian yang merupakan batasan-batasan yang diberikan oleh tokoh-tokoh manajemen. Batasan-bata¬san tersebut diberikan untuk membatasi ruang lingkup dari peren¬canaan menurut masing-masing tokoh tersebut, meskipun demikian pada hakekatnya batasan pengertian perencanaan dari masing-masing tokoh manajemen mempunyai maksud dan tujuan yang sama dan sepa¬ham. Di bawah ini dikemukakan beberapa batasan atau definisi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh manajemen sebagai bahan perbandin¬gan:
1. G.R. Terry:
Planning adalah pemilihan fakta-fakta dan usaha menghubung-hu¬bungkan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain; kemudian membuat perkiraan dan peramalan tentang keadaan dan perumusan tindakan untuk masa yang akan datang yang sekiranya diperlukan untuk mencapai hasil yang dikehendaki.
2. Harold Koonts dan O'Donnell
Planning is the function of a manager which involves the selec¬tion among alternatives, polices, procedures and programs yang artinya Perencanaan adalah tugas seorang manajer untuk menentukan pilihan dari alternatif-alternatif, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur dan program-program.
3. Prof. Dr. Sondang P. Siagian
Planning dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses perkiraan dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah diten¬tukan.
Dari batasan-batasan tersebut di atas dapat disimpukan bahwa perencanaan adalah pola perbuatan menggambarkan di muka hal-hal yang akan dikerjakan kemudian. Dengan kata lain, planning adalah memikirkan sekarang untuk tindakan yang akan datang.
Dari beberapa pengertian-pengertian di atas dapat diartikan bahwa orientasi perencanaan adalah tinjauan atau pendekatan yang menitikberatkan dengan lebih mendetail mengenai perencanaan secara tepat dan benar.

IMPLEMENTASI ORIENTASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN GLOBAL DALAM PROGRAM DAN SISTEM
Orientasi Program
Program pada dasarnya merupakan upaya untuk implementasi strategi organisasi, yang didalamnya mengandung tentang langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan. Program harus mencerminkan tugas pokok dan fungsi suatu organisasi dalam hal ini adalah instansi pemerintah, untuk itu orientasi program diperlukan dalam rangka melaksanakan serta mengevaluasi ketugasan pokok dan fungsinya agar efektif dan efisien. Program operasional merupakan penjabaran rinci tentang langkah-langkah yang diambil untuk menjabarkan kebijaksanaan.
Penjabaran program operasional harus memiliki tingkat kerincian yang sesuai dengan kebutuhan sebagaimana diuraikan dalam kebijaksanaan. Kebijaksanaan secara operasional dijabarkan ke dalam program, oleh karena itu program instansi harus berkaitan dengan kebijaksanaan serta program nasional atau daerah. Sehingga program dapat merupakan program operasional yang selaras dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan, seperti program operasional teknis, program keuangan, program pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintah daerah, dan lain-lain
Perencanaan dirinci menuju ke pelaksanaan riilnya melalui kegiatan pemrograman, sedangkan sistem melingkupi perencanaan dan pemrograman tersebut, perencanaan sendiri merupakan bagian dari proses manajemen. Di dalam proses manajemen yang baik haruslah berorientasi pada program untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Manajemen dalam penerapannya dapat dilakukan pendekatan melalui sistem.
Dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi kaitannya dengan perencanaan ada sesuatu hal yang harus diperhatikan ialah keterkaitan antara kebijaksanaan, program serta kegiatan. Dalam suatu organisasi diperlukan komitmen pimpinan sebagai penentu keputusan agar dalam menyusun pola-pola kebijaksanaan, program operasional dan kegiatan organisasi merupakan satu kesatuan komprehensif yang terpadu, sehingga menghasilkan suatu perencanaan atau strategi alternatif terbaik dalam upaya pencapaian tujuan dan sasaran.
Perencanaan menentukan garis besar atau dasar-dasar pokok pedoman pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi maka perencanaan memerlukan persepsi, tekanan khusus dan orientasi dalam bentuk kebijaksanaan, program dan kegiatan. Kebijaksanaan adalah pedoman pelaksanaan tindakan-tindakan tertentu. Menurut LAN, 2000 kebijaksanaan minimal yang harus dikembangkan adalah meliputi kebijakan publik, teknis, alokasi sumber daya organisasi (sarana dan prasarana), personalia, keuangan dan kebijaksanaan pelayanan masyarakat. Dari serangkaian kebijaksanaan tersebut dijabarkan secara rinci ke dalam langkah-langkah yang harus dilaksanakan ke dalam program operasional. Kemudian agar supaya pencapaian kinerja organisasi dapat diukur dengan baik, maka diperlukan program aksi atau aktivitas (kegiatan) yang dapat menunjang organisasi dalam menilai kinerjanya. Aktivitas atau kegiatan organisasi merupakan penjabaran dari program kerja operasional.
Suatu organisasi yang berorientasi pada program dalam kegiatan pemrograman terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yakni:
1. Masalah Program Utama (“Major Program Issue”)
Yaitu masalah pokok yang memerlukan keputusan dalam siklus anggaran (yang sedang berjalan) terutama yang menyangkut biaya, arah program dan alternatif kebijaksanaan, baik sekarang maupun masa mendatang.
2. Struktur Program (“Program Structure”)
Dari perencanaan akan diikuti dengan program. Program ini meliputi beberapa tingkatan yang dinamakan struktur program. Masing-masing struktur berisi kelompok kegiatan sesuai dengan tingkatannya. Kemudian masing-masing kegiatan ini disertai dengan perhitungan “cost benefit”nya untuk pembiayaan kegiatan tersebut.
Di dalam merencanakan suatu kegiatan organisasi harus mencari pada tujuan apa yang paling pokok dalam program (“what is the most basic or ultimate objectives of this programme”) sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam kebijaksanaan. Tujuan dalam program biasanya telah ditetapkan oleh pimpinan tingkat atas, perencana menjabarkan dalam perencanaan guna dapat mencapai tujuan dan sasaran yang mana kesemuanya itu akan saling bergantungan diantaranya serta saling pengaruh mempengaruhi dalam satu kesatuan sistem yang komprehensif dan terpadu, menjadi suatu rencana yang baik yang memperhatikan konsep sistem manajemen yang berorientasi pada program.

Orientasi Sistem
Menurut Winardi, 1989 konsep sistem dipinjam dari bidang-bidang eksakta, terutama dari bidang fisika yang mempersoalkan zat, energi, gerakan dan kekuatan. Dalam bidang tersebut, sebuah sistem didefinisikan secara tepat sekali dan dalam bentuk persamaan matematik yang menerangkan hubungan-hubungan tertentu antara variabel-variabel. Tetapi definisi tersebut kurang bermanfaat bagi seorang ilmuwan sosial, yang menghadapi variabel-variabel yang sangat kompleks dan yang kerapkali bersifat multidimensional.
Perhatikan definisi berikut tentang sistem, yang bersifat verbal dan operasional, yang walaupun tidak bersifat matematikal, cukup tepat dan mencakup banyak hal seperti definisi sistem yang digunakan. Sistem adalah letak dari antara suatu obyek dengan obyek lain disertai dengan perlengkapannya yang saling berhubungan satu dengan yang lain dan juga berhubungan dengan lingkungan mereka secara keseluruhan. Definisi ini mempunyai dua macam sifat, yaitu cukup luas untuk diterapkan dimana-mana dan pada saat yang sama ia cukup intensif untuk mencakup semua elemen yang diperlukan.
Berikut ini adalah sebuah gambaran (gambar 2.1.) mengenai parameter-parameter, batas-batas dan lingkungan sebuah sistem. Dalam gambar tersebut dapat diterangkan, hal pertama yang harus diingat, bahwa input ke dalam sebuah sistem merupakan output sistem lain, dan bahwasanya output sistem tersebut menjadi input bagi sistem lain. Terdapat garis yang membatasi sistem dari lingkungannya (batas sistem), alasannya sebagai berikut:
1. Garis tersebut menunjukkan bahwa terdapat pertukaran terus menerus berupa energi atau informasi antara sistem terbuka dengan lingkungannya.
2. Garis tersebut menunjukkan bahwa posisi aktual batas-batas kurang lebih bersifat arbiter hal mana tergantung pada desainer, peneliti atau pengamat struktur sistem yang bersangkutan.
Gambar Parameter-parameter, Batas-batas dan Lingkungan Sebuah Sistem (dari Dr. Winardi, 1989)

Komponen-komponen atau obyek-obyek sebuah sistem adalah Input, Proses, Output dan Feedback Control. Dipandang dari sudut pandangan statis, obyek-obyek sebuah sistem adalah bagian-bagian dari sebuah sistem. Tetapi dari sudut pandangan fungsional obyek-obyek sebuah sistem merupakan fungsi-fungsi dasar yang dilaksanakan oleh bagian-bagian dari sistem yang bersangkutan. Input yang masuk ke dalam sebuah sistem dapat berupa zat, energi dan manusia atau hanya informasi. Input merupakan tenaga permulaan yang menyediakan alat untuk pengoperasian sistem yang bersangkutan. Input dapat berupa bahan-bahan mentah yang dipergunakan dalam proses produksi, sampai tugas-tugas spesifik yang dilaksanakan orang-orang.
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem, hal tersebut sebenarnya ada bermacam-masam cara untuk memandang sebuah organisasi. Seorang manajer dapat menggunakan aneka macam sudut pandangan dan memusatkan perhatian pada berbagai konsep kunci, hal mana tergantung pada latar belakang pendidikannya, posisinya, peranan yang dimainkannya di dalam organisasi yang bersangkutan. Sang manajer harus mengidentifikasikan mana yang termasuk input, proses output dan feedback.
Untuk memahami pentingnya implementasi orientasi perencanaan dalam pembangunan global, berikut ini ada contoh kasus sebagai berikut.
Ada suatu kasus dalam suatu wilayah yang mempunyai permasalahan yang cukup komplek, dimana ada beberapa instansi mempunyai kaitan langsung dalam wilayah tersebut sehubungan dengan ketugasan dan fungsinya. Wilayah tersebut dalam perencanaannya akan dikembangkan menjadi daerah kawasan industri, mengingat era otonomi daerah dimana diharapkan dengan tumbuhnya kawasan industri tersebut, diharapkan dapat mengangkat potensi wilayah tersebut dari ketertinggalan. Wilayah tersebut mempunyai bentuk-bentuk geomorfologi/ roman muka bumi gunung berapi, bukit-bukit karst, lereng curam sampai landai, dataran alluvial yang subur, dataran pantai, sungai serta laut. Permasalahan tersebut kemudian dirumuskan menjadi beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1. Instansi mana saja yang kemungkinan mempunyai keterkaitan dengan kasus tersebut?
2. Perlukan melibatkan peran masyarakat serta memperhatikan adat istiadat dan budaya masyarakat setempat?
3. Bagaimana penyelesaian masalah tersebut yang kira-kira menguntungkan semua pihak?
4. Dimana sebaiknya lokasi kawasan industri tersebut berada? Bagaimanakah alasannya?
5. Apakah contoh dampak negatif yang terjadi apabila dalam pengambilan kebijakan yang kemudian diimplementasikan dalam perencanaan dan terinci dalam bentuk program dan kegiatan tersebut kurang tepat?
Melihat kasus permasalahan tersebut di atas tentu orientasi perencanaan pembangunan yang terpadu, terintegrasi berbagai sektor, ekonomis, dan berkelanjutan sangat penting dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan program pembangunan. Perencanaan yang matang harus dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif yang mungkin akan terjadi.
Kondisi global menuntut percepatan kondisi perekonomian daerah dengan berbagai upaya. Salah satunya adalah dengan mendirikan industri-industri yang berwawasan lingkungan. Dalam kasus tersebut di atas prospektif industri yang mungkin dapat dikembangkan adalah industri semen. Hal tersebut bisa dilihat dari kondisi geomorfologi dan litologi wilayah dalam kasus tersebut. Hal ini akan menjadi kontroversi apabila perencanaan pembangunan tidak dilaksanakan secara cermat. Mulai dari tahapan penyusunan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), menengah (RPJM), dan pendek atau tahunan (Renja) yang diturunkan ke dalam pemyusunan rencana tata ruang wilayah sampai ke detil wilayah tersebut akan dikembangkan menjadi satuan kawasan pengembangan tertentu. Hal-hal tersebut perlu dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan.
Peran masyarakat dan swasta tidak boleh ditinggalkan atau tidak diperhatikan oleh pemerintah. Karena Pemerintah, masyarakat, dan swasta merupakan komponen utama dalam upaya untuk mewujudkan keberhasilan program kegiatan pembangunan yang telah dan akan direncanakan. Pada akhirnya kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan utama seluruh perencanaan pembangunan dalam kondisi global saat ini.

KESIMPULAN
Orientasi perencanaan bermanfaat dalam upaya pencapaian tujuan dan sasasaran organisasi, dimana dalam pelaksanaannya berlandaskan pada program dalam kerangka sebuah sistem. Di dalam proses manajemen perencanaan yang baik haruslah berorientasi pada program dan sistem agar terlaksana efektif dan efisien.
Pemikiran yang berorientasi pada sistem (Systems Oriented Thinking) dalam suatu organisasi dianalogikan sebagai sebuah sistem terbuka, yakni sebuah sistem yang terdiri dari sekumpulan subsistem yang berinteraksi antara mereka sendiri dan dengan lingkungan mereka. Pendekatan sistem merupakan filsafat yang memandang sebuah organisasi sebagai sebuah sistem.
Implementasi sistem dalam manajemen dapat diperlihatkan ke dalam model sistem input-output sebuah organisasi disertai saluran-saluran umpan balik. Saluran “feed back” ini berfungsi sebagai kontrol, evaluasi dan pengawasan terhadap pengambilan keputusan dalam tahapan proses manajemen. Dalam penyelesaian kasus-kasus yang terjadi di wilayah, diperlukan orientasi perencanaan pembangunan yang terpadu, berpihak kepada masyarakat, ekonomis, adil, dan berkelanjutan.

REFERENSI
Bintoro Tjokroamidjojo, Prof., MA., Perencanaan Pembangunan, CV. Haji Massagung, 1992.
Bohar Soeharto, Perencanaan Sosial, Armico, Bandung, 1991.
Ibnu Syamsi, Drs., Pokok-pokok Kebijaksanaan, Perencanaan, Pemrograman dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional dan Regional, CV. Rajawali, Jakarta, 1986.
Lembaga Administrasi Negara RI, Perencanaan, Jakarta, 1996.
Lembaga Administrasi Negara RI, Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Jakarta, 2000
Sondang P. Siagian, Prof. DR., MPA, Administrasi Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta, 1970.
Winardi, Dr, Perencanaan dan Pengawasan dalam Bidang Manajemen, Mandar Maju, Bandung, 1989.

Sabtu, 31 Agustus 2013

PETA KEJADIAN BENCANA DI INDONESIA (JULI 2013)


(Sumber: http://geospasial.bnpb.go.id/wp-content/uploads/2013/08/2013-08-01_kejadian_bencana_Juli2013_frekuensi_2.pdf)

EFEKTIVITAS PERENCANAAN PENGANGGARAN DALAM MENDUKUNG PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH PADA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penerapan Undang-undang Nomor  25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menuntut setiap Pemerintah Daerah untuk siap melaksanakan perencanaan pembangunan dengan dukungan penganggaran secara efisien dan efektif. Efisien dapat diartikan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum. Sedangkan efektif mempunya arti dalam setiap perencanaan pembangunan harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.
Efektivitas perencanaan penganggaran dalam upaya mendukung program pembangunan daerah akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap efisiensi penggunaan sumberdaya pembangunan yang ada. Selain itu pembangunan daerah perlu melaksanakan prinsip-prinsip  kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan Nasional. Perencanaan pembangunan yang  disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan akan mempengaruhi efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan daerah.
Program pembangunan adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Pengalokasian anggaran terhadap setiap kegiatan pembangunan perlu dilakukan secara sistematis dan memadukan antara kegiatan dengan program, kebijakan, strategi, sasaran, tujuan, misi, sampai pada visi dari setiap organanisasi perangkat daerah. Keterpaduan tersebut akan menciptakan efektivitas penggunaan anggaran sehingga tepat pada sasaran yang diharapkan oleh organisasi.
Setiap aparatur yang terlibat dalam perencanaan penganggaran memerlukan ketelitian dalam memahami dan menjabarkan visi dan misi organisasi yang kemudian dijabarkan ke dalam  kegiatan-kegiatan prioritas yang sesuai dengan prinsip-prinsip perencanaan yang terpadu, ekonomis, berpihak kepada rakyat, dan berkelanjutan. Ketidaktelitian dalam perencanaan penganggaran akan mengakibatkan dampak ketidakefektivitasan penggunaan sumberdaya pembangunan, terutama dalam pembiayaan pembangunan. Bahkan akan menimbulkan kesan yang kurang baik yaitu terkesan mengarang-arang anggaran untuk kegiatan yang tidak perlu dalam perencanaan setiap tahun anggaran.
Untuk mengantisipasi tidak efektifnya perencanaan penganggaran perlu dilakukan suatu penelitian yang dapat dijadikan referensi dalam proses pembelajaran pendidikan dan pelatihan aparatur. Dari hasil penelitian yang melihat berbagai aspek-aspek perencanaan penganggaran dan terkait dengan pelaksanaan program pembangunan, diharapkan akan diperoleh data dan informasi mengenai kualitas dan tingkat kompetensi aparatur dalam merencanakan anggaran saat ini.
Tingkat pemahaman aparatur dalam proses perencanaan yang efektif akan diperoleh dari penelitian yang menggambarkan kondisi harapan ideal dalam perencanaan yang tepat dengan keadaan di lapangan yang sebenarnya di kalangan birokrasi, khususnya organisasi-organisasi di lingkungan Pemerintah Daerah. Dari kesenjangan tersebut akan diperoleh sebab-sebab dan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam perencanaan penganggaran program pembangunan di daerah.
Permasalahan yang akan diteliti ditekankan pada lingkup pemahaman atau kompetensi aparatur dan yang terkait dengan substansi materi, sehingga hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masalah kediklatan yang dapat ditindaklanjuti dengan melaksanakan kegiatan dalam bentuk Diklat aparatur atau dijadikan dasar dalam penekanan muatan substansi dari mata Diklat tertentu, misalnya Teori, dan Konsep Indikator Pembangunan, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan lain-lain yang terkait dengan penelitian ini. Hal tersebut menjadi motif utama yang mendorong penelitian/pengkajian ini perlu dilaksanakan. Selain itu banyak kemanfaatan yang akan didapatkan dari hasil penelitian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kediklatan tersebut, diantaranya adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran selanjutnya dengan contoh-contoh referensi isu-isu yang betul-betul aktual.
Topik penelitian ini diangkat karena sesuai dengan kondisi aktual saat ini yang perlu segera ditindaklanjuti oleh para pemegang kebijakan. Kegiatan sebagai tindak lanjut yang diharapkan dapat dilaksanakan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    perencanaan penganggaran dalam program pembangunan,
2.    pelaksanaan identifikasi kebutuhan diklat,
3.    disain kurikulum,
4.    pengembangan sarana dan prasarana diklat,
5.    metode pembelajaran.  
Mengingat sangat sedikitnya hasil-hasil topik penelitian yang berkaitan dengan kediklatan aparatur, maka penelitian ini perlu dilaksanakan. Kemudian dilihat dari tingkat kebaruan topik yang akan diangkat dalam penelitian yaitu efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan daerah terhadap hal-hal yang terkait dengan kediklatan, tingkat kebaruannya relatif menjadi pelopor penelitian kediklatan di lingkungan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu topik yang diangkat sangat sesuai dengan situasi dan kondisi yang diharapkan saat ini.
Mengingat lingkup kediklatan sangat luas, maka diperlukan kespesifikan topik yang dibahas dalam penelitian ini. Lingkup kediklatan yang akan dikaji dalam penelitian ini secara spesifik membahas mengenai permasalahan kesenjangan antara perencanaan penganggaran  yang terjadi saat ini terhadap tuntutan perencanaan yang sesuai dengan kondisi yang ideal dan tingkat kompetensi aparatur yang diharapkan dalam perencanaan penganggaran dalam program pembangunan.
Upaya untuk mengetahui seberapa jauh tingkat efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan dengan tingkat kompetensi aparatur dalam merencanakan APBD dan kegiatan program pembangunan serta kebutuhan kompetensi apa yang diperlukan di lapangan untuk mendukung perencanaan yang efektif memerlukan tahapan proses penelitian yang teliti dan terukur. Sehingga hasil dari penelitian tersebut akan menjadi salah satu indikator dalam tindak lanjut program  selanjutnya, secara khusus dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia aparatur di Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.


B. Identifikasi Masalah
1. Variabel Penelitian        
Variabel penelitian dalam penulisan ini meliputi variabel independent (bebas) yaitu efektivitas perencanaan penganggaran. Sedangkan variabel dependent (terikat) penelitian ini adalah indikator program pembangunan, kompetensi Sumberdaya Manusia (SDM) perencana anggaran, Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Populasi penelitian ini adalah para aparatur yang terkait dengan perencanaan penganggaran di Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta  dengan jumlah responden minimal sebanyak 30 aparatur.
            Efektivitas Perencanaan penganggaran dalam program pembangunan akan berdampak terhadap efisiensi APBD dan ketepatan sasaran dalam upaya mewujudkan visi dan misi suatu organisasi, pada akhirnya akan dampak akan dirasakan oleh masyarakat yang terkait dengan pelaksanaan program pembangunan. Bagaimana efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan dipengaruhi oleh  tingkat kompetensi aparatur terkait perencanaan penganggaran dan APBD yang tersedia. Berkaitan dengan kediklatan aparatur, ada beberapa permasalahan dalam upaya melihat pengaruh tersebut diantaranya adalah.
a.    Belum adanya tolok ukur yang jelas terhadap kinerja alumni pascadiklat terkait dengan perencanaan dan program pembangunan.
b.    Tingkat pemahaman peserta diklat yang bervariasi.
c.    Permasalahan penerapan materi diklat di lapangan terlalu kompleks.
2. Pola Hubungan antarvariabel
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel, yang membentuk pola hubungan sebab akibat antarvariabel tersebut. Variabel tersebut adalah variabel independent dan dependent. Variabel dependent atau disebut juga variabel bebas atau variabel penyebab yaitu variabel yang menyebabkan atau mempengaruhi, yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati. Variabel independent atau disebut juga variabel terikat atau tergantung adalah faktor-faktor yang diobservasi dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor yang muncul, atau tidak muncul, atau berubah sesuai dengan yang diperkenalkan oleh peneliti.
Pola hubungan antarvariabel adalah variabel independent (bebas) mengakibatkan terjadinya variabel dependent (terikat), atau hubungan causalitas atau sebab akibat. Artinya Efektivitas perencanaan  penganggaran sebagai variabel dependent (terikat) dipengaruhi variabel-variabel independent (bebas) yaitu indikator program pembangunan,  kompetensi SDM perencana penganggaran, dan APBD.
3. Penggunaan Notasi Statistik Matematika Universal
            Dalam penelitian ini hasil jawaban responden diolah ke dalam analisis kuantitatif statistik sederhana, yaitu rata-rata hasil pilihan jawaban responden dengan menggunakan 5 (lima) skala Likert. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik dalam kuesioner yang diberikan kepada responden pada waktu menanggapi pertanyaan, kemudian responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia.
4. Pertanyaan Penelitian/Pengkajian
Pertanyaan penelitian/pengkajian untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalah penelitian:
a.    Bagaimanakah efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan dilaksanakan di Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta?
b.    Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan?
5. Asumsi Penelitian
Asumsi yang dapat diterangkan dalam penelitian ini adalah  indikator pembangunan, kompetensi aparatur, dan APBD akan memberikan pengaruh yang positif dalam perencanaan penganggaran, apabila masing-masing kompenen tersebut sesuai dengan visi, misi, dan sasaran organisasi. Salah satu komponen terpenting adalah tingkat kompetensi aparatur, semakin kompeten aparatur dalam merencanakan anggaran, akan semakin efektif perencanaan yang dilakukan. Salah satu aspek untuk meningkatkan kompetensi aparatur tersebut adalah melalui diklat yang bertujuan untuk peningkatan kinerja aparatur.
Ketepatan dalam membuat indikator pembangunan sesuai dengan misi yang ada akan menentukan keberhasilan perencanaan penganggaran. Efektivitas perencanaan penganggaran tergantung pada APBD, maksudnya Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPAS) akan mempengaruhi efektivitas perencanaan penganggaran. Keterbatasan APBD berdampak pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam mengalokasikan dan memprioritaskan anggaran menjadi terbatas jumlah anggaran yang digunakan, sehingga  kualitas keluaran program kurang optimal.

C. Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini mencakup lokasi atau tempat penelitian/pengkajian yaitu pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Cakupan bidang permasalahan yang dibahas mencakup faktor-faktor yang  mempengaruhi efektivitas perencanaan penganggaran, indikator pembangunan, dan kompetensi aparatur yang terlibat dalam perencanaan dan penganggaran. Perumusan masalah ini sebagai  kelanjutan rumusan bagian yang konsisten dengan latar belakang, konsep, teori atau variabel yang dibahas.
            Dari proses identifikasi masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah penelitian tentang Efektivitas Perencanaan Penganggaran dalam Program Pembangunan pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut.
1.    Faktor-faktor apa saja dalam APBD yang mempengaruhi efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan?
2.    Bagaimanakah indikator pembangunan dilaksanakan pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta?
3.    Bagaimanakah tingkat kompetensi aparatur dalam perencanaan penganggaran program pembangunan?

D. Tujuan
Tujuan pelaksanaan penelitian tentang Efektivitas Perencanaan Penganggaran dalam Program Pembangunan pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan daerah, secara spesifik tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.   Untuk mengetahui indikator pembangunan dalam perencanaan penganggaran yang terkait dengan program pembangunan
2.   Untuk mengetahui tingkat kompetensi aparatur yang terkait dengan perencanaan penganggaran dalam program pembangunan.
3.   Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja dalam APBD yang mempengaruhi efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan, khususnya KUA dan PPAS.

E.  Manfaat
            Manfaat penelitian tentang Efektivitas Perencanaan Penganggaran dalam Program Pembangunan pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut.
1.   Mengetahui faktor-faktor yang terkait dengan efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan.
2.   Umpan balik dalam rangka perbaikan perencanaan penganggaran dalam rangka mendukung program pembangunan.
3.   Mendapatkan Informasi sebagai bahan penentuan kebijakan tindak lanjut pengembangan SDM aparatur dalam kediklatan, khususnya dalam perencanaan penganggaran pendukung program pembangunan di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
4.   Referensi pendukung mata diklat isu aktual, konsep, teori, dan indikator pembangunan, untuk digunakan sebagai materi pelengkap modul atau pengembangan bahan ajar yang terkait dengan hasil penelitian.

F. Hasil yang Diharapkan
            Hasil yang diharapkan dari penelitian Efektivitas Perencanaan Penganggaran dalam Program Pembangunan pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah tersedianya karya tulis ilmiah sebagai bahan diklat yang terukur untuk dasar tindak lanjut pengembangan proses kediklatan di Badan Pendidikan dan Pelatihan  Daerah Istimewa Yogyakarta.




BAB II
KERANGKA TEORI

Untuk mengetahui efektivitas perencanaan penganggaran dalam  mendukung program pembangunan memerlukan feed back atau umpan balik dari berbagai pihak, salah satunya adalah melalui penelitian. Hal inilah yang melandasi pentingnya kegiatan penelitian ini dilakukan. Untuk mengetahui efektifitas suatu perencanaan perlu dilakukan evaluasi yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perencanaan penganggaran dalam program pembangunan dapat diketahui secara ilmiah sebab dan akibatnya, kemudian dapat ditindaklanjuti dengan perbaikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan daerah.
Untuk memberikan gambaran atau batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang berkaitan dengan variabel-variabel permasalah yang diteliti, berikut ini akan dijelaskan beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian ini, sebagai berikut.

A. Efektivitas
Penelitian kepustakaan dari berbagai sumber referensi mengenai arti efektivitas memperlihatkan beberapa arti yang bervariasi. Hal ini tergantung dari makna dan arti efektivitas tersebut dikaitkan dengan bahasan kontekstual yang ada. Namun secara umum, efektivitas dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapaian target, sasaran, dan atau tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas sama artinya dengan keefektifan yang berarti sebagai keadaan berpengaruh; keberhasilan (tentang usaha, tindakan) (http://www.artikata.com/arti-325896-efisiensi.html).  Menurut kamus besar bahasa Indonesia keefektifan mempunyai arti sifat atau keadaan efektif. Efektif mempunyai arti sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya (Penjelasan Peraturan Presiden 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).

B. Perencanaan Penganggaran
            Perencanaan penganggaran pembangunan di daerah yang efektif harus memperhatikan dokumen perencanaan pembangungan daerah yang sudah ada, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), dan Rencana Strategi SKPD. Sinkronisasi antara perencanaan penganggaran dengan dokumen perencanaan pembangunan tersebut akan menjamin kesinambungan dan keberlanjutan setiap program pembangunan menjadi terarah, terpadu, efisien, dan efektif.
Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk untuk pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana, dan pertanggungjawaban kepada publik.
Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah. Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran (output) dan hasil yang diharapkan (outcome) termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program yang diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan.
Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kerja tahunan (Renja SKPD) yang merupakan rencana operasional dari Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja.           

C. Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJP dan RPJM) Nasional dan Daerah
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya tersedia. Pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Perencanaan pembangunan terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh kementerian/lembaga dan perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Perencanaan pembangunan oleh pemerintah pusat/daerah terdiri dari:
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Rencana pembangunan jangka panjang yang disusun oleh pemerintah pusat/ daerah, yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Nasional/Daerah. RPJP adalah dokumen perencanaan pembangunan untuk periode 20 tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu pada rencana pembangunan jangka panjang nasional.
Penyusunan RPJP Nasional/Daerah dilakukan melalui urutan kegiatan:
a. Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan.
b. Musyawarah perencanaan pembangunan.
c. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
Untuk tingkat daerah, Bappeda menyiapkan rancangan awal RPJP daerah. Rancangan awal RPJP yang disusun Bappeda tersebut akan digunakan sebagai bahan pembahasan dalam musyawarah perencanaan pembangunan.
Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang), diselenggarakan Bappeda yang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dengan mengikut sertakan masyarakat (antara lain LSM, asosiasi profesi, pemuka agama, pemuka adat, perguruan tinggi serta kalangan dunia usaha), dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat. Berdasarkan hasil musyawarah tersebut Bappeda menyusun rancangan akhir RPJP Daerah. RPJP Daerah ditetapkan dengan Perda.

2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Rencana pembangunan jangka menengah yang disusun oleh pemerintah pusat/daerah, disebut rencana pembangunan jangka menengah tingkat pusat/daerah yang disingkat menjadi RPJM Nasianal/RPJM Daerah. Dalam pasal 5 (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 menyatakan bahwa: RPJM daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP daerah, dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, stratejik pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam rangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Penjelasan pasal 5 (2) tersebut menyebutkan bahwa rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJM daerah) dalam ayat ini merupakan rencana stratejik daerah (Renstrada).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah dilakukan melalui urutan kegiatan sebagai berikut:
a. Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan;
b. Penyiapan rancangan rencana kerja;
c. Musyawarah perencanaan pembangunan;
d. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
Rancangan awal RPJM daerah disusun oleh Kepala Bappeda yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah ke dalam stratejik pembangunan daerah, kebijakan umum, program prioritas kepala daerah, dan arah kebijakan keuangan daerah.
Dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM daerah yang disiapkan oleh Kepala Bappeda, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah, menyiapkan rancangan rencana stratejik satuan kerja perangkat daerah (Renstra-SKPD), sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang memuat visi, misi, tujuan, stratejik, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan.
Rancangan Renstra-SKPD digunakan oleh Kepala Bappeda untuk menyusun rancangan RPJM daerah yang akan digunakan sebagai bahan penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) jangka menengah.
Musrenbang jangka menengah daerah dalam rangka menyusun RPJM daerah dilaksanakan paling lambat dua bulan setelah kepala daerah dilantik dan diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dan mengikutsertakan masyarakat.
Bappeda menyusun rancangan akhir RPJM daerah berdasarkan hasil musrenbang jangka menengah daerah. RPJM daerah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah paling lambat tiga bulan setelah kepala daerah dilantik. Setelah ditetapkannya RPJM daerah, satuan kerja perangkat daerah segera menyesuaikan Renstranya dengan RPJM daerah yang telah disahkan dan ditetapkan dengan peraturan pimpinan satuan kerja perangkat daerah.

3. Rencana Pembangunan Tahunan
Rencana pembangunan tahunan daerah, yang selanjutnya disebut rencana kerja pemerintah daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan untuk periode satu tahun. RKPD merupakan penjabaran dari RPJM daerah dan mengacu pada RPJP daerah, memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Penyusunan RKPD melalui urutan kegiatan sebagai berikut:
a. penyiapan rancangan awal RKPD;
b. penyiapan rancangan rencana kerja;
c. musyawarah perencanaan pembangunan;
d. penyusunan rancangan akhir RKPD.
Sebagai langkah pertama dalam penyusunan RKPD, Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal RKPD sebagai penjabaran dari RPJM daerah. Selanjutnya Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan Renja-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu pada rancangan awal RKPD yang disusun oleh Kepala Bappeda. Setelah itu Kepala Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD dengan menggunakan dasar dari Renja-SKPD tersebut.
Rancangan RKPD menjadi bahan dalam Musrenbang yang diselenggarakan oleh Kepala Bappeda. Musrenbang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintahan. Kepala Bappeda akhirnya menyusun rancangan akhir RKPD berdasarkan hasil dari Musrenbang tersebut. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah dan menjadi pedoman penyusunan RAPBD.

D. Hipotesis
Hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya (Good dan Scates, 1954; Nazir, 2003). Permasalahan dalam penelitian ini ada tiga hubungan masalah atau pertanyaan penelitian yang ingin dipecahkan. Sehingga berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat diambil hipotesis sebagai berikut.
“Perencanaan penganggaran berpengaruh kuat terhadap pencapaian program pembangunan daerah”.




BAB III
METODE PENELITIAN

            Metode penelitian yang dipergunakan adalah survei melingkupi deskripsi obyek penelitian yaitu dokumen-dokumen perencanaan penganggaran dan pembangunan, para pelaku terkait perencanaan, dan dilakukan dengan pendekatan metode kuantitatif, serta metode kualitatif. Metode tersebut merupakan bentuk pendekatan analisis terhadap permasalahan yang ada, dengan mempergunakan parameter-parameter yang berkaitan dengan proses perencanaan penganggaran dalam program pembangunan daerah.

A.  Deskripsi Obyek Penelitian
            Deskripsi obyek penelitian adalah sebagai berikut.
1.   Obyek penelitian adalah para aparatur di Pemerintah Daerah D.I.Y. yang terkait dengan perencanaan dengan target responden sebanyak 35 orang.
2.   Dokumen-dokumen perencanaan penganggaran dan pembangunan untuk mendapat data dan informasi tentang indikator pembangunan,  tingkat kompetensi aparatur terkait  perencanaan penganggaran dan pembangunan, serta faktor-faktor yang terdapat dalam APBD yang mempengaruhi efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan. Dokumen yang diperlukan adalah RPJPD, RPJMD, RKPD, Renstra SKPD, LAKIP, dan Evaluasi APBD.

B. Jenis Metode Penelitian
            Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah survei dan deskriptif dengan penilaian secara kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan cara mengambil data yang diambil dari responden berupa data penilaian responden yang terkait dengan tingkat kompetensi aparatur yang terkait dengan perencanaan, sehingga pengukuran yang dihasilkan diharapkan merupakan bentuk pengukuran kinerja dan pemahaman terhadap substansi perencanaan penganggaran dan pembangunan daerah. Pengukuran dilakukan dengan memberikan skor jawaban pada hasil jawaban kuesioner responden, dengan menggunakan skala Likert (5 pilihan) dengan skor minimal = 1 dan skor maksimal = 5. Hasil jawaban responden terhadap kuesioner, kemudian disusun dan dianalisis untuk mengetahui tingkat kompetensi aparatur terkait perencanaan penganggaran dan pembangunan daerah dari sisi kognisi, afeksi, dan psikomotorik.
Evaluasi penilaian dengan metode kualitatif  dideskripsikan untuk membuat gambaran secara obyektif, sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antarvariabel yang diteliti dan berkaitan dengan dengan peristiwa atau situasi dan kondisi dalam proses perencanaan penganggaran dalam program pembangunan daerah. Data-data yang diperoleh di lapangan kemudian diolah dan dianalis dengan cara mengkomparasikan data yang satu dengan data yang lainnya, sehingga diperoleh kesimpulan secara deskriptif tentang proses perencanaan penganggaran dalam program pembangunan daerah berdasarkan analisis data tersebut.

C. Kriteria Evaluasi Penilaian Metode Kuantitatif
            Data yang diambil dari responden adalah data penilaian responden terhadap indikator-indikator pertanyaan yang mengarah kepada efektivitas perencanaan penganggaran pembangunan daerah, sehingga pengukuran yang dihasilkan merupakan hasil pengukuran responden terhadap item-item pertanyaan yang mengukur tingkat efektivitas perencanaan penganggaran pembangunan daerah. Skor jawaban dengan menggunakan skala Likert (5 pilihan) dengan skor minimal = 1 dan skor maksimal = 5.
Jumlah pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner sebanyak 13 (tiga belas) pertanyaan yang berbentuk pilihan berganda (multiple choice). Dari jumlah pertanyaan tersebut kriteria penilaian jawaban pertanyaan keseluruhan untuk satu responden mempunyai skor maksimum = 60 dan skor minimum = 12. Interval skor dapat dihitung dengan mempergunakan perhitungan sebagai berikut.
Interval  = skor maksimum – skor minimum
                           Jumlah kategori

                = 60 – 12
                        5

                =  9,6

            Interval yang diperoleh dipergunakan untuk menggolongkan kategori adalah sebagai berikut.
a. Kategori Belum Efektif   : ≤ 22
b. Kategori Kurang Efektif  : 22 - 31
c. Kategori Cukup Efektif   : 32 - 41
d. Kategori Efektif                : 42 - 51
e. Kategori Sangat Efektif  : > 51

D. Kriteria Evaluasi Penilaian Metode Kualitatif
Evaluasi penilaian dengan metode kualitatif didasarkan dari hasil analisis referensi-referensi dalam bentuk kepustakaan, literatur, peraturan, web site atau sumber kepustakaan lain terkait dengan perencanaan penganggaran pembangunan daerah. Sumber pustaka tersebut dihubungkan dengan kajian deskriptif kualitatif peneliti melalui pengamatan kondisi sebenarnya di lapangan yang dikuatkan dengan data-data yang ada.
Evaluasi penilaian dengan metode kualitatif tersebut dideskripsikan untuk membuat gambaran secara obyektif, sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antarvariabel yang diselidiki yan berkaitan dengan dengan peristiwa atau situasi dan kondisi yang ada. Fenomena atau peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan efektivitas perencanaan penganggaran dalam mendukung program pembangunan daerah.




BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Perencanaan Penganggaran Dalam Program Pembangunan
            Efektivitas perencanaan penganggaran sebagai variabel dependent (terikat) dipengaruhi oleh banyak variabel independent (bebas), diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Penetapan indikator program pembangunan
2. Kompetensi Sumberdaya Manusia (SDM) perencana anggaran,
3. Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
            Artinya perencanaan penganggaran akan berjalan secara efektif apabila terpenuhinya variabel-variabel bebas tersebut. Indikator pembangunan yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan daerah baik RPJP, RPJM, Renja, serta Renstra SKPD yang kemudian diterjemahkan dalam indikator dalam perencanaan penganggaran pada setiap program/kegiatan pembangunan SKPD. Ukuran dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif dalam indikator pembangunan berpengaruh dalam pengalokasian APBD yang tersedia, semakin tepat dalam membuat ukuran dalam indikator semakin efektif pelaksanaan penganggaran program pembangunan.
Kompetensi aparatur perencana anggaran akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian indikator program pembangunan tersebut. Aparatur yang kompeten dan profesional tentu memahami dokumen perencanaan yang ada, sehingga dalam membuat program pembangunan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pada SKPD masing-masing sesuai dengan dokumen perencanaan yang ada.
Selain itu dukungan APBD sangat diperlukan dalam mendukung tercapainya program pembangunan tersebut, KUA dan PPAS ditetapkan berdasarkan kebutuhan prioritas yang mendukung secara proporsional kebijakan dalam dokumen perencanaan. APBD yang nilainya tinggi akan tidak efektif manfaatnya apabila pengalokasiannya tidak menggunakan perencanaan yang matang dan skala prioritas yang tepat untuk mendukung visi dan misi yang telah ditetapkan. Sebaliknya APBD yang nilainya sedikit tetapi pengalokasian anggarannya tepat sasaran sesuai visi dan misi yang ada tentu sangat efektif.
Permasalahan yang terjadi pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) dalam upaya mengefektifkan perencanaan penganggaran program pembangunan daerah adalah Ketidakseimbangan dalam struktur APBD antara Pendapatan, Pembelanjaan, dan Pembiayaan. Keterangan permasalahan tersebut secara lebih terinci adalah sebagai berikut (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2012).
1.   Ratio belanja pegawai terhadap total belanja daerah terlalu tinggi.
      Hasil analisis dan deskriptif APBD 2012 yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan  menyebutkan bahwa  untuk belanja pegawai, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki rasio belanja pegawai tertinggi (58,6%) untuk agregat pemda provinsi kabupaten dan kota. Pemda DIY memiliki rasio Belanja Pegawai lebih dari 50,0%. Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian, karena secara implisit Pemda DIY hanya menganggarkan sebagian kecil APBD-nya untuk jenis-jenis belanja selain Belanja Pegawainya. Hal ini akan menyebabkan keterbatasan program dan kegiatan daerah di luar belanja pegawai yang bisa didanai, khususnya dalam mendukung pemenuhan layanan publik.
2.   Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah terlalu tinggi.
      Rasio Belanja Modal terhadap total Belanja Daerah mencerminkan porsi Belanja Daerah yang dibelanjakan untuk membiayai Belanja Modal. Belanja Modal ditambah belanja barang dan jasa merupakan belanja pemerintah daerah yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, di samping pengaruh dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri.
      Realisasi Belanja Modal akan memiliki multiplier effect dalam menggerakkan roda perekonomian daerah. Oleh karena itu, semakin tinggi angka rasionya, diharapkan akan semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
      Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin berkurang pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
      Provinsi yang memiliki rasio terendah adalah Provinsi DIY dengan angka sebesar 12,2%. Kondisi di atas menunjukkan Pemda DIY masih menganggarkan Belanja Modal dengan proporsi yang kecil, yaitu dibawah 24,0%. Itu berarti bahwa sebagian daerah masih belum memberikan perhatian yang cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonominya
Hasil penelitian dari jawaban responden terhadap keseluruhan pertanyaan yang menunjukkan tingkat efektivitas perencanaan penganggaran pembangunan daerah diperoleh hasil antara cukup efektif sampai dengan efektif. Secara terinci tahapan perolehan hasil tersebut adalah sebagai berikut.
Untuk mengetahui tingkat efektivitas perancanaan penganggaran dari sisi tingkat kompetensi responden diberikan kuesioner yang berisi 12 pertanyaan. Pertanyaan tersebut menggambarkan indikator tingkat efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan daerah dari sisi penguasaan responden yang terkait dengan substansi perencanaan dan penganggaran.
            Perlu dijelaskan bahwa responden tidak diberikan prediktor masing-masing item kuesioner untuk menentukan besaran penilaian, oleh karena itu kualitas jawaban sangat tergantung dari kemampuan atau sikap responden dalam melaksanakan perencanaan penganggaran pada SKPD masing-masing. Namun dari peta jawaban dapat dilihat bahwa kecenderungan jawaban responden dapat dikatakan sama. Secara rinci kecenderungan jawaban responden dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 1).
Tabel 1. Kecenderungan Responden  terhadap Tingkat Efektivitas Perencanaan Penganggaran Program Pembangunan Daerah

No.
Tingkat Perbaikan Kinerja Alumni
Jumlah
Persentase
1.
2.
3.
4.
5.
Belum Efektif (< 22)
Kurang Efektif (22 – 31)
Cukup Efektif (32 - 41)
Efektif (42 – 51)
Sangat Efektif (> 51)
0
2
16
16
1
0,00
5,71
45,71
45,71
2,86
Jumlah keseluruhan
35
100,0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2013
Dari hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,35. Hal ini menunjukkan tingkat efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan Pemda DIY dalam kategori Efektif.
B. Indikator Program Pembangunan
            Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2009–2013 menjelaskan kedudukan dan fungsi RPJMD sebagai dokumen perencanaan yang mengakomodasi berbagai aspirasi untuk jangka waktu lima tahun dan satu tahun transisi ke depan sebagai upaya untuk mengarahkan semua sumber daya yang dimiliki dan mengupayakan sumber daya lain untuk pelaksanaan program-program pembangunan dan untuk mencapai tujuan pembangunan yang ditetapkan. Mengingat kedudukan tersebut semua semua program-program dan  kegiatan-kegiatan yang akan direncanakan SKPD harus mengacu kepada dokumen RPJMD (gambar 1).






















Gambar 1. Kerangka pikir penyusunan RPJMD Tahun 2009-2013 (RPJMD Provinsi DIY, 2009-2013)

Efisiensi dan Efektivitas Anggaran perlu dilakukan, artinya dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat meningkatkan pelayanan pada masyarakat yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan masyarakat dapat diwujudkan dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur daerah, terutama yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat (RPJMD Provinsi DIY 2009-2013).
Efektivitas pelaksanaan perencanaan penganggaran program pembangunan daerah dapat dilihat dari tingkat capaian kinerja yang terukur dalam indikator program pembangunan daerah. Indikator kinerja merupakan ukuran yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan atau prestasi kerja setiap SKPD dalam setiap perencanaan penganggaran program pembangunan daerah.
Permasalahan yang terjadi pada SKPD di Pemda DIY adalah kurang memperhatikan indikator pembangunan dalam RPJMD. Padahal indikator tersebut merupakan hasil aktualisasi dari perumusan visi, misi serta tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, kemudian dijabarkan secara lebih sistematis melalui perumusan strategi, arah kebijakan, dan program.
            Pemda DIY dalam RPJMD 2009-2013 mempunyai visi pembangunan DIY yang ingin dicapai selama lima tahun sebagai berikut.
“Pemerintah Daerah yang katalistik dan masyarakat mandiri yang berbasis keunggulan daerah serta sumberdaya manusia yang berkualitas unggul dan beretika”.
Untuk mewujudkan visi tersebut ditempuh melalui empat misi pembangunan daerah sebagai berikut:
1. Mengembangkan kualitas sumberdaya manusia yang sehat, cerdas, profesional, humanis dan beretika dalam mendukung terwujudnya budaya yang adiluhung.
2. Menguatkan fondasi kelembagaan dan memantapkan struktur ekonomi daerah berbasis pariwisata yang didukung potensi lokal dengan semangat kerakyatan menuju masyarakat yang sejahtera.
3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas tata kelola pemerintahan yang berbasis Good Governance.
4. Memantapkan prasarana dan sarana daerah dalam upaya meningkatkan pelayanan publik.
            SKPD di Pemda DIY dalam membuat program dan kegiatan harus memahami ke_4 (empat) misi tersebut yang kemudian dijabarkan ke dalam Strategi, Arah Kebijakan, Program dan Indikator. RPJMD Pemda DIY dalam hal kediklatan aparatur Pemda DIY diakomodasi dalam Misi ke_3 (tiga) yaitu Meningkatkan efisiensi dan efektivitas tata kelola pemerintahan yang berbasis Good Governance, dalam urusan Pemerintahan Umum. Dukungan untuk mencapai misi tersebut yang terkait proses kediklatan diantaranya adalah  Program Penelitian dan Pengembangan, Program Pendidikan Kedinasan, Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur, dan Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur.
            Permasalahan yang ada dalam proses kediklatan aparatur adalah program-program yang terkait tersebut belum terakomodasi dalam indikator pembangunan yang riil dan nyata, sehingga menimbulkan kendala dalam pengalokasian anggaran. Walaupun sebenarnya pendidikan dan pelatihan aparatur merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, akan tetapi karena adanya perbedaan penempatan dalam urusan yaitu urusan pemerintahan umum dan urusan pendidikan, berdampak kepada alokasi rekening anggaran yang berbeda.
            Hasil penelitian dari jawaban responden terhadap tingkat kesesuaian perencanaan program pembangunan pada masing-masing SKPD Pemda DIY, dari 35 responden dari berbagai SKPD di Pemda DIY menyatakan sudah adanya kesesuaian bahkan berkecenderungan sudah sangat sesuai.
Tabel 2. Tingkat Kesesuaian Perencanaan Penganggaran Program Pembangunan Daerah
No.
Tingkat Kesesuaian Perencanaan Program Pembangunan Daerah
Jumlah
Persentase
1.
2.
3.
4.
5.
Belum Sesuai (0 - 1)
Kurang Sesuai (≥ 1 - 2)
Cukup Sesuai (≥ 2 - 3)
Sesuai (≥ 3 - 4)
Sangat Sesuai (≥ 4 - 5)
0
0
3
11
21
0,00
0,00
8,57
31,43
60,00
Jumlah keseluruhan
35
100,0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2013
Hasil analisa kecenderungan responden didapatkan hasil yang sangat sesuai dari kecenderungan 35 orang responden dengan persentasi 60,00. Dari hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,51. Hal ini menunjukkan tingkat efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan Pemda DIY dalam kategori sesuai.

C.  Kompetensi Aparatur dalam Perencanaan Penganggaran Program Pembangunan
            Permasalahan yang terkait dengan pengembangan kompetensi aparatur pada Pemda DIY saat ini, khususnya yang terkait dengan kediklatan, dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2013 (RKPD Pemda DIY Tahun 2013), dijelaskan sebagai berikut.
1. Upaya penerapan diklat sistem satu pintu belum optimal.
2. Belum maksimalnya pemanfaatan alumni Diklat baik alumni Diklat Struktural maupun Diklat Teknis dan Diklat Fungsional.
3. Sarana dan prasarana penyelenggaraan Diklat belum optimal.
4. Belum optimalnya Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) yang mengakibatkan Diklat-Diklat (Teknis Fungsional) yang dilaksanakan belum sepenuhnya sesuai kebutuhan.
5. Banyak daerah yang mengutamakan diklat aparatur di daerahnya sendiri dan meningkatnya kompetisi dengan lembaga diklat yang lain dalam hal penyelenggaraan diklat.
            Pemda DIY dalam upaya pengembangan SDM Aparatur perlu mengedepankan skala prioritas dari sisi eksistensi kelembagaan Diklat, mengingat potensi sumberdaya di DIY yang potensial untuk dikembangkan adalah dari sektor SDM. Selain itu kebijakan standarisasi dalam pengalokasian anggaran dalam kediklatan minimal disepadankan dengan di Kabupaten/Kota di Wilayah DIY. Hal ini penting untuk menambah motivasi dari SDM Aparatur dalam mengembangkan kompetensinya.
            Kompetensi aparatur terkait dengan perencanaan penganggaran dalam pembangunan daerah dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan 3 (tiga) indikator yang secara eksplisit terdapat dalam kuesioner pertanyaan, indikator tersebut adalah sebagai berikut.
1.    Pemahaman dalam proses perencanaan dan pembangunan daerah.
2.    Pemahaman terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan perencanaan penganggaran dan pembangunan.
3.    Kontinuitas dalam mengikuti perubahan peraturan terkait perencanaan penganggaran pembangunan.
Hasil penelitian dari jawaban responden terhadap tingkat kompetensi aparatur terkait perencanaan program pembangunan pada masing-masing SKPD Pemda DIY, dari 35 responden dari berbagai SKPD di Pemda DIY menyatakan bahwa tingkat kompetensi aparatur sudah baik. Hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,25.
           




BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dikaitkan dengan konsep dan teori yang ada, maka dalam upaya mewujudkan efektivitas perencanaan penganggaran dalam mendukung program pembangunan daerah pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Tingkat efektivitas perencanaan penganggaran dalam program pembangunan daerah pada Pemda DIY sudah efektif. Hal ini berdasarkan hasil rerata jawaban 35 (tiga puluh lima) responden dari berbagai SKPD dengan skala nilai 3,35 dengan menggunakan rentang nilai 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) skala nilai Likert.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas perencanaan penganggaran, diantaranya adalah indikator program pembangunan, kompetensi Sumberdaya Manusia (SDM) perencana anggaran, Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
3. Rasio Belanja Pegawai Pemda DIY lebih dari 50,0%, berarti proses penganggaran sebagian kecil APBD-nya untuk jenis-jenis belanja selain Belanja Pegawainya. Hal tersebut berdampak keterbatasan program dan kegiatan daerah di luar belanja pegawai yang bisa didanai, khususnya dalam mendukung pemenuhan layanan publik.
3. Efektivitas pelaksanaan perencanaan penganggaran program pembangunan daerah dapat dilihat dari tingkat capaian kinerja yang terukur dalam indikator program pembangunan daerah. Indikator kinerja merupakan ukuran yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan atau prestasi kerja setiap SKPD dalam setiap perencanaan penganggaran program pembangunan daerah.
4. Hasil penelitian dari jawaban responden terhadap tingkat kompetensi aparatur terkait perencanaan program pembangunan pada masing-masing SKPD Pemda DIY, diperoleh tingkat kompetensi aparatur sudah baik, dengan hasil analisa rerata keseluruhan skor responden didapatkan angka 3,25.

B. Rekomendasi
            Rekomendasi yang dapat diberikan untuk meningkatkan efektivitas  perencanaan penganggaran dalam mendukung program pembangunan sesuai dengan visi dan misi Pemda DIY, adalah sebagai berikut.
1. Misi Pemda DIY meningkatkan efisiensi dan efektivitas tata kelola pemerintahan yang berbasis Good Governance, dalam urusan Pemerintahan Umum. Memerlukan tambahan dukungan program yang terinci dalam kegiatan secara khusus untuk mencapai misi tersebut yang terkait proses kediklatan, diantaranya adalah  Program Penelitian dan Pengembangan, Program Pendidikan Kedinasan, Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur, dan Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur.
2. Pengembangan kompetensi sumberdaya manusia aparatur secara teknis dalam perencanaan penganggaran program pembangunan memerlukan kegiatan Diklat teknis aparatur secara berjenjang.
3. Peningkatan kualitas pelayanan masyarakat dapat diwujudkan dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur daerah, terutama yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA

Literatur-literatur:

Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri. 2011. Modul 1 Perencanaan dan Penyusunan APBD. Training of Trainers (TOT) Diklat Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (Financial Management for Non-Finance Officer).

Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri. 2011. Modul 2 Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD. Training of Trainers (TOT) Diklat Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (Financial Management for Non-Finance Officer).

Direkturorat Jenderal Perimbangan Keuangan Deskripsi dan Analisis APBD. 2012.http://www.djpk.depkeu.go.id/attachments/article/209/ deskripsi_dan_analisis_APBD_2012_a5_cetak_edit2.pdf. Diakses 21-7-2013.

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal. 151.




Peraturan-peraturan:

Undang-undang Nomor  25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2009–2013.


Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2013.