Selasa, 09 Februari 2010

PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM TERPADU DAN BERKELANJUTAN

ABSTRAK
Pengelolaan Sumberdaya Alam Terpadu dan Berkelanjutan membahas secara ringkas ruang lingkup sumberdaya alam dalam kaitannya dengan sistem manajemen pemerintahan yang terpadu dan berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang ideal meliputi aspek-aspek keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial dan budaya, politik serta pertahanan dan keamanan, dengan prinsip-prinsip dasar pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi dan perspektif jangka panjang. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menegaskan bahwa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemanfaatan sumberdaya alam antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten harus memiliki hubungan yang meliputi kewenangan, tanggungjawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian, dampak, budidaya, dan pelestarian. Untuk menuju ke arah tersebut, dalam pengelolaan sumberdaya alam diperlukan suatu sistem yang saling mendukung, terpadu dan saling memberikan umpan balik dalam upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam melalui pengelolaan yang profesional untuk kesejahteraan masyarakat luas.

Kata kunci:
pembangunan berkelanjutan, sistem manajemen pemerintahan, terpadu, pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi dan perspektif jangka panjang.

PENDAHULUAN
Krisis multidimensional telah melanda Indonesia sejak tahun 1997, berawal dari krisis moneter dan ekonomi yang berkepanjangan kemudian berkembang menjadi krisis kepercayaan dan krisis politik. Dampak krisis tersebut membawa Indonesia menjadi terbelakang dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, walaupun mereka juga terkena krisis tetapi tidak separah yang terjadi di Indonesia.
Hal tersebut memberikan kesadaran bagi Bangsa Indonesia, ternyata pembangunan yang telah dilaksanakan Indonesia memiliki kelemahan yang pada saat itu kurang mendapat perhatian pemerintah serta publik dalam arti yang lebih luas, seperti ketergantungan terhadap luar negeri, dimana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta banyak dilaksanakan melalui hutang luar negeri, jumlah impor lebih besar dibandingkan ekspor, defisit transaksi berjalan yang semakin besar jumlahnya, penanaman modal asing (foreign direct investment) mendominasi dalam perekonomian Indonesia, basis perekonomian di dalam negeri kurang diperhatikan. Dan yang terpenting adalah belum banyak dijumpai pembangunan yang berprinsip pada keterpaduan antar sektor serta keberlanjutan untuk diimplementasikan dalam pembangunan selanjutnya.
Pengelolaan sumberdaya alam yang terpadu dan berkelanjutan mutlak diperlukan, mengingat selama ini dalam pemanfaatannya belum dilakukakan secara bijaksana, dimana banyak sumberdaya alam yang berkaitan langsung efeknya terhadap lingkungan hidup semakin menurun jumlah dan mutunya sehingga manfaatnya makin berkurang. Pendayagunaan sumberdaya alam harus tetap memperhatikan asas konservasi, namun tidak hanya cukup dengan menyebut pengelolaan konservasi tetapi menjadi pengelolaan bisnis konservasi (Marsono, D: 1999). Akan lebih optimal apabila dalam pengelolaan sumberdaya alam sudah menghasilkan barang jadi dan siap untuk dikonsumtifkan ke pangsa pasar luar negeri, dibandingkan dengan ekspor yang baru setengah jadi, lebih-lebih masih dalam bahan mentah yang memerlukan proses panjang untuk memanfaatkannya. Menjadi tugas berat khususnya bagi aparatur pemerintah untuk menjalankan manajemen pemerintahan yang sadar, peduli serta berkomitmen positif terhadap sumberdaya alam Indonesia secara profesional, membuat rangkaian proses pengelolaan sumberdaya alam untuk dapat mengantarkan masyarakat pada peningkatan kualitas kehidupan yang selaras dengan lingkungannya.

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP SUMBERDAYA ALAM
Sumberdaya alam dapat diartikan sebagai berbagai potensi yang terdapat di dalam lingkungan alam yang dapat diubah menjadi bahan atau energi untuk memenuhi dan mempengaruhi kepentingan hidup manusia. Potensi yang terdapat di alam tersebut terbentuk secara alamiah, misalnya air permukaan, air tanah, udara, panas bumi, sinar matahari, relief topografi, kelautan, tanah, iklim, bahan galian dan sebagainya.
Semberdaya alam mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena mencakup unsur dari lingkungan hidup yang mendukung kehidupan di muka bumi secara alamiah. Sumberdaya alam tersebut dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan besar yaitu sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable) dan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable). Ada juga yang menggolongkan menjadi sumberdaya alam hayati yaitu sumberdaya alam yang berkehidupan, misalnya flora dan fauna, serta sumberdaya alam non hayati yaitu sumberdaya alam yang tidak berkehidupan, misalnya mineral, kelautan, pantai dan sebagainya.

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM
Sumberdaya alam merupakan salah satu dari unsur lingkungan hidup, terdiri dari sumberdaya alam hayati dan non hayati. Dalam ketentuan umum Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Oleh karena itu setiap implementasi pengelolaan sumberdaya alam harus berlandaskan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997. Keterpaduan antar pihak yang terkait dengan sumberdaya alam dalam pengelolaan sumberdaya alam merupakan kunci pokok untuk dapat menuju arah pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Setiap permasalahan pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan pendekatan secara holistik dan terpadu antar semua sektor dengan melakukan kajian analisis terhadap aspek fisik, biotik dan sosial budaya., sehingga diperoleh penyelesaian permasalahan yang membawa manfaat bagi keberlanjutan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Penerapan kebijakan di dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia saat ini adalah sebagai akibat dari tuntutan gelombang arus reformasi, dimana sektor sumberdaya alam khususnya sumberdaya mineral dan energi menjadi salah satu isu penting dalam kaitannya dengan keadilan pembagian hasil sumberdaya alam antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Penebangan hutan secara liar atau illegal logging akan menjadi sangat berbahaya bagi pelestarian fungsi lingkungan apabila tetap dibiarkan terjadi. Keinginan Pemerintah Daerah untuk dapat mengelola sumberdaya alam yang dimiliki mendorong lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada saat sekarang ini undang-undang tersebut sudah tidak berlaku lagi karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. Sehingga diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menekankan pentingnya hubungan antar Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan kewenangannya, yang mana salah satu kewenangannya adalah dalam pemanfaatan sumberdaya alam perlu untuk dilaksanakan secara adil dan selaras. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai landasan dan keharusan bagi pemerintah untuk dapat melaksanakan pengelolaan sumberdaya alam secara terpadu dan berkelanjutan.
Kemudian dalam hal implementasi pengelolaan sumberdaya alam mempunyai kecenderungan ke arah konflik. Terutama dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam di lapangan, sampai saat ini ternyata masih dijumpai disana-sini bentuk peraturan perundangan yang tidak terintegrasi antara sektor satu dengan sektor lainnya. Masing-masing sektor masih kelihatan sekali ego sektoral padahal masih dalam ruang lingkup sumberdaya alam, hal tersebut tercermin misalnya dalam rancangan undang-undang sumberdaya air di dalam substansinya masih terlihat seperti tarik-menarik kewenangan antara dua departemen, sebagai contoh dimana letak zonasi perbedaan antara air permukaan, air bawah tanah dan mata air untuk dijadikan batas kewenangan pengelolaan. Perbedaan persepsi mengenai pelestarian fungsi hutan lindung, sehingga muncul Perpu Nomor 1 Tahun 2004 mengenai penambangan terbuka di kawasan hutan lindung yang sekarang sudah menjadi undang-undang. Pemerintah Pusat yang masih belum rela menyerahkan kewenangan bidang pertanahan secara penuh kepada Pemerintah Daerah dan sebagainya.
Sumberdaya alam mineral yang dalam tahapan proses penambangannya saat ini paling menghadapi tantangan cukup berat, apakah pada saat awal yaitu penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi maupun sampai pada saat akhir yaitu pengangkutan dan penjualan. Tantangan dari masyarakat lokal, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Pecinta Lingkungan, serta instansional dalam lingkup pemerintah daerah, dimana kegiatan pengolahan sumberdaya mineral tersebut selalu dikaitkan dengan merusak lingkungan, hutan, sumberdaya air, pencemaran sungai, laut dan masih banyak lagi. Kemudian dalam kaitannya dengan otonomi daerah masih banyak hal-hal yang perlu pengaturan lebih lanjut yang diharapkan tertuang dalam Peraturan Daerah.
Implementasi kebijakan pengelolaan sumberdaya alam memerlukan keterpaduan antar sektor-sektor terkait. Dengan dikeluarkannya UU. No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dimana disebutkan adanya larangan penambangan terbuka di hutan lindung, kemudian dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 41 Tahun 2000, yang menyebutkan kegiatan pertambangan dilarang dilakukan di pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari 2.000 kilometer persegi (200.000 hektar). Hal tersebut menjadi tugas berat bagi pemegang kebijakan di pusat maupun di daeran dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam untuk dapat memecahkan permasalahan-permasalahan agar kebijakan akhir sebagai solusi penyelesaian dapat terpadu, terintegratif antar sektoral, terhindarkan dari tumpang tindih kegiatan dalam melaksanakan kewenangan.
Kebijakan yang dikeluarkan harus sesuai prinsip-prinsip dasar pembangunan yang berkelanjutan, dimana kesempatan berusaha bagi masyarakat ditumbuhkan secara merata dan tidak berpihak pada pengusaha besar saja. Diharapkan sentra-sentra industri kecil dan menengah pengolah sumberdaya alam dapat tumbuh semakin banyak, memanfaatkan bahan baku dari sumberdaya alam, misalnya industri kayu lapis, kelapa sawit, batugamping, marmer, andesit dan sebagainya. Pemerintah harus cepat menangkap peluang tersebut, kemudian berupaya membina dan mengembangkannya dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam, baik dari segi aspek teknik pengolahan maupun aspek teknik penambangannya agar berwawasan lingkungan.
Pada akhirnya pengelolaan sumberdaya alam memerlukan komitmen bersama antar stakeholders yang terkait dalam mengimplementasikan prinsip dasar pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Pemahaman terhadap arti penting lingkungan hidup harus sejak dini mulai diberikan kepada masyarakat, dimulai dari pendidikan tingkat dasar sampai perguruan tinggi dengan cara memasukkan pendidikan lingkungan ke dalam kurikulum, ceramah atau sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi tidak tumbuhnya sikap dan kelakuan ramah lingkungan hidup pada masyarakat, diantaranya karena pertimbangan ekonomi, kebudayaan dan penegakan hukum yang lemah. Oleh karena itu yang terpenting disini adalah bagaimana menanamkan kesadaran lingkungan hidup kepada masyarakat untuk dapat mengatur diri sendiri agar tercipta pembangunan yang ramah lingkungan, berpihak pada rakyat, ekonomis dan berkelanjutan (Otto Soemarwoto, 2001).

KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dari pembahasan pengelolaan sumberdaya alam terpadu dan berkelanjutan adalah sebagai berikut:
1. Sumberdaya alam mempunyai ruang lingkup yang sangat luas di dalam pengelolaannya, dapat dilihat dari perspektif lingkungan, macam serta jenisnya, tantangan serta hambatan maupun dalam mengimplementasikan kebijakan yang ada.
2. Pengelolaan sumberdaya alam terpadu dan berkelanjutan merupakan amanat undang-undang yang harus dilaksanakan untuk menjaga agar kondisi lingkungan hidup tidak rusak atau tercemar.
3. Eksploitasi sumberdaya alam yang terus meningkat diupayakan untuk ditekan seminimal mungkin dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, diupayakan alternatif pengganti sebelum titik kritis deposit, agar supaya ketersediaan sumberdaya alam dapat terus terkontrol, terjaga dan berkelanjutan untuk generasi di masa mendatang.
4. Pengelolaan konservasi sumberdaya alam hayati sebagai hal yang mutlak harus dilaksanakan dalam setiap usaha pemanfaatan sumberdaya alam tersebut.
5. Untuk menghidari konflik dalam implementasi pengelolaan sumberdaya alam diperlukan keterpaduan dalam pembuatan produk perundang-undangan maupun implementasi kebijakannya, dengan landasan aspek-aspek keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial dan budaya, politik serta pertahanan dan keamanan, serta prinsip-prinsip dasar pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi dan perspektif jangka panjang.

REFERENSI
Anonim. 1990. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Anonim. 1997. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Anonim. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Anonim. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Djajadiningrat, Surna T. 2001. Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Studio Tekno Ekonomi, Fakultas Teknologi Industri ITB Bandung.
Marsono, D. 2004. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. PT. Bayu Grafika dan Bigraf Publising bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan (STTL) Yogyakarta.
Soemarwoto, Otto. 2001. Atur-Diri-Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Ligkungan Hidup. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soerjani, M., R. Ahmad, dan R. Munir. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar