Selasa, 09 Februari 2010

FALSAFAH HAMEMAYU HAYUNING BAWONO

Abstrak
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai keunikan, kekhasan dan spesifikasi kebudayaan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Falsafah Hamemayu Hayuning Bawana yang merupakan visi dari Kraton Yogyakarta telah diadopsi menjadi filosofi pembangunan daerah yang kemudian dikembangkan menjadi Budaya Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Rahayuning Bawono Kapurbo Waskithaning Manungso (Selaras-Menjaga Kelestarian dan Keselarasan Hubungan dengan Tuhan, Alam, dan Manusia), Dharmaning Satrio Mahanani Rahayuning Nagoro (Ahli Profesional, Pelayanan Prima, Teladan-Keteladanan), Rahayuning Manungso Dumadi Karono Manungsane (Akal Budi Luhur, Jati Diri/Pribadi yang Berbudi Luhur). Budaya pemerintahan tersebut sebagai wujud tanggung jawab yang harus diupayakan untuk dapat terpenuhi oleh setiap aparatur pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kebudayaan yang berkembang di Daerah Istimewa Yogyakarta ditandai dengan adanya Kraton Yogyakarta memberikan nuansa khusus terhadap jalanya pemerintahan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap kegiatan pembangunan tidak dapat dilepaskan dari landasan filosofi hamemayu hayuning bawana yang sangat peduli lingkungan hidup untuk menuju arah pembangunan yang berkelanjutan.
Kata kunci: hamemayu hayuning bawana, budaya pemerintahan, peduli lingkungan hidup, berkelanjutan.

Kraton Yogyakarta dan Lingkungan Hidup
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai ciri sangat khas karena keberadaan Kraton Yogyakarta yang tidak bisa dilepaskan dengan jalannya pengelolaan pemerintahan sekarang ini. Kraton merupakan warisan budaya berharga yang dapat dijadikan acuan dalam mengkaji konsep-konsep dasar pengelolaan lingkungan hidup, termasuk di dalamnya aparatur pemerintah sebagai khalifah-pamong, nayokoning projo dan pemegang kendali jalannya pemerintahan di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Konsep dasar Kraton Yogyakarta dalam mengelola lingkungan hidup sudah tercermin sejak keberadaan Kraton Yogyakarta yang didirikan pada tanggal 13 Februari 1755. Secara garis besar ada tiga aspek yang mendapatkan perhatian Kraton Yogyakarta dalam mengelola lingkungan hidup, yaitu aspek abiotic (fisik), biotic (hayati) dan culture (politik, ekonomi, sosial, hukum dan budaya). Konsep dasar pengelolaan lingkungan hidup tersebut manfaat dan eksistensinya sampai saat ini masih dirasakan dan sering digunakan sebagai rujukan dalam perkembangannya.
Penataan lingkungan fisik Kraton Yogyakarta merupakan konsep tata ruang yang yang digagas dan dilaksanakan Pangeran Mangkubumi, dikenal dengan konsep sumbu nyegara gunung. Di lapangan diwujudkan dengan adanya Samudera Indonesia, tanda gardu pandang Gedong Krapyak, situs kraton, tugu dan tanda alami gunungapi Merapi. Poros penataan yang merupakan sumbu bayangan digunakan sebagai pedoman arah dan perlambang yang diramu dari paduan faham Hindu-Islam yang dapat dimaknai sebagai jalan yang lurus menuju kehidupan akhirat. Dengan menempatkan gunung pada posisi sakral pada bagian atas (utara) dimaksudkan agar pada wilayah tersebut diperlakukan secara baik karena merupakan kawasan penyangga atau kawasan lindung yang bermanfaat bagi wilayah di bawahnya, sebagai sumber air bawah tanah dan keanekaragaman hayati. Kemudian posisi tengah ditandai dengan adanya pusat institusi ditandai dengan Bangunan Kraton, Masjid Agung dan Kepatihan. Pusat perdagangan diwujudkan dengan Pasar Beringharjo dan pertokoan di sekitarnya. Jalur transportasi diwujudkan dengan jaringan jalan, jalur hijau dan ruang terbuka dengan alon-alon dan tanaman di tempat-tempat yang ditentukan. Perumahan diwujudkan dengan rumah dinas pangeran dan pejabat tinggi kraton di sekitar kraton (Suhardjo, 2004). Pada bagian bawah (selatan) terdapat samodera yang dalam konsep dasar tata ruang tersebut dikenal dengan jalanidhi atau palemahan yang merupakan daerah yang harus dilindungi oleh pawongan atau Kraton.
Pengelolaan hayati yang telah dilakukan oleh Kraton yang bertujuan melestarikan keanekaragaman hayati ditandai dengan penanaman pepohonan tertentu yang mempunyai simbol-simbol khusus dan manfaat tertentu. Misalnya tanaman kluwih (Ortho corpus communis) yang bermakna mempunyai kemampuan lebih (linuwih), tanaman mangga lokal kuweni (mangifera adorata) yang dahulu ditanam di sekeliling alun-alun selatan, melambangkan bahwa ketika remaja perlu diberi fasilitas untuk memupuk keberanian (wani).
Pengelolaan budaya terkait dengan permasalahan politik, ekonomi, sosial, hukum dan budaya. Aspek kultural ini merupakan salah satu aspek dalam pengelolaan lingkungan hidup yang perlu mendapatkan perhatian secara khusus. Karena berawal dari kegiatan sosial budaya ini maka aspek hayati dan fisik dapat menjadi ancaman terhadap kondisi alami serta keanekaragaman hayati yang ada di suatu wilayah. Program pelestarian fungsi lingkungan hidup akan berhasil dengan baik apabila aspek kultural dapat dikelola dan dikendalikan sebatas fungsi yang diinginkan sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungan yang ada. Kraton Yogyakarta merupakan salah satu pusat kebudayaan jawa, secara jelas merumuskan visi dan misi pengelolaan lingkungan hidup yang dirumuskan dengan kalimat Hamemayu Hayuning Bawana yang kemudian diadopsi oleh Pemerintah Provinsi DIY sebagai dasar filosofi pembangunan daerah Provinsi DIY. dan dikembangkan lagi menjadi Budaya Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Budaya Pemerintahan
Dalam undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 ayat (1) diterangkan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan, perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain. Lingkungan hidup memerlukan pengelolaan yang sistematis dan melibatkan seluruh komponen yang ada di dunia ini, agar tercipta suatu kondisi dimana satu komponen dengan komponen yang lain mempunyai hubungan yang sinergis, saling kebergantungan, saling memerlukan, saling toleransi, saling asah, asih dan asuh.
Aparatur pemerintah adalah salah bagian komponen lingkungan hidup yang penting. Pemerintah Provinsi DIY. berupaya mewujudkan budaya pemerintahan ke dalam bagian proses interaksi antar komponen lingkungan. Berawal dari falsafah Hamemayu Hayuning Bawono yang berarti menjunjung tinggi kelestarian dunia. Merupakan cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Pemerintah Provinsi DIY sebagai khalifah-pamong, nayokoning projo perlu berpedoman nilai-nilai prinsip yang dikembangkan menjadi budaya pemerintahan sebagai berikut:
 Rahayuning Bawono Kapurbo Waskitaning Manungso, yang berarti kelestarian dunia itu berawal dari kewaspadaan manusia. Kewaspadaan akan adanya degradasi lingkungan hidup perlu ditanamkan kepada setiap aparatur pemerintah Provinsi DIY, sehingga dalam setiap perencanaan kegiatan pembangunan harus mempertimbangkan pelestarian fungsi lingkungan hidup menuju kepada keselarasan. Selaras dalam arti menjaga kelestarian dan keselarasan hubungan dengan Tuhan, alam dan manusia
Indikator perilaku yang diharapkan pada setiap aparatur adalah:
- Taqwa, taat, dan patuh pada nilai-nilai ajaran agama.
- Mencintai lingkungan hidup dengan peduli dan menjaga lingkungan alam sekitarnya.
- Memelihara kebersihan dan keindahan lingkungan kerja dan lingkungan hidupnya.
- Menjaga hubungan yang harmonis dengan keluarga, rekan kerja, dan pelanggannya.
 Dharmaning Satrio Mahanani Rahayuning Nagoro, yang berarti Dharma bhakti khalifah pamonglah sokoguru kesejahteraan Negara. Aparatur sebagai abdi masyarakat berkewajiban mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sehingga dapat menjadi seorang ahli profesional, mempunyai kompetensi dan komitmen terhadap pekerjaannya (matang pribadi, tugas dan kerjasama), agar dapat memberikan pelayanan prima yaitu dapat memberikan pelayanan lebih dari yang diharapkan pelanggan. Dan diharapkan menjadi teladan, yaitu dapat dijadikan panutan/sebagai suri tauladan/contoh oleh lingkungannya.
Indikator perilaku ahli profesional adalah:
- Bertanggungjawab terhadap pekerjaannya.
- Mempunyai komitmen yang tinggi dalam melakukan pekerjaan.
- Selalu ingin mencapai yang terbaik dengan bekerja secara winasis (smart)
- Disiplin dan tepat waktu.
- Cermat dalam bertindak.
- Bertindak secar efektif dan efisien.
- Mempunyai kreativitas dalam bekerja.
Indikator perilaku pelayanan prima adalah:
- Menempatkan kepentingan pelanggan di atas kepentingan pribadi dan kelompok.
- Mengantisipasi kebutuhan pelanggan.
- Membangun kerjasama yang produktif.
- Melayani pelanggan dengan ikhlas.
- Simpati, Empati, Mutual Respect, Budi Bahasa Serasi, Akrab, Hangat (SEMBAH).
Indikator perilaku teladan-keteladanan adalah:
- Menjadi role model/teladan dalam perilaku.
- Menjalankan perannya secara adil dan arif bijaksana.
- Menjadi motivator, pendorong kemajuan.
- Menjadi pamong, pembimbing yang suka memantau.
 Rahayuning Manungso Dumadi Karono Kamanungsane, yang berarti keluhuran derajat manusia terjadi karena budi pekerti, jiwa rasa perikemanusiaan. Aparatur pemerintah diharapkan mempunyai sikap dan perilaku yang luhur. Keluhuran jati diri seseorang terjadi karena perikemanusiaanya. Indikator perilaku aparatur untuk dapat mencapai budaya pemerintahan yang diinginkan adalah:
- Sadar akan rasa salah ataupun dosa
- Menjunjung tinggi integritas (jujur, dapat dipercaya)
- Taat terhadap norma agama dan hukum
- Menjunjung tinggi etika (mempunyai rasa malu)
- Berkomunikasi dengan santun, empati dan dapat menerima masukan.
- Berpikir jauh ke depan dengan melihat peluang adanya inovasi.
- Adaptif terhadap perubahan
- Sikap LUWES: Layanilah Ulah orang lain Walau.... dengan Empati, supaya dapat Simpati.
Makna yang sangat dalam dan luhur dari filosofi dasar masyarakat Jawa yaitu Hamemayu Hayuning Bawono, telah diupayakan dan dilaksanakan dalam rangka mensejahterakan masyarakat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang kemudian diteruskan oleh Gubernur DIY sekarang ini. Filosofi tersebut menjadi dasar filosofi pembangunan daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka pencapaian visi, yaitu terwujudnya pembangunan regional sebagai wahana menuju kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2020 sebagai pusat pendidikan, budaya dan daerah tujuan wisata terkemuka, dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir batin didukung oleh nilai-nilai kejuangan dan pemerintah yang bersih dalam pemerintahan yang baik dengan mengembangkan ketahanan sosial budaya dan sumberdaya berkelanjutan.
Budaya sangat dipegang teguh dan mendapatkan perhatian yang utama dalam setiap kegiatan pembangunan di wilayah Provinsi DIY. Kraton sebagai pusat kebudayaan memberikan nuansa khusus terhadap jalannya pemerintahan yang didukung penuh oleh masyarakat. Kebudayaan yang menurut Koentjaraningrat (1980) didefinisikan sebagai suatu keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar, diyakini sebagai acuan dalam hidup bermasyarakat dan dalam rangka memelihara lingkungan hidup agar tetap selaras, serasi dan lestari.

Kesimpulan
Falsafah Hamemayu Hayuning Bawana merupakan Visi Kraton Yogyakarta yang menjadi tugas dan kewajiban raja-raja Mataram Yogyakarta untuk mewujudkannya. Mengingat keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana Sultan Kraton Yogyakarta sekaligus merupakan Gubernur, maka falsafah tersebut sangat mempengaruhi dalam operasional ketugasan Gubernur dan dijadikan sebagai dasar filosofi dalam pembangunan daerah Provinsi DIY. Kemudian dikembangkan dalam bentuk budaya pemerintahan, yang diharapkan difahami dan dilaksanakan oleh setiap aparatur pemerintah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lingkungan hidup mendapatkan perhatian khusus dalam kebudayaan Kraton Yogyakarta. Banyak bentuk-bentuk kebudayaan Kraton yang merupakan cerminan kearifan lokal yang bertujuan pada pelestarian fungsi lingkungan hidup, baik ditinjau dari segi aspek fisik, hayati maupun kultural. Bentuk budaya lokal yang berwawasan global tersebut merupakan replika yang dapat dijadikan acuan arahan dalam implementasi pengelolaan lingkungan menuju kepada terciptanya pembangunan yang berkelanjutan.

Referensi
Anonim. 2005. Budaya Pemerintahan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koentjaraningrat. 1986. Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan. PT. Gramedia, Jakarta.
Suhardjo, Dradjat. 2004. Mengaji Ilmu Lingkungan Kraton. Safiria Insania Press, Yogyakarta.

3 komentar:

  1. Matur nuwun Pak ... Kulo tiyang jawi lagi ngertos artinipun Pak. Memayu hayuning bawono ... Memperindah dunia... Maksud e niku pripun ngih Pak

    BalasHapus