Bagian dari upaya widyaiswara untuk dapat turut berpartisipasi aktif dalam proses manajemen sumberdaya alam, lingkungan, kebencanaan, dan sumberdaya manusia.
Kamis, 30 Juni 2011
PENDIDIKAN KESELAMATAN MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN SEJAK DINI
Pendidikan keselamatan mutlak diperlukan untuk menghadapi situasi dan kondisi darurat. Hal ini menjadi bagian penting dalam setiap aktivitas pekerjaan untuk dilatihkan kepada setiap karyawan yang akan mengawali pekerjaannya. Kondisi yang sadar akan kebencanaan menuju kesiapsiagaan sejak dini akan menumbuhkan sikap dan sifat disiplin dan teratur dalam melaksanakan setiap prosedural pekerjaan.
DIKLAT APARATUR DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Pendidikan dan pelatihan yang dikenal dengan sebutan diklat pada kalangan aparatur saat ini merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kompetensi seorang aparatur. Aparatur terdiri dari pejabat struktural eselon IV sampai dengan eselon I, pejabat fungsional tertentu, dan staf pelaksana atau fungsional umum. Kompetensi tersebut terdiri dari aspek kognisi, afeksi, dan psikomotoris, sehingga diharapkan dengan terselenggaranya diklat aparatur tersebut para birokrat/aparatur/pegawai negeri sipil (PNS) akan menjadi profesional dalam melaksanakan pelayanan publik maupun tugas dan fungsinya dalam kelembagaan birokrasi.
Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) di kalangan birokrasi telah disadari sebagai sesuatu hal yang sangat penting untuk mewujudkan tercapanyai kondisi pemerintah yang profesional dalam kepemerintahan yang baik. Hal ini sudah menjadi fenomena yang umum di kalangan berbagai pemerintahan saat ini baik di pemerintahan pusat maupun daerah. Akan tetapi dalam prosesnya sering mengalami kendala dalam banyak hal, mulai dari faktor SDM_nya itu sendiri maupun dari faktor Non SDM. Faktor SDM berasal dari internal birokrasi bisa berupa mind set atau pola pikir yang apatis, penyelenggara diklat yang kurang mengedepankan substansi dan tujuan, Widyaiswara yang kurang mengedepankan etos kerja profesional, dan policy maker atau pimpinan yang belum memberdayakan alumni diklat aparatur sejalan dengan pola karier PNS. Sedangkan faktor non SDM dapat berasal dari perencanaan program diklat yang kurang terpadu dan berkelanjutan, sistem penganggaran diklat yang tidak terkoordinasi dengan baik, pelaksanaan diklat belum satu pintu, struktur kelembagaan diklat yang belum mencerminkan kaya akan fungsinya, prasarana dan sarana terbatas, kurang mengoptimalkan teknologi, untuk diklat tertentu yang harus diikuti aparatur banyak prosedural yang dibuat-buat dan cenderung mempersulit calon peserta (tentu ada pengecualian apabila calon peserta tersebut akan menguntungkan sebagai strategi pemasaran).
Diklat aparatur merupakan investasi untuk mengembangkan kapasitas sumberdaya manusia aparatur, hal tersebut akan terwujud bila pengembangan pola karier PNS jelas dan terarah. Seorang PNS dapat berkarier dalam jabatan struktural maupun jabatan fungsional tertentu, atau jalur kedua-duanya dengan menggunakan sistem zig-zag dari pejabat struktural beralih ke jabatan fungsional tertentu atau sebaliknya. Konsep yang sudah tertuang dalam aturan maupun yang masih dalam tataran kajian sudah banyak yang mendukung pencapaian karier tersebut. Namun yang menjadi permasalahan saat ini biasanya terjadi dalam implementasinya, terutama karena anggapan kurang bermaknanya esensi dari diklat, bahkan yang paling kurang enak didengar adalah anggapan diklat hanya sekedar memenuhi persyaratan, orang yang sering diklat adalah orang yang tidak punya kesibukan, diklat hanya sekedar pengisi waktu, dan setelah diklat tidak tahu apa ilmu apa yang perlu diterapkan. Sikap-sikap negative thinking sering terjadi dan dirasakan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam kediklatan aparatur, akan tetapi seolah-olah hal ini hanya menjadi sorotan-sorotan atau kritikan-kritakan yang biasa karena terbiasa dan berlalu begitu saja.
Berkaitan dengan esensi diklat aparatur dalam sistem pendidikan nasional sebenarnya dapat menjadi pemicu kebangkitan pendidikan dan pelatihan aparatur apabila para pengambil kebijakan mensejajarkan dengan pendidikan formal saat ini. Karena arti pendidikan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 1 butir 1 menyatakan arti pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Serara eksplisit dalam UU No. 20 Tahun 2003 memang tidak menyebutkan diklat aparatur tetapi hal ini perlu dikaji dengan pemahaman dan analogi makna-makna lain dalam undang-undang tersebut yang saling berkait dan menerangkan hubungan antarpasal. Pasal yang berhubungan dengan diklat aparatur terdapat dalam Pasal 1 saja yang menerangkan maksud dari arti tenaga kependidikan dan arti siapa saja yang termasuk pendidik, yaitu tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (Pasal 1 butir 5); Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Pasal 1 butir 6). Dalam pasal ini salah satu pilar dalam diklat aparatur yaitu widyaiswara disebutkan dengan jelas merupakan salah satu dari pendidik. Oleh karena itu maka diklat aparatur secara langsung berarti berhubungan dan menjadi bagian dalam sistem pendidikan nasional.
Jenis-jenis pendidikan yang ada dalam pasal 1 undang-undang sisdiknas tersebut, yaitu:
1. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
4. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
5. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
6. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Dari maksud pengertian tentang jenis-jenis pendidikan, khusus pendidikan dan pelatihan aparatur kalau dicermati sepertinya ada yang kurang tepat maknanya untuk dapat dimasukkan dalam salah satu golongan tersebut di atas. Padahal dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan maknanya adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pada akhirnya peranan diklat aparatur sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan nasional perlu perwujudan secara khusus dan eksplisit tertuang dalam undang-undang sisdiknas, agar eksistensinya dapat disejajarkan dengan pendidikan formal maupun pendidikan lainnya. Hal ini menyangkut kepentingan bangsa yang perlu mengedepankan aset SDM aparatur, kelembagaan diklat aparatur, penyelenggara diklat aparatur, serta widyaiswara untuk lebih berdaya dan dihargai dalam skala lokal/daerah, nasional, maupun internasional.
Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) di kalangan birokrasi telah disadari sebagai sesuatu hal yang sangat penting untuk mewujudkan tercapanyai kondisi pemerintah yang profesional dalam kepemerintahan yang baik. Hal ini sudah menjadi fenomena yang umum di kalangan berbagai pemerintahan saat ini baik di pemerintahan pusat maupun daerah. Akan tetapi dalam prosesnya sering mengalami kendala dalam banyak hal, mulai dari faktor SDM_nya itu sendiri maupun dari faktor Non SDM. Faktor SDM berasal dari internal birokrasi bisa berupa mind set atau pola pikir yang apatis, penyelenggara diklat yang kurang mengedepankan substansi dan tujuan, Widyaiswara yang kurang mengedepankan etos kerja profesional, dan policy maker atau pimpinan yang belum memberdayakan alumni diklat aparatur sejalan dengan pola karier PNS. Sedangkan faktor non SDM dapat berasal dari perencanaan program diklat yang kurang terpadu dan berkelanjutan, sistem penganggaran diklat yang tidak terkoordinasi dengan baik, pelaksanaan diklat belum satu pintu, struktur kelembagaan diklat yang belum mencerminkan kaya akan fungsinya, prasarana dan sarana terbatas, kurang mengoptimalkan teknologi, untuk diklat tertentu yang harus diikuti aparatur banyak prosedural yang dibuat-buat dan cenderung mempersulit calon peserta (tentu ada pengecualian apabila calon peserta tersebut akan menguntungkan sebagai strategi pemasaran).
Diklat aparatur merupakan investasi untuk mengembangkan kapasitas sumberdaya manusia aparatur, hal tersebut akan terwujud bila pengembangan pola karier PNS jelas dan terarah. Seorang PNS dapat berkarier dalam jabatan struktural maupun jabatan fungsional tertentu, atau jalur kedua-duanya dengan menggunakan sistem zig-zag dari pejabat struktural beralih ke jabatan fungsional tertentu atau sebaliknya. Konsep yang sudah tertuang dalam aturan maupun yang masih dalam tataran kajian sudah banyak yang mendukung pencapaian karier tersebut. Namun yang menjadi permasalahan saat ini biasanya terjadi dalam implementasinya, terutama karena anggapan kurang bermaknanya esensi dari diklat, bahkan yang paling kurang enak didengar adalah anggapan diklat hanya sekedar memenuhi persyaratan, orang yang sering diklat adalah orang yang tidak punya kesibukan, diklat hanya sekedar pengisi waktu, dan setelah diklat tidak tahu apa ilmu apa yang perlu diterapkan. Sikap-sikap negative thinking sering terjadi dan dirasakan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam kediklatan aparatur, akan tetapi seolah-olah hal ini hanya menjadi sorotan-sorotan atau kritikan-kritakan yang biasa karena terbiasa dan berlalu begitu saja.
Berkaitan dengan esensi diklat aparatur dalam sistem pendidikan nasional sebenarnya dapat menjadi pemicu kebangkitan pendidikan dan pelatihan aparatur apabila para pengambil kebijakan mensejajarkan dengan pendidikan formal saat ini. Karena arti pendidikan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 1 butir 1 menyatakan arti pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Serara eksplisit dalam UU No. 20 Tahun 2003 memang tidak menyebutkan diklat aparatur tetapi hal ini perlu dikaji dengan pemahaman dan analogi makna-makna lain dalam undang-undang tersebut yang saling berkait dan menerangkan hubungan antarpasal. Pasal yang berhubungan dengan diklat aparatur terdapat dalam Pasal 1 saja yang menerangkan maksud dari arti tenaga kependidikan dan arti siapa saja yang termasuk pendidik, yaitu tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (Pasal 1 butir 5); Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Pasal 1 butir 6). Dalam pasal ini salah satu pilar dalam diklat aparatur yaitu widyaiswara disebutkan dengan jelas merupakan salah satu dari pendidik. Oleh karena itu maka diklat aparatur secara langsung berarti berhubungan dan menjadi bagian dalam sistem pendidikan nasional.
Jenis-jenis pendidikan yang ada dalam pasal 1 undang-undang sisdiknas tersebut, yaitu:
1. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
4. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
5. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
6. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Dari maksud pengertian tentang jenis-jenis pendidikan, khusus pendidikan dan pelatihan aparatur kalau dicermati sepertinya ada yang kurang tepat maknanya untuk dapat dimasukkan dalam salah satu golongan tersebut di atas. Padahal dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan maknanya adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pada akhirnya peranan diklat aparatur sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan nasional perlu perwujudan secara khusus dan eksplisit tertuang dalam undang-undang sisdiknas, agar eksistensinya dapat disejajarkan dengan pendidikan formal maupun pendidikan lainnya. Hal ini menyangkut kepentingan bangsa yang perlu mengedepankan aset SDM aparatur, kelembagaan diklat aparatur, penyelenggara diklat aparatur, serta widyaiswara untuk lebih berdaya dan dihargai dalam skala lokal/daerah, nasional, maupun internasional.
Selasa, 28 Juni 2011
BAGAIMANA CARANYA MENJADI WIDYAISWARA?
Sesuai dengan PERMENPAN Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya dijelaskan bahwa untuk menjadi Widyaiswara terdapat beberapa tahapan sebagai berikut:
1.Calon Widyaiswara (Cawid) mengajukan permohonan dan keinginannya untuk menjadi Widyaiswara kepada Instansinya.
2.Seleksi internal Cawid oleh instansi yang meliputi minat, kompetensi, persyaratan administrasi dan sikap calon (usia maksimal 50 tahun pada saat diangkat sebagai Pejabat Fungsional Widyaiswara).
3.Surat usulan mengikuti Diklat Cawid dan Seleksi serta Rencana Penempatan Cawid dari Bupati, Walikota, Gubernur dan Biro Kepegawaian/Pusdiklat Departemen dilampiri berkas persyaratan calon Widyaiswara ke Kepala LAN.
4.LAN menerima surat usulan dan berkas persyaratan administrasi.
5.LAN menyeleksi kelengkapan berkas dan persyaratan administrasi.
6.LAN memanggil calon peserta melalui instansi untuk mengikuti Diklat Calon Widyaiswara
7.Cawid mengikuti Diklat Calon Widyaiswara (Program Umum) dan melakukan paparan spesialisasi (Program Khusus) untuk mengetahui kompetensi dikjartih yang dipersyaratkan.
8.Apabila Cawid lulus, LAN mengirim Surat Rekomendasi ke instansi untuk mengangkat calon Widyaiswara menjadi Widyaiswara (Tembusan kepada BKN dan Kantor Anggaran)
9.Apabila Cawid tidak lulus, LAN mengirim Surat Non-Rekomendasi ke instansi.
10.Cawid dapat mengulang sekali lagi dengan mengajukan surat pengusulan kembali (hanya mengikuti Program Khusus.
Berkas persyaratan administrasi yang harus dilengkapi dalam seleksi Cawid (Program Khusus)adalah sebagai berikut:
1.Surat usulan dari Pejabat Pembina Kepegawaian di Instansi dan rencana penempatan Cawid ke Kepala LAN-RI
2.Cawid Lulus Diklat Calon Widyaiswara (Program Umum)
3.Berijazah serendah-rendahnya sarjana/Diploma IV dari Perguruan Tinggi terakreditasi
4.Mengisi Lembar Biodata dari LAN
5.Usia Maksimal 50 tahun pada saat SK Pengangkatan
6.SK Pengangkatan/pemberhentian dalam jabatan terakhir
7.Melengkapi Daftar Riwayat Hidup (DRH), DP-3 terbaru, Ijazah/ Sertifikat/ STTPP/Copy SK kegiatan ilmiah/Diklat-diklat Lainnya
8.Rencana Kerja Diklat individu
9.Program Diklat satu tahun berjalan di Unit Diklat sesuai rencana penempatan (disahkan oleh instansi)
10.Surat Keterangan Pengalaman mengajar di Diklat-diklat PNS (apabila ada)
11.KTI yang pernah dibuat/disusun/diterbitkan (apabila ada)
12.Menentukan minimal 2 (dua) Spesialisasi Diklat (satu untuk paparan, yang lainnya sebagai cadangan jika mengulang)
13.Melengkapi sebanyak 2 (dua) rangkap bahan seleksi yang akan dipaparkan, dan 1 (satu) rangkap spesialisasi yang tidak dipaparkan yang meliputi: RBPMD, RP, Bahan Ajar/Modul, dan Copy transparansi (Slides/OHT)
14.Melampirkan 2 (dua) lembar pasfoto berwarna terbaru dengan latar belakang merah ukuran 3x4 cm
15.Melampirkan DUPAK Calon Widyaiswara dari Instansi ke LAN
Sumber:http://www.ditbin-widyaiswara.or.id/faq.html
1.Calon Widyaiswara (Cawid) mengajukan permohonan dan keinginannya untuk menjadi Widyaiswara kepada Instansinya.
2.Seleksi internal Cawid oleh instansi yang meliputi minat, kompetensi, persyaratan administrasi dan sikap calon (usia maksimal 50 tahun pada saat diangkat sebagai Pejabat Fungsional Widyaiswara).
3.Surat usulan mengikuti Diklat Cawid dan Seleksi serta Rencana Penempatan Cawid dari Bupati, Walikota, Gubernur dan Biro Kepegawaian/Pusdiklat Departemen dilampiri berkas persyaratan calon Widyaiswara ke Kepala LAN.
4.LAN menerima surat usulan dan berkas persyaratan administrasi.
5.LAN menyeleksi kelengkapan berkas dan persyaratan administrasi.
6.LAN memanggil calon peserta melalui instansi untuk mengikuti Diklat Calon Widyaiswara
7.Cawid mengikuti Diklat Calon Widyaiswara (Program Umum) dan melakukan paparan spesialisasi (Program Khusus) untuk mengetahui kompetensi dikjartih yang dipersyaratkan.
8.Apabila Cawid lulus, LAN mengirim Surat Rekomendasi ke instansi untuk mengangkat calon Widyaiswara menjadi Widyaiswara (Tembusan kepada BKN dan Kantor Anggaran)
9.Apabila Cawid tidak lulus, LAN mengirim Surat Non-Rekomendasi ke instansi.
10.Cawid dapat mengulang sekali lagi dengan mengajukan surat pengusulan kembali (hanya mengikuti Program Khusus.
Berkas persyaratan administrasi yang harus dilengkapi dalam seleksi Cawid (Program Khusus)adalah sebagai berikut:
1.Surat usulan dari Pejabat Pembina Kepegawaian di Instansi dan rencana penempatan Cawid ke Kepala LAN-RI
2.Cawid Lulus Diklat Calon Widyaiswara (Program Umum)
3.Berijazah serendah-rendahnya sarjana/Diploma IV dari Perguruan Tinggi terakreditasi
4.Mengisi Lembar Biodata dari LAN
5.Usia Maksimal 50 tahun pada saat SK Pengangkatan
6.SK Pengangkatan/pemberhentian dalam jabatan terakhir
7.Melengkapi Daftar Riwayat Hidup (DRH), DP-3 terbaru, Ijazah/ Sertifikat/ STTPP/Copy SK kegiatan ilmiah/Diklat-diklat Lainnya
8.Rencana Kerja Diklat individu
9.Program Diklat satu tahun berjalan di Unit Diklat sesuai rencana penempatan (disahkan oleh instansi)
10.Surat Keterangan Pengalaman mengajar di Diklat-diklat PNS (apabila ada)
11.KTI yang pernah dibuat/disusun/diterbitkan (apabila ada)
12.Menentukan minimal 2 (dua) Spesialisasi Diklat (satu untuk paparan, yang lainnya sebagai cadangan jika mengulang)
13.Melengkapi sebanyak 2 (dua) rangkap bahan seleksi yang akan dipaparkan, dan 1 (satu) rangkap spesialisasi yang tidak dipaparkan yang meliputi: RBPMD, RP, Bahan Ajar/Modul, dan Copy transparansi (Slides/OHT)
14.Melampirkan 2 (dua) lembar pasfoto berwarna terbaru dengan latar belakang merah ukuran 3x4 cm
15.Melampirkan DUPAK Calon Widyaiswara dari Instansi ke LAN
Sumber:http://www.ditbin-widyaiswara.or.id/faq.html
Sabtu, 04 Juni 2011
PANDUAN SEMINAR KKP DIKLAT PIM III
I.Urutan Presentasi Seminar
- Dibagi secara urut sesuai urutan no. absen.
- Buat tabel dengan tugas atau perannya dalam proses seminar.
- Nama-nama di dalam tabel ditulis nama lengkap sesuai daftar absen.II.Jumlah KKP yang Diperlukan untuk Seminar
- 4 buah, untuk Nara Sumber (Pembimbing), Pembahas I, Pembahas II, dan Penyaji
- KKP tidak boleh di staples/dijilid, cukup pakai alat penjepit saja.
III.Waktu
- Waktu diatur oleh moderator.
- Total waktu penyajian maksimal 30 menit; dengan perincian:
o Penyaji 15 menit.
o Pembahas I dan II masing masing 5 menit.
o Klarifikasi dari penyaji 5 menit.
o Floor dan Nara Sumber apabila masih ada waktu dan diperlukan pembahasan lebih lanjut.
IV.Peralatan Penyajian
- Lap Top, MS Office Power Point, LCD
V.Hal-hal yang Dipresentasikan
- Rangkuman isi KKP yang dibuat dalam pointer-pointer, tabel, dan gambar.
- Dengan materi sebagai berikut;
1. Judul KKP (menerangkan SOTK, tupoksi, latar belakang, dan isu aktual).
2. Tujuan Jangka Panjang (L.2).
3. Tujuan Jangka Pendek (L.3.A).
4. Rumusan Tingkat Kinerja Sekarang dan Tingkat Kinerja yang Diinginkan (Tukadek, Indikator Kinerja Sekarang, dan Kinerja yang Diinginkan) (L.4).
5. Kekuatan Relatif Pendorong dan Penghambat (L.6).
6. Diagram Medan Kekuatan (L.10).
7. Keterkaitan Antar Kekuatan (L.11).
8. Proses Pemilihan Kekuatan Kunci (L.12.A).
9. Kekuatan Kunci (L.12.B).
10. Rencana Kegiatan Yang Terkoordinasi (L.14).
12.Tim Kerja, Tugas, dan Peranannya (L.15).
13.Perkiraan Kesulitan dan Strategi Menanggulanginya (L.16)
14.Musyawarah Hal-hal-yang Utama dengan Instansi Terkait (L.17).
15.Jadwal Peninjauaan Kembali (L.19).
16.Jadwal Kegiatan (L.20).
17.Kesimpulan dan Rekomendasi.
VI.Syarat seminar, peserta seminar pada waktu pembimbingan terakhir wajib mengumpulkan: Cover, Hal. Pengajuan Judul, Hal Pengesahan I, Hal. Pengesahan II, dan Kata Pengantar yang sudah ditandatangani.
- Dibagi secara urut sesuai urutan no. absen.
- Buat tabel dengan tugas atau perannya dalam proses seminar.
- Nama-nama di dalam tabel ditulis nama lengkap sesuai daftar absen.II.Jumlah KKP yang Diperlukan untuk Seminar
- 4 buah, untuk Nara Sumber (Pembimbing), Pembahas I, Pembahas II, dan Penyaji
- KKP tidak boleh di staples/dijilid, cukup pakai alat penjepit saja.
III.Waktu
- Waktu diatur oleh moderator.
- Total waktu penyajian maksimal 30 menit; dengan perincian:
o Penyaji 15 menit.
o Pembahas I dan II masing masing 5 menit.
o Klarifikasi dari penyaji 5 menit.
o Floor dan Nara Sumber apabila masih ada waktu dan diperlukan pembahasan lebih lanjut.
IV.Peralatan Penyajian
- Lap Top, MS Office Power Point, LCD
V.Hal-hal yang Dipresentasikan
- Rangkuman isi KKP yang dibuat dalam pointer-pointer, tabel, dan gambar.
- Dengan materi sebagai berikut;
1. Judul KKP (menerangkan SOTK, tupoksi, latar belakang, dan isu aktual).
2. Tujuan Jangka Panjang (L.2).
3. Tujuan Jangka Pendek (L.3.A).
4. Rumusan Tingkat Kinerja Sekarang dan Tingkat Kinerja yang Diinginkan (Tukadek, Indikator Kinerja Sekarang, dan Kinerja yang Diinginkan) (L.4).
5. Kekuatan Relatif Pendorong dan Penghambat (L.6).
6. Diagram Medan Kekuatan (L.10).
7. Keterkaitan Antar Kekuatan (L.11).
8. Proses Pemilihan Kekuatan Kunci (L.12.A).
9. Kekuatan Kunci (L.12.B).
10. Rencana Kegiatan Yang Terkoordinasi (L.14).
12.Tim Kerja, Tugas, dan Peranannya (L.15).
13.Perkiraan Kesulitan dan Strategi Menanggulanginya (L.16)
14.Musyawarah Hal-hal-yang Utama dengan Instansi Terkait (L.17).
15.Jadwal Peninjauaan Kembali (L.19).
16.Jadwal Kegiatan (L.20).
17.Kesimpulan dan Rekomendasi.
VI.Syarat seminar, peserta seminar pada waktu pembimbingan terakhir wajib mengumpulkan: Cover, Hal. Pengajuan Judul, Hal Pengesahan I, Hal. Pengesahan II, dan Kata Pengantar yang sudah ditandatangani.
Langganan:
Postingan (Atom)