Selasa, 31 Januari 2012

PENGEMBANGAN KARIER PNS MELALUI DIKLAT APARATUR

Pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) di kalangan birokrasi telah disadari sebagai sesuatu hal yang sangat penting untuk mewujudkan tercapainya kondisi pemerintah yang profesional dalam kepemerintahan yang baik. Hal ini sudah menjadi fenomena yang umum di kalangan berbagai pemerintahan saat ini baik di pemerintahan pusat maupun daerah. Akan tetapi dalam prosesnya sering mengalami kendala dalam banyak hal, mulai dari faktor SDM_nya itu sendiri maupun dari faktor Non SDM. Faktor SDM berasal dari internal birokrasi bisa berupa mind set atau pola pikir yang apatis, penyelenggara diklat yang kurang mengedepankan substansi dan tujuan, Widyaiswara yang kurang mengedepankan etos kerja profesional, dan policy maker atau pimpinan yang belum memberdayakan alumni diklat aparatur sejalan dengan pola karier PNS. Sedangkan faktor non SDM dapat berasal dari perencanaan program diklat yang kurang terpadu dan berkelanjutan, sistem penganggaran diklat yang tidak terkoordinasi dengan baik, pelaksanaan diklat belum satu pintu, struktur kelembagaan diklat yang belum mencerminkan kaya akan fungsinya, prasarana dan sarana terbatas, kurang mengoptimalkan teknologi, untuk diklat tertentu yang harus diikuti aparatur banyak prosedural yang dibuat-buat dan cenderung mempersulit calon peserta (tentu ada pengecualian apabila calon peserta tersebut akan menguntungkan sebagai strategi pemasaran).


Diklat aparatur merupakan investasi untuk mengembangkan kapasitas sumberdaya manusia aparatur, hal tersebut akan terwujud bila pengembangan pola karier PNS jelas dan terarah. Seorang PNS dapat berkarier dalam jabatan struktural maupun jabatan fungsional tertentu, atau jalur kedua-duanya dengan menggunakan sistem zig-zag dari pejabat struktural beralih ke jabatan fungsional tertentu atau sebaliknya. Konsep yang sudah tertuang dalam aturan maupun yang masih dalam tataran kajian sudah banyak yang mendukung pencapaian karier tersebut. Namun yang menjadi permasalahan saat ini biasanya terjadi dalam implementasinya, terutama karena anggapan kurang bermaknanya esensi dari diklat, bahkan yang paling kurang enak didengar adalah anggapan diklat hanya sekedar memenuhi persyaratan, orang yang sering diklat adalah orang yang tidak punya kesibukan, diklat hanya sekedar pengisi waktu, dan setelah diklat tidak tahu apa ilmu apa yang perlu diterapkan. Sikap-sikap negative thinking sering terjadi dan dirasakan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam kediklatan aparatur, akan tetapi seolah-olah hal ini hanya menjadi sorotan-sorotan atau kritikan-kritikan yang biasa karena terbiasa dan berlalu begitu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar