Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890)).
Para aparatur pegawai negeri sipil yang dituntut mempunyai profesionalisme sesuai dengan tugas jabatannya. Melaksanakan setiap bidang kerja sesuai dengan tugas dan fungsi secara strutural organisasi yang kredibel menjadi salah satu tugas dan kewajiban jabatan yang harus dilaksanakan dengan amanah dan sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Peningkatan kinerja aparatur merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan program pengembangan sumberdaya manusia aparatur.
Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut (Bastian, 2001).
Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999).
Perencanaan peningkatan kinerja aparatur perlu dilakukan setiap akan melaksanakan kegiatan. Banyak teknik perencanaan kinerja dalam bentuk teknik analisis manajemen yang dapat membantu aparatur untuk meningkatkan kinerjanya, salah satunya adalan teknik analisis manajemen SWOT dan Pola Kerja Terpadu.
Beberapa pendekatan insentif dalam bentuk remuneration cost (biaya langsung personil) terhadap pegawai negeri sipil pada saat ini telah banyak dilakukan di berbagai lembaga/organisasi pemerintah saat ini baik di tingkat pusat atau daerah. Aparatur yang kinerjanya baik dengan beban kerja yang dapat mempertanggungjawabkan dari kewajiban bekerja selama 37,5 jam per minggu akan mendapatkan insentif dalam bentuk remunerasi. Artinya aparatur tersebut harus dapat menghasilkan output dan outcome yang jelas dari setiap harinya mereka bekerja.
Konsepsi kinerja aparatur pada dasarnya selalu berkembang dengan berbagai sudut pandang pendekatan yang secara umum mengarah ke upaya peningkatan rasa peduli dan tanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya. PNS yang bekerja giat dan keras dialah yang berhak mendapatkan reward, sementara PNS yang berkecenderungan tidak bisa mempertanggunjawabkan apa saja yang harus dia kerjakan setiap harinya perlu dievaluasi lagi remunerasi yang sudah dia dapatkan.
Akhirnya dalam konsepsi kinerja aparatur ini yang perlu digarisbawahi adalah perlunya upaya menciptakan keseimbangan dalam reward atau remunerasi di semua lembaga-lembaga pemerintah. Agar tidak terjadi hanya lembaga-lembaga tertentu saja yang didahulukan remunerasinya, tetapi perlunya keadilan dan keseimbangan dalam pendapatan secara proporsional dan profesional.