Latar Belakang
Globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi dalam pengelolaan kepemerintahan di daerah, sehingga Pemerintah Daerah perlu segera mengatur strategi pembangunan di era otonomi daerah ini dalam upaya mensikapi kemungkinan-kemungkinan dampak yang akan terjadi. Perdagangan bebas memerlukan bentuk-bentuk kesepakatan di berbagai wilayah dan kesiapan kalangan bisnis usahawan, aparatur lembaga pemerintahan, serta masyarakat untuk cepat bertindak merespon kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Hal tersebut sebagai suatu fenomena dengan implikasinya yang mempengaruhi perekonomian daerah, terutama kegiatan produksi dan perdagangan yang telah menciptakan kompetisi yang sangat kuat dalam meraih keunggulan bersaing.
Sejumlah kewenangan yang telah diberikan oleh Pemerintah Pusat secara desesentralisasi kepada Pemerintah Daerah yang telah dilaksanakan selama ini telah memberi kesempatan bagi daerah untuk melakukan pembaharuan manajemen pemerintahan dan pembangunan daerah. Paradigma global perlu ditumbuhkembangkan dengan tindakan lokal dalam setiap perencanaan pembangunan yang berbasis kemasyarakatan. Otonomi daerah merupakan tuntutan setiap daerah sebagai upaya memberdayakan dan memakmurkan daerah melalui kewenangan pengaturan dalam berbagai sektor pembangunan secara menyeluruh tetapi terkontrol oleh Pemerintah Pusat. Meskipun demikian tentu dalam implementasi selanjutnya, daerah akan menghadapi tantangan dan kendala yang cukup banyak, namun keinginan dan motivasi yang kuat dari seluruh stakeholders telah memberi harapan baru. Paradigma global ternyata sangat berpengaruh terhadap penerapan setiap kebijakan pembangunan yang tertuang dalam regulasi baik di Pusat maupun di Daerah. Globalisasi sangat mempengaruhi badan, lembaga, kantor, institusi, maupun perusahaan-perusahaan dalam setiap langkah dan kebijakan yang akan ditempuh. Keinginan untuk menjadi organisasi yang terbaik di dunia menuntut untuk segera dilaksanakan transformasi di segala bidang baik dalam hal sumberdaya manusia maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengertian dan Konsepsi Globalisasi
Globalisasi mempunyai 2 pengertian pertama, sebagai deskripsi/definisi yaitu proses menyatunya pasar dunia menjadi satu pasar tunggal (borderless market), dan kedua, sebagai “obat kuat” (prescription) menjadikan ekonomi lebih efisien dan lebih sehat menuju kemajuan masyarakat dunia. Dengan dua pengertian ini jelas bahwa menurut para pendukung globalisasi “tidak ada pilihan” bagi setiap negara untuk mengikutinya jika tidak mau ditinggalkan atau terisolasi dari perekonomian dunia yang mengalami kemajuan sangat pesat (Mubyarto, 2003).
Menurut George Soros seorang tokoh kapitalisme global modern, globalisasi adalah suatu sistim yang menjanjikan masa depan, suatu sistim yang bisa menyumbangkan kekayaan pendapatan dan kemudahan, terutama dalam hal kebebasan.
Globalisasi sesungguhnya secara sederhana dapat dipahami sebagai proses pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu sistem ekonomi global. Namun, jika ditinjau dari sejarah perkembangan ekonomi, globalisasi pada dasarnya merupakan salah satu fase perjalanan panjang perkembangan kapitalisme liberal, yang secara teoritis telah dikembangkan oleh Adam Smith. Meskipun globalisasi dikampanyekan sebagai era masa depan, yakni suatu era yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi secara global dan akan mendatangkan kemakmuran global bagi semua, globalisasi sesungguhnya adalah kelanjutan dari kolonialisme dan developmentalisme sebelumnya. Globalisasi yang ditawarkan sebagai jalan keluar bagi kemacetan pertumbuhan ekonomi bagi dunia ini, sejak awal oleh mereka dari kalangan ilmu sosial kritis dan yang memikirkan perlunya tata dunia ekonomi yang adil, serta bagi kalangan lemah serta bagi kalangan yang melakukan pemihakan terhadap yang lemah, telah dicurihgai sebagai bungkus baru dari imperialisme dan kolonialisme (Fakih, 2003).
Paradigma global untuk mewujudkan organisasi yang berkelas dunia atau World class menurut Kanter (1995) mengandung dua pengertian yaitu:
1. Mempunyai standar tertinggi dan berlaku dimana saja dalam upaya bersaing.
2. Kemampuan mengarahkan sumber daya dan operasi lintas batas dan lintas wilayah.
Permasalahan utama saat ini adalah bagaimana tindakan yang seharusnya dilaksanakan dalam menyongsong abad baru ini. Dunia mengalami perubahan dengan sangat cepat dan dramatis. Setiap wilayah, pulau, negara, kota bahkan desa memiliki akses dengan dunia di luar wilayahnya. Semua itu berkat adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Kelas dunia, merupakan tempat bertemunya kebutuhan untuk mencapai standar tertinggi dalam persaingan dan pertumbuhan kelas sosial yang diwujudkan dengan kemampuan untuk mengelola sumber daya yang melampaui batas luas wilayahnya.
Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985 (http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi).
Scholte dalam Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi) melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
1. Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
2. Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
3. Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
4. Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
5. Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
Mewujudkan Paradigma Global dalam Tindakan Lokal
Dalam rangka mewujudkan paradigma global dalam tindakan lokal, suatu institusi perlu menerapkan kebijakan-kebijakan dalam pola aturan yang sinergis dan sesuai dengan bingkainya. Kebijakan disusun dan diimplementasikan dengan tujuan mengarah kepada terciptanya solusi permasalahan krisis global dan pemahaman paradigma baru, untuk mewujudkan perubahan pola pikir yang produktif dan berwawasan luas.
Menurut Kanter (1995) dalam globalisasi ekonomi, kesuksesan akan muncul dari kemampuan untuk menemukan standar dunia dan bergabung dalam jaringan yang luas. Upaya itu dapat dicapai dengan mengembangkan tiga cara sederhana yaitu menjadi thinkers (pemikir), yang mengkhususkan diri dalam kemampuan menyusun konsep atas dasar pengetahuan industri yang diterapkan dengan cara melakukan inovasi dan mengarah pada harga yang tinggi. Menjadi makers (pembuat), yang menkhususkan diri pada kemampuan untuk memutuskan/ eksekusi dengan kualitas tinggi tetapi dengan biaya yang rendah. Sedangkan cara ketiga adalah dengan menjadi traders (penjual), yang mempunyai spesialisasi dalam koneksi/ hubungan lintas budaya sehingga mampu membantu menggerakkan barang dan jasa (service) dari satu negara ke negara lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan lokal adalah tempat yang mengakar pada komunitas tertentu atau terisolir namun ada yang berkeinginan untuk berpikir secara global dan membuka kesempatan. Kelas ini biasanya lebih independen dan fleksibel dalam memilih untuk berinventasi di mana saja.
Sementara kosmopolitan tidak anti lokal, akan tetapi justru mempunyai koneksi dengan kelas lokal. Nilai lebihnya adalah mempunyai banyak jaringan yang sangat luas sehingga mempunyai banyak kesempatan dan pilihan. Hal ini kontradiktif dengan politik yang berubah menuju lokal.
Bahwa hal yang menjadi masalah utama bagi perusahaan lokal bukanlah globalisasi melainkan isolasi dari jaringan luas masyarakat dunia secara global. Hal ini mesti diatasi dengan membentuk diri menjadi kosmopolitan dengan selalu membuka jaringan global. Selama ini kebanyakan orang berpikir bahwa globalisasi sangat mengusik rasa nasionalisme warga negara, misalnya produk luar negeri yang banyak beredar di masyarakat, investasi asing, kehadiran ekspatriat / pekerja asing dan perdagangan dunia. Akan tetapi, itulah konsekuensi globalisasi. Hanya mereka yang memiliki kompetensilah yang akan memenangi persaingan. Alasan bahwa pihak luar selalu lebih baik dan berusaha menjajah sama saja dengan mengisolasi diri.
Memusatkan perhatian pada bagaimana mencapai ekonomi global dengan bekerja secara lokal. Semua perusahaan kosmopolitan mempunyai kesempatan untuk menggenggam dunia dengan wilayah kerja yang luas dan tempat terbaik bagi dirinya. Masyarakat harus menyadari hal ini dengan kemampuan mengukur minat dan dukungan, dan menggabungkannya dengan jaringan lokal agar dapat mencapai kualitas kehidupan yang baik dan sukses secara global. Masyarakat lokal semestinya menyediakan apa yang diperlukan perusahaan kosmopolitan, keamanan pekerja serta membangun kepemimpinan guna memenuhi kebutuhan warganya. Sedangkan tempat terbaik adalah tempat di mana bisnis dan orang-orang dapat belajar dengan lebih baik dan berkembang lebih cepat karena merupakan pusat 3 C’s yaitu suatu kota dapat menjadi salah satu atau bahkan ketiga-tiganya sekaligus yaitu thinkers, makers atau traders.
Globalisasi bukan hal baru bagi Indonesia karena sejak abad-abad awal penjajahan (17-18) rempah-rempah dan komoditi-komoditi pertanian Indonesia sudah “diglobalisasikan” (globalisasi tahap I ). Selanjutnya globalisasi tahap II (sistem taman paksa 1830-1870) dan sistem kapitalis liberal ( pasca 1870 ) lebih jauh lagi “mengglobalkan” komoditi-komoditi pertanian Indonesia (terutama gula dan tembakau) sehingga “Hindia Belanda” menjadi terkenal sebagai sumber komoditi-komoditi tropik ini. Kini pada globalisasi tahap III (sejak medio delapan puluhan) Indonesia yang sudah menjadi negara merdeka tentulah tidak perlu was-was asal berani dan percaya diri dengan kepala tegak menetapkan aturan main “kita” untuk dipakai sebagai pegangan hubungan-hubungan ekonomi “kita” dengan “mereka” (Mubyarto, 2003).
Penutup
Tindakan lokal yang diberikan oleh masyarakat Indonesia dalam menghadapi arus yang sangat kuat yaitu globalisasi atau proses yang mendunia di segala sektor, memerlukan tindakan yang nyata dari seluruh komponen dan harus difasilitasi oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Pembangunan akan dapat berkelanjutan untuk kepentingan generasi saat ini dan yang akan datang perlu direncanakan dengan sebaik mungkin dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang keinginan masyarakat internasional. Tentu saja sudut pandang yang positif yang mempengaruhi peningkatan kualitas, standar, kapasitas, produk dari setiap komponen masyarakat Indonesia, sehingga mempunya tingkat daya saing yang tinggi diakui oleh negara lain. Kearifan lokal perlu ditumbuhkembangkan agar tidak terlindas oleh arus globalisasi, penguatan produksi dalam negeri agar dapat memproduksi barang dan jasa yang berkelas dunia perlu dilakukan segera. Program-program mobil nasional, nasionalisasi sistem telekomunikasi yang berdaya saing internasional, penguatan kebudayaan daerah agar diakui oleh lembaga dunia, pembudidayaan produk hasil pertanian, dan lain sebagainya.
Kewaspadaan terhadap derasnya informasi perlu disikapi dengan penguatan kualitas sumberdaya manusia dalam bidang pendidikan baik formal maupun non formal. Sistem pendidikan nasional yang bermutu dan tidak berganti-ganti kebijakan merupakan syarat pokok untuk meningkatkan kompetensi, kualitas, serta kapasitas masyarakat Indonesia agar berdayaguna dan berdaya di tengah arus globalisasi. Pendidikan atau pengembangan sumberdaya manusia menjadi kunci utama agar Pemerintah tidak semakin jauh tertinggal dengan dunia global.
Referensi
Fakih, M. 2003. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Insist Press dan Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Kanter, R.M. 1995. World Class: Thriving Locally in the Global Economy. Simon & Schuster Inc. New York.
Mubyarto. 2003. Dengan Ekonomi Pancasila Menyiasati Globalisasi. Jurnal Ekonomi Rakyat. Diambil pada tanggal 27 Januari 2007, dari http://www.ekonomirakyat.org/edisi_21/artikel_1.
Wikipedia, Ensiklopedi Bebas, Globalisasi, Diambil pada tanggal 5 Oktober 2010, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi.