Minggu, 31 Juli 2011

PENGELOLAAN PENAMBANGAN PASIR BATU PADA WILAYAH LERENG MERAPI


LATAR BELAKANG
Gunungapi Merapi sebagai salah satu gunungapi teraktif di dunia, aliran lava pijar terbentuk dari puncak kubah aktif sering terlihat, membangkitkan awan panas yang mengiringi lahar (Purbawinata dkk. 1997). Ahli-ahli mancanegara dari Perancis, Jepang, Amerika, Jerman, dan negara-negara lain aktif melakukan penelitian terhadap Gunungapi Merapi, karena merupakan fenomena alam yang sangat menarik untuk dijadikan bahan penelitian. Salah satu produk Gunungapi Merapi yang bermanfaat adalah material vulkanik yang berupa pasir, kerikil, kerakal, dan batu-batu berukuran sampai dengan bongkah. Material vulkanik ini merupakan hasil erupsi dari Gunungapi Merapi kemudian sebagian tertransportasi dengan media air dan terendapkan di sungai. Aliran lahar ini apabila tidak dikendalikan akan dapat membahayakan masyarakat di sepanjang aliran sungai, sehingga diperlukan adanya dam-dam penahan banjir lahar dari Gunungapi Merapi yang telah dibuat oleh Proyek Pengendalian Banjir Lahar Gunungapi Merapi yang disebut dengan bangunan Sabo.
Fungsi bangunan Sabo dalam buku Manual Perencanaan Sabo (2000) adalah mampu mengendalikan angkutan sedimen sehingga tercapai kondisi sungai yang aman, seimbang, dan akrab dengan lingkungan sekitarnya, selain itu dapat dimanfaatkan untuk memperoleh nilai tambah sebagai tempat penampungan bahan galian golongan C. Akan tetapi fungsi bangunan Sabo tersebut dalam penerapannya belum optimal karena sifatnya yang temporal, mengingat sumber material yang terangkut aliran lahar berhubungan langsung dengan arah erupsi dari Gunungapi Merapi. Adanya perubahan arah erupsi dari Gunungapi Merapi menyebabkan keterbatasan jumlah material pasir dan batu. Dengan demikian pada saat ini di beberapa alur sungai fungsi bangunan Sabo tersebut belum termanfaatkan dan kurang efektif. Data dari Direktorat Vulkanologi (Ratdomopurbo dan Andreastuti, 2000), pada abad 20 tidak semua aktivitas vulkanik gunungapi Merapi merubah morfologi puncak Gunungapi Merapi. Acuan awal berangkat dari kawah hasil letusan 1872 yang mempunyai diameter yang besar, sekitar 500 meter. Lima kejadian utama yang membentuk morfologi puncak Gunungapi Merapi, yaitu:
1. pembentukan Kubah-Timur dan Kubah-Barat;
2. rangkaian letusan 1930-1931;
3. pembentukan kubah lava 1940;
4. letusan 1961;
5. letusan 1998.
Pembentukan puncak Merapi merupakan hasil kesetimbangan dari pertumbuhan kubah dan penghancuran kubah. Pada prinsipnya kubah lava yang tidak hancur akan menjadi bagian dari puncak Merapi dan runtuhnya kubah akan membentuk kawah Merapi (Ratdomopurbo dan Andreastuti, 2000).

MANFAAT DAN DAMPAK PENAMBANGAN PASIR DAN BATU
Pasir dan batu hasil endapan aliran lahar tersebut menjadi primadona pengusaha yang memanfaatkannya sebagai bahan bangunan karena kualitasnya yang sangat baik. Dari pasir dan batu ini masyarakat dapat memperoleh kesejahteraan, pengusaha memperoleh keuntungan dengan cara menambang bahan galian tersebut. Dari hasil Pajak Bahan Galian Golongan C dapat memberikan Pendapatan Asli Daerah bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman berbagai upaya dilakukan untuk mengeksploitasi/mendapatkan pasir dan batu Merapi, gejala tersebut harus cepat ditangkap dan diwaspadai oleh Pemerintah Daerah, para pakar lingkungan hidup, dan masyarakat, untuk kemudian diantisipasi sedini mungkin segala kemungkinan dampak yang akan ditimbulkan.
Aktivitas penambangan yang tidak terkontrol akan dapat mengakibatkan permasalahan-permasalahan lingkungan. Rusaknya jalan akibat lalu-lintas transportasi pengangkutan material hasil tambang. Di antaranya adalah rusaknya dam pengendali banjir lahar Gunungapi Merapi, terjadi proses tanah longsor di kanan kiri tebing Sungai Boyong, dari pendataan yang dilakukan oleh Badan Pertambangan dan Energi, Dinas Pengairan Pertambangan dan Penanggulangan Bencana Alam, Kabupaten Sleman (2005) banyak dijumpai adanya penambangan tanpa izin, lokasi penambangan sepanjang Sungai Boyong merupakan daerah bahaya Gunungapi Merapi. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pemantauan dan pengelolaan lingkungan agar kondisi lingkungan pada saat sekarang ini tidak berkembang menjadi semakin parah lagi. Secara garis besar perlu upaya penanganan permasalahan-permasalahan tersebut secara terpadu, meliputi aspek peraturan dan perundang-undangan, manajemen/pengelolaan sumberdaya alam yang profesional meliputi tahapan perencanaan desain penambangan yang berwawasan lingkungan, proses penambangan yang dapat mengupayakan sekecil mungkin terjadinya kerusakan lingkungan serta pengendalian lingkungan dan pencemaran akibat eksploitasi sumberdaya alam mineral tersebut. Selain itu dari aspek sosial budaya perlu upaya penanggulangan/pengendalian kemungkinan terjadinya konflik sosial kemasyarakatan akibat penambangan sirtu tersebut.
Ekosistem Gunungapi Merapi merupakan suatu tatanan unsur lingkungan hidup yang terdiri dari semua organisme dan lingkungan yang ada dalam kawasan Gunungapi Merapi. Penambangan pasir dan batu di kawasan lereng Merapi merupakan aktivitas manusia yang berkaitan langsung ekosistem Gunungapi Merapi. Proses penambangan selalu dikonotasikan dengan merusak ekologi. Keaneragaman hayati menjadi terganggu baik dalam pendistribusiannya maupun kemelimpahan spesies-spesies yang ada di sekitar areal pertambangan. Interaksi antarmanusia dengan alam menjadi tidak harmonis, dalam arti manusia melakukan eksploitasi yang melebihi kapasitas atau daya dukung alam yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan pada sistem ekologi atau ekosistem Gunungapi Merapi. Pengembangan Taman Nasional Gunungapi Merapi, merupakan suatu upaya untuk tetap mempertahankan keanekaragaman hayati.
Faktor manusia dalam proses penambangan yang tidak memperhatikan lingkungan tentu akan membawa dampak kerusakan lingkungan ekosistem Gunungapi Merapi baik pada faktor fisik maupun faktor biotiknya. Faktor biotik akan menyebabkan terganggunya keterdapatan jenis tumbuhan maupun hewan yang ada, misalnya berpindah tempat atau berkurangnya pohon pinus, lumut hijau, alang-alang, rumput-rumputan, ikan, dan ular.

KESIMPULAN
Dilihat dari cadangan bahan galian, daerah pada wilayah lereng merapi ini sangat potensial untuk dieksploitasi. Penambangan akan tetap terus terjadi baik yang sudah mempunyai izin resmi maupun yang belum berizin terkonsentrasi pada wilayah ini. Oleh karena itu perlu upaya strategi pengelolaan penambangan pasir dan batu yang berwawasan lingkungan.
Masyarakat dan swasta tetap diberikan hak untuk dapat memanfaatkan potensi sumberdaya alam pasir dan batu dengan mengikuti tata aturan yang sudah diberlakukan, sehingga tidak merusak lingkungan pada ekosistem wilayah areal penambangan, dan keanekaragaman hayati tetap dapat dipertahankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar